Widget HTML #1

Askep Dehidrasi Pendekatan Sdki Slki Siki

Dehidrasi merupakan kondisi yang disebabkan oleh hilangnya cairan tubuh dalam jumlah banyak, sehingga tubuh mengalami kekurangan cairan untuk dapat berfungsi optimal secara fisiologis. Pada tulisan ini, Repro Note akan merangkum mengenai konsep medik dan askep dehidrasi baik pada anak maupun orang dewasa menggunakan pendekatan Sdki Slki dan Siki.

Tujuan :

  • Memahami definisi, epidemiologi, penyebab, patofisiologi, dan tanda gejala pasien dengan dehidrasi
  • Memahami pemeriksaan dan penatalaksanaan pada pasien yang mengalami dehidrasi
  • Mengidentifikasi masalah utama dan diagnosa keperawatan yang sering muncul pada askep dehidrasi menggunakan pendekatan Sdki
  • Merumuskan kriteria hasil dan Luaran pada askep dehidrasi menggunakan pendekatan Slki
  • Melakukan intervensi keperawatan pada askep dehidrasi menggunakan pendekatan Siki
  • Melaksanakan edukasi keperawatan pasien dan keluarga pada askep dehidrasi
Askep Dehidrasi Sdki Slki Siki

Konsep Dasar dan Askep Dehidrasi

Pendahuluan

Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mendefinisikan dehidrasi adalah suatu kondisi yang dihasilkan akibat dari kehilangan cairan tubuh yang berlebihan. Jika berkepanjangan, dehidrasi bisa mengganggu perfusi organ dan mengakibatkan syok. Beberapa penyebab utama dehidrasi adalah diare, muntah, dan luka bakar.

Anak-anak sangat rentan terhadap terjadinya dehidrasi karena cenderung lebih sering mengalami diare, rasio luas permukaan tubuh yang tinggi terhadap volume cairan, ketidakmampuan berkomunikasi secara utuh, dan kurangnya kemampuan anak-anak untuk memenuhi kebutuhan cairan secara mandiri. 

Dehidrasi menyebabkan morbiditas dan mortalitas termasuk juga memperberat berbagai kondisi medis. 

Terdapat beberapa 3 bentuk dehidrasi, yaitu :

  • Dehidrasi isotonik terjadi ketika terjadi kehilangan cairan disertai juga dengan hilangnya natrium secara bersama-sama. Penyebab dehidrasi isotonik adalah muntah, diare, berkeringat, luka bakar, penyakit ginjal intrinsik, hiperglikemia, dan hipoaldosteronisme.
  • Dehidrasi hipertonik terjadi ketika kehilangan Cairan melebihi kehilangan natrium. Natrium dan osmolalitas serum akan selalu meningkat pada dehidrasi hipertonik. Kelebihan kehilangan cairan terjadi melalui kulit, paru-paru, dan ginjal. Dehidrasi hipertonik biasanya terjadi pada demam, peningkatan respirasi, dan diabetes insipidus. 
  • Dehidrasi hipotonik sebagian besar disebabkan oleh diuretik, yang menyebabkan lebih banyak kehilangan natrium daripada kehilangan air. Dehidrasi hipotonik ditandai dengan rendahnya natrium dan osmolalitas.

Epidemiologi

Pada bayi dan anak anak, dehidrasi merupakan penyebab utama morbiditas dan mortalitas di seluruh dunia. Setiap tahun sekitar 760.000 anak terkena penyakit diare di seluruh dunia. Sebagian besar kasus dehidrasi pada anak-anak adalah akibat dari penyakit gastroenteritis akut.

Infeksi virus, seperti rotavirus, norovirus, dan enterovirus menyebabkan 75 hingga 90 persen kasus diare menular. Bakteri patogen menyebabkan kurang dari 20 persen kasus. Penyebab bakteri umum antara lain Salmonella, Shigella, dan Escherichia coli. Sekitar 10 persen penyakit bakteri terjadi akibat diaregenik Escherichia coli. 

Pada orang dewasa, tidak ada data terbaru tentang tingkat dehidrasi pada populasi umum, tetapi diperkirakan bahwa secara epidemiologi banyak terjadi dehidrasi pada orang dewasa. Orang dewasa dapat mengalami dehidrasi sebagai komplikasi penyakit seperti hiperglikemia. terdapat hubungan timbal balik, dimana dehidrasi dapat menyebabkan penyakit atau beberapa jenis penyakit dapat menimbulkan dehidrasi. Hal ini menyebabkan data yang terkumpul mungkin tidak mendokumentasikan semua kasus dehidrasi. 

Data juga menunjukkan bahwa lansia lebih berisiko mengalami dehidrasi. Diperkirakan  20-30% populasi lansia lebih rentan mengalami dehidrasi karena imobilitas, gangguan mekanisme rasa haus, diabetes, penyakit ginjal, dan jatuh.

Penyebab

Etiologi Dehidrasi Anak

Bayi dan anak anak sangat rentan terhadap penyakit diare dan dehidrasi. Hal ini disebabkan karena beberapa hal, antara lain tingkat metabolisme yang lebih tinggi, ketidakmampuan untuk mengkomunikasikan kebutuhan mereka atau menghidrasi diri mereka sendiri, dan peningkatan kehilangan cairan yang tidak disadari (Insensible Water Loss / IWL). 

Kemungkinan penyebab lain dehidrasi anak adalah hasil dari proses penyakit lain yang mengakibatkan kehilangan cairan seperti ketoasidosis diabetik (DKA), diabetes insipidus, luka bakar, dan keringat berlebihan. 

Dehidrasi anak juga bisa merupakan akibat dari penurunan asupan disertai dengan kehilangan cairan yang berkepanjangan. Selain kehilangan air, kelainan elektrolit juga mungkin menyertai. Bayi dan anak-anak memiliki kebutuhan metabolisme yang lebih tinggi dan itu membuat mereka lebih rentan terhadap dehidrasi.

Etiologi Dehidrasi Pada Orang Dewasa

Cairan tubuh hilang melalui kulit, paru-paru, ginjal, dan saluran pencernaan. Hilangnya cairan tubuh tanpa natrium menyebabkan dehidrasi. Dehidrasi juga terjadi ketika kehilangan air dari tubuh melebihi penggantian air. 

Penyebab dehidrasi yang sering terjadi pada orang dewasa antara lain:

  • Kurangnya asupan atau kegagalan untuk mengganti kehilangan cairan: Kondisi ini sering muncul pada orang dengan perubahan mental, imobilitas, gangguan mekanisme rasa haus, dan overdosis obat yang menyebabkan koma
  • Kelebihan kehilangan cairan dari kulit: Kondisi ini sering terjadi pada cuaca panas, olahraga, luka bakar, dan penyakit kulit yang parah
  • Kehilangan air berlebih dari ginjal: biasa terjadi pada penggunaan obat-obatan diuretik, penyakit ginjal akut dan kronis, diuresis pasca-obstruktif, penyakit tubulus, penyakit Addison, hipoaldosteronisme, dan hiperglikemia
  • Kehilangan cairan berlebih dari saluran pencernaan: muntah, diare, pencahar, pengisapan lambung, dan fistula
  • Kehilangan intraabdominal: seperti pada pankreatitis, asites, dan peritonitis

Patofisiologi

Cairan memainkan peran yang sangat penting dalam mempertahankan berbagai fungsi fisiologis tubuh. Tubuh manusia terdiri dari 55-65% air,  dimana dua pertiga merupakan cairan intraseluler dan sepertiganya cairan ekstraseluler. Seperlima dari cairan ekstraseluler berada di dalam pembuluh darah (intravaskuler). 

Total cairan tubuh pada bayi dan anak-anak lebih tinggi dibandingkan dengan orang dewasa. Pada bayi, jumlah cairan adalah 70% dari total berat badan, sedangkan pada anak-anak adalah 65%. 

Tubuh memiliki sistem kompleks yang dirancang untuk mempertahankan volume normal. Dimana cairan diserap melalui melalui sistem pencernaan. Kontrol utama homeostasis air adalah melalui osmoreseptor di otak. 

kekurangan cairan akan merangsang pusat rasa haus di hipotalamus yang akan mendorong individu untuk meminum air. Osmoreseptor ini juga menyebabkan konservasi air oleh ginjal. Ketika hipotalamus mendeteksi konsentrasi air yang rendah, maka hipofisis posterior melepaskan hormon antidiuretik (ADH) yang merangsang ginjal untuk menyerap kembali lebih banyak air. 

Penurunan tekanan darah yang sering menyertai dehidrasi, memicu sekresi renin dari ginjal. Renin mengubah angiotensin I menjadi angiotensin II yang meningkatkan pelepasan aldosteron dari adrenal. 

Aldosteron meningkatkan penyerapan natrium dan air dari ginjal. Dengan menggunakan mekanisme ini, tubuh mengatur volume tubuh dan konsentrasi air serta natrium didalam tubuh.

Dehidrasi menyebabkan penurunan total cairan tubuh baik volume cairan intraseluler maupun ekstraseluler. Deplesi volume berkorelasi erat dengan tanda dan gejala dehidrasi.

Pada dehidrasi terjadi kekurangan volume cairan total atau deplesi natrium atau penurunan volume sirkulasi. Deplesi volume cairan terlihat pada kehilangan darah akut dan luka bakar, sedangkan deplesi volume distributif terlihat pada sepsis dan reaksi anafilaksis

Asidosis metabolik bisa terjadi pada bayi dan anak dengan dehidrasi yang secara patofisiologi bisa terjadi karena berbagai faktor, antara lain:

  • Kehilangan bikarbonat berlebih dalam tinja saat diare atau dalam urin
  • Ketosis sekunder akibat penipisan glikogen yang terlihat pada kelaparan yang terjadi pada bayi dan anak-anak jauh lebih awal bila dibandingkan dengan orang dewasa.
  • Produksi asam laktat sekunder akibat perfusi jaringan yang buruk
  • Retensi ion hidrogen oleh ginjal akibat penurunan perfusi ginjal dan penurunan laju filtrasi glomerulus.

Pada anak dengan stenosis pilorus memiliki kelainan elektrolit yang sangat unik akibat dari emesis isi lambung yang berlebihan. Pada kondisi ini terjadi kehilangan klorida, natrium, kalium yang mengakibatkan alkalosis metabolik hipokloremik, hipokalemia. 

Tanda Dan Gejala

Tanda dan gejala dehidrasi yang  muncul tergantung pada derajat kekurangan cairan yang dialami oleh pasien tersebut. Dehidrasi sendiri dikategorikan menjadi ringan, sedang, dan berat. 

Derajat dehidrasi pada bayi dan anak-anak agak sedikit berbeda karena bayi biasanya memiliki kandungan air tubuh total (TBW) antara 70-80% dari berat badan, Sedangkan anak-anak sekitar 60% dari berat badan. 

Tabel tanda dan gejala derajat dehidrasi berdasarkan persentase kehilangan cairan yang dialami.

Askep Dehidrasi Sdki

Pada orang dewasa, beberapa gejala dehidrasi yang paling umum antara lain kelelahan, haus, kulit dan bibir kering, urin pekat atau penurunan haluaran urin, nyeri kepala, kram otot, pusing, sinkop, hipotensi ortostatik, dan palpitasi. 

Riwayat pasien dapat memperjelas faktor-faktor yang menyebabkan dehidrasi, seperti olahraga, paparan panas, obat-obatan, penyakit, kurangnya asupan air, demam, atau kehilangan cairan.

Pada pemeriksaan tanda-tanda vital bisa didapatkan hipotensi, takikardi, demam, dan takipnea. Hipotensi tidak akan muncul sampai terjadi dehidrasi yang signifikan. 

Seorang pasien mungkin tampak lesu atau tidak sadarkan diri saat observasi pada kasus dehidrasi yang parah. Pemeriksaan fisik dapat menunjukkan mukosa kering, skin tenting, capillary refill tertunda, atau bibir pecah-pecah. 

Pemeriksaan Penunjang

Sebagian besar kasus dehidrasi adalah hiponatremia. Dalam kasus tertentu, kelainan elektrolit mungkin terjadi seperti gangguan kadar natrium, asidosis yang ditandai dengan kadar bikarbonat rendah atau peningkatan kadar laktat. 

Anak-anak yang diberi air putih saja ketika mereka mengalami diare yang berkelanjutan dapat mengalami dehidrasi hiponatremik. Sebaliknya, pemberian larutan rehidrasi oral yang terlalu tinggi kadar garamnya dapat menimbulkan dehidrasi hipernatremia.

Pada orang dewasa, pemeriksaan osmolalitas serum dan plasma sering digunakan untuk mendiagnosis. Batasan yang umum dipakai untuk dehidrasi karena kehilangan cairan adalah osmolalitas serum lebih besar dari atau sama dengan 295 mOsm/kg. 

Penurunan berat badan sama dengan atau lebih besar dari 3% selama 7 hari juga dapat mengindikasikan dehidrasi. 

Pemeriksaan diagnostik untuk dehidrasi pada pasien usia lanjut antara lain berat jenis urin, osmolalitas urin, air liur, atau air mata, volume air mata, dan volume urin.

Penatalaksanaan

Pengobatan dehidrasi ditujukan untuk penggantian cairan yang cepat serta identifikasi penyebab kehilangan cairan. Pasien dengan defisit cairan harus diberikan bolus cairan isotonik yang disesuaikan dengan keadaan individu. 

Pasien dengan dehidrasi yang lebih parah mendapatkan bolus cairan isotonik yang lebih besar. Pendekatan yang lebih hati-hati diperlukan pada pasien usia lanjut dan pasien dengan gagal jantung dan gagal ginjal. 

Tekanan darah, denyut jantung, kadar laktat serum, hematokrit , dan haluaran urin dapat digunakan untuk menilai defisit volume dan untuk menilai respons terhadap cairan.

Cairan kristaloid isotonik harus digunakan pada kebanyakan kasus dehidrasi. Koloid seperti albumin dapat digunakan dalam situasi tertentu tetapi tidak meningkatkan hasil.

Pilihan kristaloid harus disesuaikan dengan pasien. Larutan Ringer laktat dan normal saline serta larutan kristaloid seimbang semuanya dapat digunakan. 

Normal saline dapat menyebabkan asidosis metabolik hiperkloremik jika diberikan dalam volume besar. Kristaloid buffer dapat menyebabkan hiponatremia. Larutan Ringer Laktat juga mengandung kalium, sehingga tidak boleh digunakan pada gagal ginjal atau hiperkalemia. 

Pada pasien dengan dehidrasi dan hiponatremia berat, pengisian volume yang cepat dapat menyebabkan peningkatan natrium yang cepat. Hal ini dapat menyebabkan myelinolysis pontine sentral (CPM). Status volume pasien dan kadar natrium serum harus dipantau dengan cermat.

Selain rehidrasi, pemeriksaan klinis dan laboratorium juga harus fokus pada penemuan dan penanganan penyebab dehidrasi.

Pada bayi dan anak-anak dengan dehidrasi ringan, rehidrasi oral lebih direkomendasikan. Bayi yang disusui harus terus menyusu. Cairan dengan kandungan gula tinggi dapat memperburuk diare dan harus dihindari. Anak-anak dapat diberi makan makanan yang sesuai dengan usia dengan frekuensi sering tetapi dalam porsi kecil.

Pada dehidrasi Sedang, direkomendasikan pemberian 50 - 100 mL larutan rehidrasi oral per kilogram per berat badan selama dua hingga empat jam untuk menggantikan perkiraan defisit cairan. Dilanjutkan dengan larutan rehidrasi oral tambahan yang diberikan untuk menggantikan kehilangan yang sedang berlangsung.

Untuk dehidrasi berat, pemulihan cairan yang cepat sangat diperlukan. Pasien yang mengalami dehidrasi berat dapat mengalami perubahan status mental, letargi, takikardia, hipotensi, tanda-tanda perfusi yang buruk, denyut nadi lemah, dan pengisian kapiler yang tertunda.

Pemasangan Infus dan pemberian cairan intravena dimulai dengan 20 ml/kg bolus normal saline. Beberapa bolus mungkin diperlukan untuk anak-anak dengan syok hipovolemik.  Pasien dengan syok hipovolemik membutuhkan bolus cepat cairan isotonik baik normal saline atau ringer laktat. 

Perhitungan Holliday-Segar digunakan untuk perhitungan cairan rumatan pada anak, yaitu 100ml/kg/hari untuk 10 kg berat badan (BB) pertama, kemudian 50 ml/kg/hari untuk 10 kg BB berikutnya dan kemudian 20 ml/kg /hari untuk sisa kelebihan berat badan.

Asuhan Keperawatan 

Pengkajian

  • Pemeriksaan Head to toe : Pemeriksaan Ini akan memungkinkan perawat untuk menilai seluruh aspek dan mengumpulkan semua data saat membuat keputusan klinis dan membantu dalam mengidentifikasi penyebab dehidrasi.
  • Kaji asupan dan haluaran : Memungkinkan data objektif perawat dalam menentukan total kehilangan cairan pasien.
  • Kaji tanda-tanda vital : Tanda-tanda vital mungkin abnormal jika mengalami dehidrasi yaitu takikardia dan hipotensi.
  • Cek hasil pemeriksaan laboratorium : Pasien mungkin memiliki hasil pemeriksaan darah abnormal karena dehidrasi  seperti  tingkat elektrolit abnormal atau hasil penilaian fungsi fungsi ginjal.
  • Kaji turgor kulit : Penurunan elastisitas kulit bisa menjadi tanda dehidrasi.
  • Kaji warna dan konsentrasi urin : Urin yang gelap dan pekat bisa menjadi tanda dehidrasi; pasien harus menghasilkan setidaknya 30 mL urin / jam.
  • Auskultasi bunyi jantung : Bunyi jantung abnormal dapat terdengar pada pasien dehidrasi berat dan disritmia dapat terjadi.
  • Kaji ritme jantung : Disritmia dapat terjadi jika dehidrasi berat dan jika terdapat kelainan elektrolit.
  • Kaji status mental : Dehidrasi berat dapat menyebabkan perubahan status mental.

Diagnosa, Luaran, dan Intervensi Keperawatan Sdki Slki Siki

1. Hipovolemia (Sdki D.0034)

Luaran: Status Cairan Membaik (Slki L.03028)

  • Kekuatan nadi meningkat
  • Output urin meningkat
  • Membran mukosa lembab meningkat
  • Ortopnea menurun
  • Dispnea menurun
  • Paroxysmal nocturnal dyspnea (PND) menurun
  • Edema anasarka menurun
  • Edema perifer menurun
  • Frekuensi nadi membaik
  • Tekanan darah membaik
  • Turgor kulit membaik
  • Jugular venous pressure membaik
  • Hemoglobin membaik
  • Hematokrit membaik

Intervensi Keperawatan:

a. Manajemen Hipovolemia (Siki I.03116)

  • Periksa tanda dan gejala hipovolemia (mis: frekuensi nadi meningkat, nadi teraba lemah, tekanan darah menurun, tekanan nadi menyempit, turgor kulit menurun, membran mukosa kering, volume urin menurun, hematokrit meningkat, haus, lemah)
  • Monitor intake dan output cairan
  • Hitung kebutuhan cairan
  • Berikan posisi modified Trendelenburg
  • Berikan asupan cairan oral
  • Anjurkan memperbanyak asupan cairan oral
  • Anjurkan menghindari perubahan posisi mendadak
  • Kolaborasi pemberian cairan IV isotonis (mis: NaCL, RL)
  • Kolaborasi pemberian cairan IV hipotonis (mis: glukosa 2,5%, NaCl 0,4%)
  • Kolaborasi pemberian cairan koloid (albumin, plasmanate)
  • Kolaborasi pemberian produk darah

b. Pemantauan Cairan (Siki I.03121)

  • Monitor frekuensi dan kekuatan nadi
  • Monitor frekuensi napas
  • Monitor tekanan darah
  • Monitor berat badan
  • Monitor waktu pengisian kapiler
  • Monitor elastisitas atau turgor kulit
  • Monitor jumlah, warna, dan berat jenis urin
  • Monitor kadar albumin dan protein total
  • Monitor hasil pemeriksaan serum (mis: osmolaritas serum, hematokrit, natrium, kalium, dan BUN)
  • Monitor intake dan output cairan
  • Identifikasi tanda-tanda hipovolemia (mis: frekuensi nadi meningkat, nadi teraba lemah, tekanan darah menurun, tekanan nadi menyempit, turgor kulit menurun, membran mukosa kering, volume urin menurun, hematokrit meningkat, hasil, lemah, konsentrasi urin meningkat, berat badan menurun dalam waktu singkat)
  • Identifikasi tanda-tanda hypervolemia (mis: dispnea, edema perifer, edema anasarka, JVP meningkat, CVP meningkat, refleks hepatojugular positif, berat badan menurun dalam waktu singkat)
  • Identifikasi faktor risiko ketidakseimbagnan cairan (mis: prosedur pembedahan mayor, trauma/perdarahan, luka bakar, apheresis, obstruksi intestinal, peradangan pancreas, penyakit ginjal dan kelenjar, disfungsi intestinal)
  • Atur interval waktu pemantauan sesuai dengan kondisi pasien
  • Dokumentasikan hasil pemantauan
  • Jelaskan tujuan dan prosedur pemantauan
  • Dokumentasikan hasil pemantauan

2. Risiko Ketidakseimbangan Elektrolit (Sdki D.0037)

Luaran: Keseimbangan elektrolit meningkat (Slki L.03021)

  • Serum natrium membaik
  • Serum kalium membaik
  • Serum klorida membaik

Intervensi Keperawatan: Pemantauan Elektrolit (Siki I.03122)

  • Monitor kemungkinan penyebab ketidakseimbangan elektrolit
  • Monitor kadar elektrolit serum
  • Monitor mual, muntah, diare
  • Monitor kehilangan cairan, jika perlu
  • Monitor tanda dan gejala hipokalemia (mis: kelemahan otot, interval QT memanjang, gelombang T datar atau terbalik, depresi segmen ST, gelombang U, kelelahan, parestesia, penurunan refleks, anoreksia, konstipasi, motilitas usus menurun, pusing, depresi pernapasan)
  • Monitor tanda dan gejala hiperkalemia (mis: peka rangsang, gelisah, mual, muntah, takikardia mengarah ke bradikardia, fibrilasi/takikardia ventrikel, gelombang T tinggi, gelombang P datar, kompleks QRS tumpul, blok jantung mengarah asistol)
  • Monitor tanda dan gejala hiponatremia (mis: disorientasi, otot berkedut, sakit kepala, membrane mukosa kering, hipotensi postural, kejang, letargi, penurunan kesadaran)
  • Monitor tanda dan gejala hipernatremia (mis: haus, demam, mual, muntah, gelisah, peka rangsang, membrane mukosa kering, takikardia, hipotensi, letargi, konfusi, kejang)
  • Monitor tanda dan gejala hipokalsemia (mis: peka rangsang, tanda Chvostek [spasme otot wajah] dan tanda Trousseau [spasme karpal], kram otot, interval QT memanjang)
  • Monitor tanda dan gejala hiperkalsemia (mis: nyeri tulang, haus, anoreksia, letargi, kelemahan otot, segmen QT memendek, gelombang T lebar, komplek QRS lebar, interval PR memanjang)
  • Monitor tanda dan gejala hipomagnesemia (mis: depresi pernapasan, apatis, tanda Chvostek, tanda Trousseau, konfusi, disritmia)
  • Monitor tanda dan gejala hipermagnesemia (mis: kelemahan otot, hiporefleks, bradikardia, depresi SSP, letargi, koma, depresi)
  • Atur interval waktu pemantauan sesuai dengan kondisi pasien
  • Dokumentasikan hasil pemantauan
  • Jelaskan tujuan dan prosedur pemantauan
  • Informasikan hasil pemantauan, jika perlu

3. Risiko Syok (Sdki D.0039)

Luaran: Tingkat Syok Menurun (Slki L.03032)

  • Kekuatan nadi meningkat
  • Output urin meningkat
  • Tingkat kesadaran meningkat
  • Akral dingin menurun
  • Pucat menurun
  • Tekanan arteri rata-rata membaik (LIHAT: Kalkulator MAP)
  • Tekanan darah sistolik membaik
  • Tekanan darah diastolik membaik
  • Tekanan dari membaik
  • Pengisian kapiler membaik
  • Frekuensi nadi membaik
  • Frekuensi nafas membaik

Intervensi Keperawatan:

a. Pencegahan Syok (Siki I.02068)

  • Monitor status kardiopulmonal (frekuensi dan kekuatan nadi, frekuensi napas, TD, MAP)
  • Monitor status oksigenasi (oksimetri nadi, AGD)
  • Monitor status cairan (masukan dan haluaran, turgor kulit, CRT)
  • Monitor tingkat kesadaran dan respon pupil
  • Periksa Riwayat alergi
  • Berikan oksigen untuk mempertahankan saturasi oksigen > 94%
  • Persiapkan intubasi dan ventilasi mekanis, jika perlu
  • Pasang jalur IV, jika perlu
  • Pasang kateter urin untuk menilai produksi urin, jika perlu
  • Lakukan skin test untuk mencegah reaksi alergi
  • Jelaskan penyebab/faktor resiko syok
  • Jelaskan tanda dan gejala awal syok
  • Anjurkan melapor jika menemukan/merasakan tanda dan gejala awal syok
  • Anjurkan memperbanyak asupan cairan oral
  • Anjurkan menghindari alergen
  • Kolaborasi pemberian IV, jika perlu
  • Kolaborasi pemberian transfusi darah, jika perlu
  • Kolaborasi pemberian anti inflamasi, jika perlu

b. Pemantauan Cairan (Siki I.03121)

  • Monitor frekuensi dan kekuatan nadi
  • Monitor frekuensi napas
  • Monitor tekanan darah
  • Monitor berat badan
  • Monitor waktu pengisian kapiler
  • Monitor elastisitas atau turgor kulit
  • Monitor jumlah, warna, dan berat jenis urin
  • Monitor kadar albumin dan protein total
  • Monitor hasil pemeriksaan serum (mis: osmolaritas serum, hematokrit, natrium, kalium, dan BUN)
  • Monitor intake dan output cairan
  • Identifikasi tanda-tanda hipovolemia (mis: frekuensi nadi meningkat, nadi teraba lemah, tekanan darah menurun, tekanan nadi menyempit, turgor kulit menurun, membran mukosa kering, volume urin menurun, hematokrit meningkat, hasil, lemah, konsentrasi urin meningkat, berat badan menurun dalam waktu singkat)
  • Identifikasi tanda-tanda hypervolemia (mis: dispnea, edema perifer, edema anasarka, JVP meningkat, CVP meningkat, refleks hepatojugular positif, berat badan menurun dalam waktu singkat)
  • Identifikasi faktor risiko ketidakseimbagnan cairan (mis: prosedur pembedahan mayor, trauma/perdarahan, luka bakar, apheresis, obstruksi intestinal, peradangan pancreas, penyakit ginjal dan kelenjar, disfungsi intestinal)
  • Atur interval waktu pemantauan sesuai dengan kondisi pasien
  • Dokumentasikan hasil pemantauan
  • Jelaskan tujuan dan prosedur pemantauan
  • Dokumentasikan hasil pemantauan

Referensi :

  1. Taylor K & Jones EB. 2022. Adult Dehydration. Treasure Island (FL): StatPearls Publishing.
  2. Tabitha Cumpian, MSN, RN. 2021. Fluid Volume Deficit (Dehydration) Nursing Diagnosis & Care Plan.
  3. Gil Wayne BSN, RN. 2022. Deficient Fluid Volume (Dehydration) Nursing Care Plan. Nurses Labs
  4. Strachan SR & Morris LF. 2017. Management of severe dehydration. J Intensive Care Soc. Aug;18(3):251-255. doi: 10.1177/1751143717693859. 
  5. Vega RM & Avva U. 2022. Pediatric Dehydration. Treasure Island (FL): StatPearls Publishing.
  6. Popkin BM, et al. 2010. Water, hydration, and health. Nutr Rev. Aug;68(8):439-58. doi: 10.1111/j.1753-4887.2010.00304.x.
  7. PPNI, 2017.  Standart Diagnosis Keperawatan Indonesia (SDKI) edisi 1 cetakan II. DPP PPNI. Jakarta
  8. PPNI, 2018.  Standart Intervensi Keperawatan Indonesia edisi (SIKI) 1 cetakan II. DPP PPNI. Jakarta
  9. PPNI, 2019.  Standart  Luaran Keperawatan Indonesia (SLKI) edisi 1 cetakan II. DPP PPNI. Jakarta

Ns.Radliyatul Fahmi, S.Kep
Ns.Radliyatul Fahmi, S.Kep Perawat Rumah Sakit Umum Daerah Provinsi Nusa Tenggara Barat