bR7izkJOiKy1QUHnlV5rpCDjiDlVyiP6q1XpDxAH
Bookmark

Askep Hidronefrosis Sdki Slki Siki

Hidronefrosis adalah pembengkakan akibat adanya sumbatan saluran kemih. Sumbatan dapat terjadi di semua tingkat dalam sistem perkemihan mulai dari ginjal, ureter, kandung kemih dan uretra. Pada tulisan ini, Repro Note akan merangkum mengenai konsep medik dan askep hidronefrosis dengan menggunakan pendekatan Sdki Slki Siki.

Tujuan :

  • Memahami definisi, epidemiologi, penyebab, patofisiologi serta tanda dan gejala hidronefrosis
  • Memahami pemeriksaan dan penatalaksanaan medik pada pasien dengan hidronefrosis
  • Merumuskan diagnosa keperawatan yang sering muncul pada askep hidronefrosis menggunakan pendekatan Sdki
  • Merumuskan luaran dan kriteria hasil pada askep hidronefrosis menggunakan pendekatan Slki
  • Melaksanakan intervensi keperawatan pada askep hidronefrosis menggunakan pendekatan Siki
  • Melakukan evaluasi keperawatan pada askep hidronefrosis
  • Melakukan edukasi pasien pada askep hidronefrosis

Askep pada Hidronefrosis
Foto by James Heilman, MD on wikimedia.org

Konsep Medik dan Askep Hidronefrosis

Pendahuluan

Hidronefrosis merupakan dilatasi abnormal pelvis renal dan kaliks pada satu atau kedua ginjal yang disebabkan oleh obstruksi aliran urin dalam traktus genitourinari. Walaupun mungkin obstruksi parsial dan hidronefrosis pada awalnya tidak menimbulkan gejala, tekanan yang terbentuk di balik area obstruksi akhirnya menyebabkan disfungsi renal simtomatik dan menimbulkan gejala.

Akibat adanya obstruksi progresif aliran urin dan kondisi stasis yang dihasilkan bisa menyebabkan kerusakan ginjal, sehingga untuk mencegahnya deteksi dini dan manajemen yang cepat sangan diperlukan.

Hidronefrosis biasanya terjadi karena obstruksi fisiologis atau patologis pada saluran kemih, dapat juga terjadi tanpa obstruksi. Kondisi ini di sebut sebagai dilatasi non-obstruktif atau megakalikosis.

Istilah uropati obstruktif mengacu pada obstruksi fungsional atau mekanis pada aliran keluar urin di area mana saja di saluran kemih. Sedangkan istilah nefropati obstruktif terbatas pada kerusakan ginjal anatomis atau fungsional sekunder akibat uropati obstruktif.

Obstruksi pada saluran kemih yang menyebabkan hidronefrosis dapat bersifat akut atau kronis, unilateral atau bilateral, parsial atau lengkap dan dapat dari proksimal kaliks ginjal hingga distal meatus uretra.

Penyebab utama hidronefrosis berbeda untuk kelompok usia yang berbeda. Abnormalitas anatomi seperti pada katup uretra posterior dan obstruksi ureterovesical atau ureteropelvic junction merupakan penyebab umum pada anak-anak. Sedangkan pada dewasa muda peyebab yang paling umum adalah batu ginjal atau saluran kemih.

Pada pasien dengan usia yang lebih tua, penyebab paling umum adalah hiperplasia prostat atau BPH, karsinoma, neoplasma retroperitoneal atau panggul, dan batu saluran kemih.

Kadang-kadang hidronefrosis mungkin merupakan perubahan fisiologis normal, seperti  yang terlihat pada wanita hamil di mana kadar progesteron yang tinggi dapat menyebabkan dilatasi fisiologis pelvis ginjal dan kaliks, ditambah kompresi mekanis ureter oleh uterus gravid di pinggir panggul.

Baca Juga : Cara Merawat Ginjal agar tetap Sehat dan Berfungsi dengan Baik

Epidemiologi

Prevalensi hidronefrosis  bervariasi pada berbagai kelompok umur. Pada bayi baru lahir dan anak-anak, penyebab utama hidronefrosis adalah kelainan struktural. Diperkiraan sebanyak 1% dari bayi yang baru lahir memiliki cacat bawaan pada ginjal dan saluran kemih.

Insiden Hidronefrosis pada neonatus dan bayi paling sering karena adanya obstruksi persimpangan ureteropelvic. Kondisi Ini ditemukan pada 1 dari 100 kelahiran hidup di Amerika Serikat dan ditangani secara konservatif. Selain itu, refluks vesikoureteral menyebabkan 10% -20% hidronefrosis neonatus dan infantil.

Pada dewasa muda, Nefrolitiasis adalah penyebab paling umum munculnya kejadian hidronefrosis. Menurut hasil survei Pemeriksaan Kesehatan dan Gizi Nasional (NHANES), prevalensi batu ginjal adalah 8,8% di Amerika Serikat, dimana ras kulit putih, obesitas, dan diabetes melitus sangat terkait dengan batu ginjal. Sedangkan BPH, neoplasma, tumor panggul dan retroperitoneal, serta batu ginjal adalah penyebab yang juga umum pada populasi lanjut usia.

Hidronefrosis umumnya terlihat pada hingga 80% wanita hamil. Kompresi mekanis dari ureter karena rahim yang membesar dan efek progesteron dianggap sebagai etiologi. Ini sebagian besar diidentifikasi pada trimester kedua dan dapat bertahan hingga 6 hingga 12 minggu pascapersalinan. Pemasangan stent ureter adalah pengobatan pilihan jika pasien mengalami nyeri dan gagal ginjal.[3]

Hidronefrosis lebih sering terjadi pada wanita untuk rentang usia 20-60 karena kehamilan dan keganasan ginekologi. Untuk kelompok usia lebih dari 60 tahun, menjadi lebih umum pada pria karena penyakit prostat dan komplikasi.

Penyebab

Ada banyak penyebab hidronefrosis yang dikategorikan berdasarkan lokasi pembengkakan dan apakah penyebabnya intrinsik, ekstrinsik atau jika itu karena perubahan fungsi bagian-bagian dari sistem perkemihan.

Penyebab Intrinsik

Ureter

  • Batu ginjal. Kemungkinan alasan paling umum untuk mengalami hidronefrosis unilateral adalah batu ginjal yang menyebabkan penyumbatan ureter. Batu secara bertahap berpindah dari ginjal ke dalam kandung kemih tetapi jika batu tersebut menyumbat saat berada di ureter, urin akan kembali naik dan menyebabkan ginjal membengkak. Ini akan diklasifikasikan sebagai obstruksi intrinsik.
  • Pembekuan darah
  • Striktur atau jaringan parut

Kandung kemih

  • Kanker kandung kemih
  • Batu kandung kemih
  • Sistokel
  • Kontraktur leher kandung kemih

Uretra

  • Ketidakmampuan untuk mengosongkan kandung kemih (retensi urin) dengan alasan apapun dapat menyebabkan hidronefrosis bilateral.
  • Striktur uretra
  • Katup uretra
  • Kanker uretra

Penyebab ekstrinsik

Ureter

  • Tumor atau kanker
  • Fibrosis retroperitoneal
  • Sindrom vena ovarium
  • Kehamilan
  • Prolaps uterus
  • Jaringan parut akibat terapi radiasi

Uretra

  • BPH atau pembengkakan prostat adalah penyebab umum retensi urin dan hidronefrosis berikutnya pada pria.
  • Kanker prostat
  • Kandung kemih neurogenik atau ketidakmampuan kandung kemih berfungsi dengan baik terjadi karena kerusakan saraf yang mensuplai kandung kemih. Ini dapat terjadi pada tumor otak, cedera atau tumor sumsum tulang belakang, multiple sclerosis, dan diabetes di antara penyebab lainnya.
  • Refluks vesikoureteral di mana urin mengalir kembali dari kandung kemih ke dalam ureter. Hidronefrosis prenatal adalah contohnya, meskipun dapat terjadi kapan saja dalam hidup.

Patofisiologi

Obstruksi pada aliran urin yang keluar dan tekanan balik mengakibatkan perubahan filtrasi glomerulus, hemodinamik ginjal dan fungsi tubulus ginjal, sehingga pada akhirnya akan mempengaruhi fungsi ginjal secara keseluruhan.

Tekanan balik pada obstruksi aliran urin akut akan menyebabkan meningkatkan tekanan intratubular ginjal. Hal ini pertama kali akan mempengaruhi parameter fungsi ginjal yang paling sensitif yaitu laju filtrasi glomerulus (GFR).

Peningkatan tekanan intra tubular dapat menurunkan GFR,  diamana pada tahap awal dikompensasi oleh peningkatan aliran darah ginjal yang dimediasi oleh dilatasi arteriol aferen. Dilatasi arteriol aferen terjadi karena mekanisme umpan balik tubulo-glomerulus yang dibawa oleh PGE2 dan oksida nitrat, yang dilepaskan oleh ginjal karena peningkatan tekanan tubulus.

Perubahan tekanan interstisial ginjal dan penurunan transpor natrium ke makula densa juga menambah dilatasi dan akibatnya meningkatkan aliran darah di arteriol aferen. Penelitian menunjukkan bahwa jika obstruksi berlanjut lebih dari 24 jam, aliran darah ginjal dan GFR mulai menurun karena peningkatan resistensi arteriol aferen ginjal.

Perubahan aliran darah ginjal menyebabkan sebagian besar korteks ginjal akan mengalami kekurangan perfusi, yang selanjutnya mengurangi GFR. Dengan obstruksi progresif, vasokonstriktor ginjal seperti rennin, TXA2, endotelin akan dilepaskan yang selanjutnya menurunkan aliran darah ginjal yang menyebabkan penurunan GFR di kemudian hari.

Sistem pengumpul ginjal juga secara progresif membesar dan menekan parenkim ginjal. Tekanan yang berlanjut pada parenkim ginjal ini mengakibatkan fibrosis tubulointerstitial permanen dan progresif, apoptosis dan atrofi tubulus, inflamasi interstisial dan kehilangan nefron permanen.

Peningkatan tekanan ureter menyebabkan peningkatan aliran balik pyelo-vena dan pyelo-limfatik. Pada pelvis intrarenal, derajat dilatasi dibatasi oleh parenkim ginjal yang berdekatan.

Luasnya perubahan ini tergantung pada onset, durasi dan luasnya obstruksi. Sementara periode singkat dari obstruksi tersebut dapat reversibel dengan sedikit atau tanpa perubahan anatomi, obstruksi saluran kemih kronis sebaliknya dapat sangat menurunkan kemampuan ginjal untuk mengkonsentrasikan urin, mengangkut elektrolit dan menjaga keseimbangan asam basa.

Tanda dan gejala

Gejala obstruksi saluran kemih tergantung pada lokasi, onset dan penyebab primer yang menyebabkan obstruksi. Obstruksi pada saluran perkemihan bagian atas yaitu ginjal dan ureter bagian atas akan menimbulkan gejala nyeri pinggang dengan tingkat keparahan yang bervariasi.

Obstruksi tiba-tiba menyebabkan timbulnya nyeri pinggang persisten yang cukup parah yang mungkin tidak menjalar sementara obstruksi pada saluran kemih bagian atas yang terjadi secara perlahan bisa  asimtomatik di mana pasien mungkin datang dengan penurunan fungsi ginjal.

Obstruksi mendadak pada ureter tengah dan bawah menyebabkan kolik ureter dengan nyeri tajam yang tiba-tiba menjalar ke bawah dan medial. Semakin distal obstruksi, semakin distal nyeri menjalar yang dapat menjalar ke genital.

Seperti halnya obstruksi saluran kemih bagian atas, obstruksi yang terjadi secara perlahan di ureter bagian tengah atau bawah mungkin asimtomatik seperti pada obstruksi ureter sekunder akibat keganasan panggul atau retroperitoneal dan dengan fibrosis retroperitoneal idiopatik.

Obstruksi pada saluran ginjal karena patologi kandung kemih dan aliran keluar uretra dapat muncul dengan gejala obstruksi saluran kemih bagian bawah atau LUTS seperti perasaan tidak tuntas saat berkemih, aliran urin yang buruk, buang air kecil intermiten, dan kadang-kadang dengan retensi urin akut atau kronis.

Gejala-gejala ini dapat disertai dengan hematuria seperti pada kasus keganasan yang mungkin tidak terlihat kecuali dengan pencitraan. Hematuria, disuria, dan piuria juga dapat terjadi pada pasien yang memiliki batu ginjal dan dengan infeksi tuberkulosis pada saluran kemih.

Kadang-kadang pada obstruksi saluran kemih bilateral yang berkembang lambat, pasien dapat datang dengan gagal ginjal kronis tanpa gejala lain dari penyakit primer seperti pada kasus tumor retroperitoneal, fibrosis dan karsinoma serviks.

Stasis urin sekunder untuk obstruksi dapat memicu infeksi bakteri yang dapat menyebabkan sepsis urin. Pasien mungkin datang dengan gejala infeksi saluran kemih akut mulai dari nyeri ginjal atau ureter dan demam tinggi disertai menggigil hingga sepsis urinaria dan syok septikemia. Dengan demikian, gejala hidronefrosis bervariasi dari pasien yang mengalami gangguan dengan nyeri kolik akut yang parah hingga pasien tanpa gejala yang menunjukkan gambaran gagal ginjal kronis.

Pada pemeriksaan fisik biasanya ditemukan nyeri tekan pada area sudut ginjal dan bisa menjalar ke perut bagian atas, keluhan ini sering timbul pada pasien dengan obstruksi saluran kemih proksimal.Pada pasien dengan obstruksi saluran kemih proksimal lama, benjolan ginjal dapat teraba dengan atau tanpa nyeri tekan.

Pada obstruksi uretra, benjolan kandung kemih mungkin teraba. Tanda-tanda mungkin berhubungan dengan patologi primer yang menyebabkan obstruksi saluran kemih. Fimosis, epispadia, dan hipospadia dapat terlihat pada pemeriksaan genital.

Palpasi uretra dapat menunjukkan area indurasi yang menunjukkan striktur uretra. Pemeriksaan rektal digital dapat mengungkapkan pembesaran prostat yang halus atau tidak teratur dan kadang-kadang massa ganas yang menyusup ke dasar kandung kemih.

Pada anak-anak, testis yang tidak turun dapat terjadi dan otot dinding perut anterior bawah mungkin berkerut seperti pada pasien dengan sindrom Prune-Belly atau katup uretra posterior mungkin yang bisa berhubungan dengan asites.

Obstruksi sistem urinaria akut dapat menyebabkan ruptur forniks ginjal dengan dekompresi mendadak dan ekstravasasi urin di retroperitoneum dan pembentukan urinoma.

Pemeriksaan diagnostik

Pemeriksaan darah dan Urin

Pemeriksaan darah di tujukan untuk mengidentifikasi penyebab infeksi akut yang menyebabkan obstruksi saluran kemih dengan leukositosis dan neutrofilia. Anemia dapat terlihat dengan gagal ginjal kronis.

Pemeriksaan urin untuk mengidentifikasi Hematuria mikroskopis dapat ditemukan pada infeksi ginjal atau vesikel, batu atau tumor. Sel nanah atau bakteri mungkin ada dalam keadaan stasis urin dengan infeksi.

Pada obstruksi saluran kemih bilateral yang berlangsung lama, aliran urin intratubular ginjal melambat memberikan waktu yang cukup bagi tubulus untuk menyerap kembali urea, sehingga kreatinin tidak dibuang secara signifikan menyebabkan peningkatan rasio urea-kreatinin > 10:1 .

Pemeriksaan Pencitraan

Pemeriksaan pencitraan seperti Sinar-X dapat menunjukkan bayangan jaringan lunak ginjal yang membesar, batu radio-opaq, kalsifikasi dan metastasis tulang belakang dari keganasan ginjal, vesika atau prostat stadium lanjut.

Ultrasonografi (USG) :  Merupakan modalitas yang baik untuk membedakan massa padat versus massa kistik. USG dengan mudah menunjukkan dilatasi kaliks, pelvis ginjal atau ureter. Batu, bekuan darah, neoplasma dan batu dapat dengan mudah diambil. Dengan menunjukkan lokasi hidronefrosis atau hidroureter, sehingga lokasi obstruksi dapat dipastikan.

Perkiraan kasar fungsi ginjal juga dapat dibuat dengan melihat sejauh mana diferensiasi kortikomeduler. Pemindaian USG antenatal dapat menunjukkan hidronefrosis antenatal pada janin yang sedang berkembang pada usia kehamilan 12-14 minggu.

Intravena urografi (IVU): Bahan kontras dipertahankan di atas tingkat obstruksi dan dengan demikian lokasi obstruksi urin terungkap. Dilatasi dengan atau tanpa tortuositas ureter dapat terlihat pada refluks vesikoureter. Batu radiolusen dan pertumbuhan di saluran kemih biasanya dapat terlihat.

Pada pasien dengan obstruksi aliran keluar kandung kemih, dinding kandung kemih dapat menunjukkan perubahan yang menunjukkan trabekulasi, sakulat, dan divertikula. Selain itu berfungsi sebagai pemindaian fungsional yang menunjukkan kemampuan ginjal untuk mengambil dan mengeluarkan bahan kontras.

Retrograde & Mikturasi Cystourethrography: Menggambarkan saluran kemih bagian bawah dan mungkin menguraikan striktur uretra, stenosis leher kandung kemih, perubahan dinding vesika dan katup uretra.

CT scan: CT scan non-kontras menunjukkan rincian anatomi ginjal dan berharga dalam evaluasi nyeri ginjal atau ureter akut di mana penyebabnya masih belum pasti dengan penyelidikan konvensional karena saluran kemih yang tidak melebar. Hal ini juga dibutuhkan dalam lesi obstruktif urin di mana ada dilatasi minimal atau tidak ada saluran kemih karena pembungkus ureter seperti pada fibrosis retroperitoneal dan keganasan.

Selain itu, CT scan yang ditingkatkan kontras juga dapat menunjukkan kemampuan fungsional ginjal dan lokasi serta luasnya obstruksi pada saluran kemih. Hal ini juga menunjukkan hubungan struktur sekitarnya dengan saluran kemih dan dengan demikian sangat berharga dalam menunjukkan penyebab ekstramural dari obstruksi saluran kemih.

Cysto-urethroscopy: Mungkin membantu dalam mengevaluasi striktur uretra, anomali prostat, leher kandung kemih dan kandung kemih. Selain itu mungkin terapi pada striktur uretra dan setiap lesi yang mencurigakan di kandung kemih dapat dibiopsi.

Penataksanaan

Pada pasien dengan hidronefrosis dan hidroureter,  penatalaksanaan utamanya adalah pembedahan dengan peran obat-obatan terbatas untuk mengontrol rasa nyeri atau dalam mengobati infeksi non spesifik  seperrti pielonefritis, sistitis, prostatitis, uretritis atau infeksi spesifik  seperti Tuberkulosis dan  Schistosomiasis .

Sebagian besar pasien dengan obstruksi simtomatik dan mekanis pada saluran kemih akan memerlukan prosedur invasif minimal atau operasi terbuka untuk koreksi penyebab hidronefrosis.

Pasien dengan nefropati obstruktif lanjut mungkin memerlukan koreksi hidrasi, elektrolit, kelainan asam basa, anemia dan kelainan koagulasi terutama untuk mengoptimalkan mereka untuk prosedur operasi definitif atau transplantasi ginjal dalam kasus penyakit gagal ginjal kronis stadium akhir.

Untuk pengobatan definitif hidronefrosis dengan metode bedah, Urgensi untuk intervensi tergantung pada:

  • Gejala: Nyeri hebat yang persisten dengan obstruksi saluran kemih akut yang tidak merespons analgesik, dilakukan didekompresi menggunakan stent ureter untuk  mengurangi rasa sakit dan juga mencegah nefropati.
  • Adanya infeksi & Obstruksi: Pasien hidronefrosis  tanpa bukti infeksi baik secara klinis, hematologi, atau mikrobiologis tidak memerlukan intervensi segera. Kondisi ini dilakukan tatalaksana untuk evaluasi lebih lanjut atau dioptimalkan sebelum operasi. Namun, adanya infeksi dalam sistem perkemihan memerlukan dekompresi yang segera karena kondisinya dapat berkembang pesat menjadi septikemia
  • Potensi kehilangan fungsi ginjal: Kondisi menjadi darurat bedah bila ada obstruksi bilateral atau obstruksi pada pasien dengan ginjal soliter. Obstruksi jika tidak segera diatasi dapat menyebabkan hilangnya fungsi ginjal dengan cepat. Dekompresi saluran kemih dapat dilakukan dengan Endoskopi Stenting.  

Nefrostomi terbuka diindikasikan pada sebagian pasien di mana pemasangan stent endoskopik gagal atau PCN tidak mungkin dilakukan karena dilatasi minimal pada ginjal.

Asuhan Keperawatan (Askep Hidronefrosis)

Intervensi Keperawatan Secara Umum

  • Jelaskan mengenai hidronefresis dan tujuan urografi ekskretorik dan prosedur diagnostik lain. Cari tahu apakah pasien alergi terhadap pewarnaan yang digunakan dalam urografi ekskretorik.
  • Beri medikasi nyeri seperlunya sesuai resep.
  • Sebelum operasi, pantau asupan dan output, tanda vital, dan status cairan dan elektrolit dengan saksama. Pantau studi fungsi ginjal setiap hari.
  • Jika telah dimasukkan, seringkali periksalah pipa nefrostomi untuk melihat pendarahan dan kepatenannya. Lakukan irigasi pipa tetapi jangan mengepitnya.
  • Jika pasien akan pulang dan pipa nefrostomi masih harus dipasang di tubuhnya, ajari ia cara merawat pipa dengan benar.
  • Untuk mencegah hidronefritis berkembang menjadi penyakit ginjal yang tidak bisa disembuhkan, dorong pasien untuk melakukan pemeriksaan secara rutin.

Diagnosa, Luaran dan Intervensi Keperawatan pada Askep Hidronefrosis Sdki Slki Siki

1. Retensi Urin (D.0050)

Luaran: Eliminasi urine membaik (L.04034)
  • Sensasi berkemih meningkat
  • Desakan berkemih (urgensi) menurun
  • Berkemih tidak tuntas (hesistancy) menurun
  • Volume residu urin menurun
  • Urin menetes (dribbling) menurun
  • Nokturia menurun
  • Mengompol menurun
  • Enuresis menurun
  • Disuria menurun
  • Frekuensi BAK membaik
  • Karakteristik urin membaik

Intervensi Keperawatan:

a. Kateterisasi urine (I.04148)
  • Periksa kondisi pasien (mis, kesadarn, tanda tanda vital, daerah perineal, distensi kandung kemih, inkontenesua urine, reflex berkemih)
  • Siapkan peralatan, bahan bahan dan ruangan tindakan
  • Siapkan pasien: bebaskan pakaian bawah dan posisikan dorsal rekumben
  • Pasang sarung tangan
  • Bersihkan daerah perineal atau proposium dengan cairan NaCl atau aquadest
  • Lakukan pemasangan kateter urine dengan menerapkan prinsip aseptic
  • Sambungkan kateter urine dengan urine bag
  • Isi balon dengan dengan Nacl 0.9 % sesuai anjuran pabrik
  • Fiksasi selang kateter diatas simpisis atau di paha
  • Pastikan kantung urine ditempatkan lebih rendah dari kandung kemih
  • Berikan label waktu pemasangan
  • Jelaskan tujuan dan prosedur pemasangan kateter urine
  • Anjurkan menarik nafas saat insersi selang cateter
b. Manajemen cairan (I.03098)
  • Monitor status hidrasi Seperti frek nadi, kekuatan nadi, akral, pengisian kapiler, kelembapan mukosa, turgor kulit, tekanan darah
  • Monitor berat badan harian
  • Monitor hasil pemeriksaan laboratorium (mis. Hematokrit, Na, K, Cl, berat jenis urin , BUN)
  • Monitor status hemodinamik ( Mis. MAP, CVP, PCWP jika tersedia)
  • Catat intake output dan hitung balans cairan dalam 24 jam
  • Berikan asupan cairan sesuai kebutuhan
  • Berikan cairan intravena bila perlu
  • Kolaborasi pemberian diuretik, jika perlu

2. Nyeri Akut (D.0077)

Luaran: Tingkat nyeri menurun (L.08066)
  • Keluhan nyeri menurun
  • Merigis menurun
  • Sikap protektif menurun
  • Gelisah dan kesulitan tidur menurun
  • Anoreksia, mual, muntah menurun
  • Ketegangan otot dan pupil dilatasi menurun
  • Pola napas dan tekanan darah membaik

Intervensi Keperawatan: Manajemen Nyeri (I.08238)

  • Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas, intensitas nyeri
  • Identifikasi skala nyeri
  • Identifikasi respon nyeri non verbal
  • Identifikasi faktor yang memperberat dan memperingan nyeri
  • Identifikasi pengetahuan dan keyakinan tentang nyeri
  • Identifikasi pengaruh budaya terhadap respon nyeri
  • Identifikasi pengaruh nyeri pada kualitas hidup
  • Monitor keberhasilan terapi komplementer yang sudah diberikan
  • Monitor efek samping penggunaan analgetik
  • Berikan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi rasa nyeri (mis. TENS, hypnosis, akupresur, terapi musik, biofeedback, terapi pijat, aroma terapi, teknik imajinasi terbimbing, kompres hangat/dingin, terapi bermain)
  • Kontrol lingkungan yang memperberat rasa nyeri (mis. Suhu ruangan, pencahayaan, kebisingan)
  • Fasilitasi istirahat dan tidur
  • Pertimbangkan jenis dan sumber nyeri dalam pemilihan strategi meredakan nyeri
  • Jelaskan penyebab, periode, dan pemicu nyeri
  • Jelaskan strategi meredakan nyeri
  • Anjurkan memonitor nyeri secara mandiri
  • Anjurkan menggunakan analgetik secara tepat
  • Ajarkan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi rasa nyeri
  • Kolaborasi pemberian analgetik, jika perlu

3. Risiko Perfusi Renal Tidak Efektif (D.0016)

Luaran: Perfusi Renal meningkat (L.02013)
  • Jumlah urine meningkat
  • Nyeri abdomen menurun
  • Mual muntah dan distensi abdomen menurun
  • Tekanan arteri rata-rata membaik
  • Kadar urea nitrogen darah membaik
  • Kadar kreatinin plasma membaik
  • Tekanan darah sistolik  dan diastolik membaik
  • Kadar elektrolit dan keseimbangan asam basa membaik
  • Bising usus dan fungsi hati membaik
Intervensi Keperawatan : Pencegahan Syok (I.14545)
  • Monitor status kardiopulmunal seperti frekwensi dan kekuatan nadi, frekwensi nafas, TD, MAP
  • Monitor status oksigenasi seperti oksimetri nadi, AGD
  • Monitor status cairan mencakup masukan dan haluaran, turgor kulit, CRT
  • Monitor tingkat kesadaran dan respon pupil
  • Periksa riwayat alergi
  • Berikan oksigen untuk mempertahankan saturasi oksigen >94%
  • Persiapan intubasi dan ventilasi mekanik, jika perlu
  • Pasang jalur IV, jika perlu
  • Pasang kateter urine untuk menilai produksi urin, jika perlu
  • Lakukan skinen skintest untuk mencegah reaksi alergi
  • Jelaskan penyebab/ faktor resiko syok
  • Jelaskan atnda dan gejala awal syok
  • Anjurkan melapor jika menemukan atau merasakan tanda dan gejala syok
  • Anjurkan menghindari alergen
  • Kolaborasi pemberian IV, jika perlu
  • Kolaborasi pemberian transfusi darah, jika perlu
  • Kolaborasi pemberian antiinflamasi, jika perlu

4. Ansietas (D.0080)

Luaran: Tingkat Ansietas menurun (L.09093)
  • Verbalisasi kebingungan dan khawatir akibat kondisi yang dihadapi menurun
  • Perilaku gelisah dan tegang menurun
  • Palpitasi, tremor, dan pucat menurun
  • Konsentrasi dan pola tidur membaik
  • Orientasi membaik
Intervensi Keperawatan: Reduksi ansietas (I.09314)
  • Identifikasi saat tingkat ansietas berubah seperti Kondisi, waktu, dan stressor.
  • Identifikasi kemampuan mengambil keputusan
  • Monitor tanda anxietas baik verbal dan non verbal
  • Ciptakan suasana  terapeutik untuk menumbuhkan kepercayaan
  • Temani pasien untuk mengurangi kecemasan, jika memungkinkan
  • Pahami situasi yang membuat ansietas
  • Dengarkan dengan penuh perhatian
  • Gunakan pedekatan yang tenang dan meyakinkan
  • Motivasi mengidentifikasi situasi yang memicu kecemasan
  • Diskusikan perencanaan  realistis tentang peristiwa yang akan datang
  • Jelaskan prosedur, termasuk sensasi yang mungkin dialami
  • Informasikan secara faktual mengenai diagnosis, pengobatan, dan prognosis
  • Anjurkan keluarga untuk tetap bersama pasien, jika perlu
  • Anjurkan melakukan kegiatan yang tidak kompetitif, sesuai kebutuhan
  • Anjurkan mengungkapkan perasaan dan persepsi
  • Latih kegiatan pengalihan, untuk mengurangi ketegangan
  • Latih penggunaan mekanisme pertahanan diri yang tepat
  • Latih teknik relaksasi

5. Risiko Infeksi (D. 0142)

Luaran: Tingkat Infeksi Menurun (L.14137)
  • Kebersihan tangan dan badan meningkat
  • Demam, kemerahan, nyeri, dan bengkak menurun
  • Periode malaise menurun
  • Periode menggigil, letargi, dan ganggauan kognitif menurun
  • Kadar sel darah putih membaik
Intervensi Keperawatan: Pencegahan Infeksi (I.14539)
  • Monitor tanda dan gejala infeksi lokal dan sistemik
  • Batasi jumlah pengunjung
  • Berikan perawatan kulit pada daerah edema
  • Cuci tangan sebelum dan sesudah kontak dengan pasien dan lingkungan pasien
  • Pertahankan teknik aseptik pada psien beresiko tinggi
  • Jelaskan tanda dan gejala infeksi
  • Ajarkan cara memeriksa luka
  • Kolaborasi pemberian antibiotiki jika perlu

6. Resiko ketidakseimbangan Cairan (D.0036).

Luaran: Keseimbangan Cairan Meningkat (L.03021)
  • Asupan dan haluaran cairan meningkat
  • Kelembaban membran mukos meningkat
  • Asupan makanan meningkat
  • Edema, dehidrasi, asites, dan konfusi menurun
  • Tekanan darah membaik
  • Denyut nadi radial membaik
  • Tekanan arteri rata-rata membaik
  • Membran mukosa dan turgor kulit membaik
  • Berat badan membaik

Intervensi Keperawatan: 

a. Manajemen Cairan (I.03098)
  • Monitor status hidrasi seperti  frekwensi nadi, kekuatan nadi, akral, pengisian kapiler, kelembapan mukosa, turgor kulit, tekanan darah.
  • Monitor berat badan harian
  • Monitor hasil pemeriksaan laboratorium Seperi  Hematokrit, Na, K, Cl, berat jenis urin , BUN.
  • Monitor status hemodinamik ( Mis. MAP, CVP, PCWP jika tersedia)
  • Catat intake output dan hitung balans cairan dalam 24 jam
  • Berikan  asupan cairan sesuai kebutuhan
  • Berikan cairan intravena bila perlu
b. Pemantauan Cairan (I.03121)
  • Monitor frekuensi dan kekuatan nadi
  • Monitor frekuensi nafas
  • Monitor tekanan darah
  • Monitor berat badan
  • Monitor waktu pengisian kapiler
  • Monitor elastisitas atau turgor kulit
  • Monitor jumlah, waktu dan berat jenis urine
  • Monitor kadar albumin dan protein total
  • Monitor hasil pemeriksaan serum (mis. Osmolaritas serum, hematocrit, natrium, kalium, BUN)
  • Identifikasi tanda-tanda hipovolemia (mis. Frekuensi nadi meningkat, nadi teraba lemah, tekanan darah menurun, tekanan nadi menyempit, turgor kulit menurun, membran mukosa kering, volume urine menurun, hematokrit meningkat, haus, lemah, konsentrasi urine meningkat, berat badan menurun dalam waktu singkat)
  • Identifikasi tanda-tanda hypervolemia seperti  Dyspnea, edema perifer, edema anasarka, JVP meningkat, CVP meningkat, refleks hepatojogular positif, berat badan menurun dalam waktu singkat.
  • Identifikasi factor resiko ketidakseimbangan cairan (mis. Prosedur pembedahan mayor, trauma/perdarahan, luka bakar, apheresis, obstruksi intestinal, peradangan pankreas, penyakit ginjal dan kelenjar, disfungsi intestinal)
  • Atur interval waktu pemantauan sesuai dengan kondisi pasien
  • Dokumentasi hasil pemantauan
  • Jelaskan tujuan dan prosedur pemantauan
  • Informasikan hasil pemantauan, jika perlu

Referensi:

  1. Patel K, Batura D. 2020. An overview of hydronephrosis in adults. Br J Hosp Med (Lond). 2;81(1):1-8. doi: 10.12968/hmed.2019.0274. Epub 2020 Jan 28. PMID: 32003628.
  2. Dennis G Lusaya. 2020. Hydronephrosis and Hydroureter. Med Scape Emedicine. https://emedicine.medscape.com/article/436259-overview.
  3. Iqbal Singh & Mohit Kumar J. 2012. Hydronephrosis. https://www.researchgate.net/publication/233960916_HYDRONEPHROSIS
  4. Thotakura R, Anjum F. 2021. Hydronephrosis And Hydroureter. Treasure Island (FL): StatPearls Publishing. https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK563217/
  5. Benjamin Wedro. 2020. Hydronefrosis – Cause, Symptom and Treatment. Medicine Net
  6. Pamela.C.A.et.al.2008. Nursing: Understanding Disease. Lippincott William & Wilkins : Norristown Road.
  7. PPNI, 2017.  Standart Diagnosis Keperawatan Indonesia (SDKI) edisi 1 cetakan II. DPP PPNI. Jakarta
  8. PPNI, 2018.  Standart Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI) edisi 1 cetakan II. DPP PPNI. Jakarta
  9. PPNI, 2019.  Standart I Luaran Keperawatan Indonesia (SLKI) edisi 1 cetakan II. DPP PPNI. Jakarta