Widget HTML #1

Askep Pneumotoraks Pendekatan SDKI SLKI dan SIKI

Pneumotoraks merupakan kumpulan udara yang terakumulasi antara pleura parietal dan visceral di dalam rongga toraks. Akumulasi udara ini dapat memberikan tekanan pada paru-paru dan membuatnya kolaps. Kondisi ini bisa terjadi karena traumatik atau spontan. Pada tulisan ini kita akan membahas secara singkat mengenai konsep medik dan konsep asuhan keperawatan, mulai dari definisi, etiologi, sampai penanganan dan askep pneumotoraks.

Asuhan Keperawatan Pneumotoraks
by BruceBlaus on wikimedia.org

Pneumotoraks, Konsep Medik dan Asuhan Keperawatan (Askep)

Definisi

Pneumotoraks adalah kumpulan udara bebas di rongga dada (rongga toraks) antara pleura parietal dan viseral yang menyebabkan paru-paru kolaps.Pneumotoraks dapat terjadi dengan sendirinya tanpa adanya penyakit yang mendasari, ini disebut pneumotoraks spontan. Pneumotoraks juga dapat terjadi karena cedera atau penyakit paru-paru yang mendasari.

Pneumotoraks spontan kecil dapat sembuh tanpa pengobatan. Namun pneumotoraks yang timbul akibat penyakit atau cedera paru-paru memerlukan perawatan segera dan merupakan kegawat daruratan.

Banyaknya udara atau gas yang terjebak dalam ruang intrapleural menentukan tingkatan kolaps paru-paru. Pneumotoraks juga bisa diklasifikasikan menjadi terbuka atau tertutup. Pada pneumotoraks terbuka (biasanya akibat trauma), udara mengalir antara ruang pleural dan luar tubuh.

Pada pneumotoraks tertutup, udara mencapai ruang pleural langsung dari paru-paru. Pada Tension pneumotoraks, udara dalam ruang pleural bertekanan lebih rendah daripada udara di paru-paru dan struktur vaskular yang berdekatan. Tanpa penanganan yang cepat dan tepat, tension pneumotoraks yang besar akan menyebabkan kerusakan pulmoner atau sirkulatorik fatal.

Epidemiologi

Pneumotoraks spontan primer kebanyakan terjadi pada usia 20-30 tahun, insiden di Amerika Serikat adalah 7 per 100.000 pria dan 1 per 100.000 wanita per tahun. Mayoritas kekambuhan terjadi dalam tahun pertama, dan insiden berkisar antara 25% sampai 50%.

Pneumotoraks spontan sekunder lebih banyak ditemukan pada pasien usia tua 60-65 tahun. Insidennya adalah 6,3 dan 2 kasus untuk pria dan wanita per 100.000 pasien,dengan rasio pria dan wanita adalah 3:1. PPOK memiliki insiden 26 pneumotoraks per 100.000 pasien. Resiko pneumotoraks spontan pada perokok berat adalah 102 kali lebih tinggi daripada bukan perokok.

Penyebab utama pneumotoraks iatrogenik adalah aspirasi jarum transtoraks, biasanya untuk biopsi. Penyebab utama kedua adalah kateterisasi vena sentral. Jenis pneumotoraks Ini terjadi lebih sering daripada pneumotoraks spontan, dan jumlahnya meningkat seiring dengan berkembangnya modalitas perawatan intensif. Insiden pneumotoraks iatrogenik adalah 5 per 10.000  pasien di rumah sakit.

Insiden tension pneumotoraks lebih sulit ditentukan karena sepertiga kasus di pusat trauma menjalani torakostomi jarum dekompresi sebelum mencapai rumah sakit, dan tidak semuanya mengalami tension pneumotoraks.

Penyebab

Faktor risiko pneumotoraks spontan primer

  • Merokok
  • Kehamilan
  • Sindrom Marfan
  • Pneumotoraks familial

Faktor Penyakit yang berhubungan dengan pneumotoraks spontan sekunder

  • Pneumonia nekrotikans
  • Tuberkulosis
  • Sarkoidosis
  • Fibrosisi Kistik
  • Karsinoma bronkogenik
  • Fibrosis paru idiopatik
  • ARDS parah
  • Histiositosis sel Langerhans
  • Limfangioleiomiomatosis
  • Penyakit pembuluh darah kolagen
  • Penggunaan obat inhalasi seperti kokain atau mariyuana
  • Endometriosis toraks

Penyebab pneumotoraks Iatrogenik

  • Biopsi pleura
  • Biopsi paru transbronkial
  • Biopsi nodul paru transtorakal
  • Pemasangan kateter vena sentral
  • Trakeostomi
  • Blok saraf interkostal
  • Ventilasi tekanan positif

Penyebab pneumotoraks traumatis

  • Patah tulang rusuk
  • Menyelam atau terbang

Penyebab tension pneumotoraks

  • Trauma Tumpul atau trauma tembus dada
  • Barotrauma karena ventilasi tekanan positif
  • Trakeostomi perkutan
  • Konversi pneumotoraks spontan menjadi ketegangan
  • Buka pneumotoraks saat pembalut oklusif bekerja sebagai katup satu arah

Penyebab pneumomediastinum

  • Asma
  • Proses kelahiran
  • Gangguan traumatis pada mukosa orofaringeal atau esofagus

Tanda dan gejala

Tanda dan gejala pasien dengan pneumotoraks bervariasi tergantung pada jenis pneumotoraks yang dialami.  Tanda dan gejala yang muncul  bisa riingan  hingga gangguan pernapasan yang mengancam jiwa. Berikut tanda dan gejala yang bisa muncul pada pasien pneumotoraks:

  • Pneumotoraks spontan: Tidak ada tanda atau gejala klinis pada pneumotoraks spontan primer sampai bleb pecah dan menyebabkan pneumotoraks. Tanda dan gejala yang muncul  adalah nyeri dada akut dan sesak napas, terutama dengan pneumotoraks spontan sekunder
  • Pneumotoraks Iatrogenik: Gejala yang mirip dengan pneumotoraks spontan, tergantung pada usia pasien, adanya penyakit paru yang mendasari, dan luasnya pneumotoraks
  • Tension pneumotoraks: Hipotensi, hipoksia, nyeri dada, dispnea
  • Pneumotoraks katamenial: Wanita berusia 30-40 tahun dengan onset gejala dalam waktu 48 jam setelah menstruasi, pneumotoraks sisi kanan, dan kekambuhan
  • Pneumomediastinum: Harus dibedakan dari pneumotoraks spontan,  pasien mungkin memiliki gejala nyeri dada, batuk terus-menerus, sakit tenggorokan, disfagia, sesak napas, atau mual/muntah

Diagnosis

Anamnesis dan pemeriksaan fisik menjadi kunci untuk menegakkan diagnosis pneumotoraks. Pemeriksaan pasien dengan kondisi ini dapat mengungkapkan diaphoresis dan sianosis dalam kasus tension pneumotoraks. Pasien yang terkena juga dapat menunjukan perubahan status mental, seperti penurunan kesadaran.

Temuan pada auskultasi paru bervariasi tergantung pada luasnya pneumotoraks. Temuan pernapasan yang bisa muncul antara lain:

  • Distres pernapasan  atau henti napas
  • Takipnea atau bradipnea sebagai peristiwa preterminal.
  • Ekspansi paru asimetris, pergeseran mediastinum dan trakea ke sisi kontralateral terutama pada tension pneumotoraks.
  • Bunyi napas menjauh  atau tidak ada,  Suara paru menurun atau tidak ada secara unilateral.
  • Suara paru minimal ditransmisikan dari hemitoraks yang tidak terpengaruh dengan auskultasi pada garis midaksilaris
  • Hyperresonance pada perkusi
  • Fremitus taktil berkurang
  • Suara paru tambahan seperti  krekels ipsilateral, mengi

Temuan kardiovaskular mungkin muncul antara lain:

  • Takikardia: Temuan paling umum,  jika denyut jantung lebih cepat dari 135 denyut / menit, kemungkinan tension pneumotoraks
  • Pulsus paradoksus
  • Hipotensi: Tidak selalu muncul, meskipun biasanya dianggap sebagai tanda kunci dari tension pneumotoraks, hipotensi dapat tertunda atau mendahului kolaps kardiovaskular
  • Distensi vena jugularis: Umumnya terlihat pada tension pneumotoraks, mungkin tidak ada jika pasien mengalami hipotensi parah
  • Pergeseran apikal jantung: Temuan langka
Temuan yang sering muncul pada jenis pneumotoraks tertentu:
  • Pada pneumotoraks spontan dan iatrogenik sering ditemukan Takikardia . kadang muncul takipnea dan hipoksia.
  • Pada tension pneumotoraks sering ditemukan nyeri dada, takikardia, masuknya udara ipsilateral pada auskultasi,  suara nafas tidak ada pada hemitoraks yang terkena, trakea mungkin menyimpang dari sisi yang terkena,  toraks mungkin hiperresonan,  distensi vena jugularis dan mungkin ada distensi abdomen.
  • Pada pneumomediastinum mungkin ditemukan emfisema subkutan, dan tanda Hamman (suara berderak prekordial yang sinkron dengan detak jantung dan sering ditekankan selama ekspirasi)


Pemeriksaan Penunjang

Meskipun pemeriksaan laboratorium dan pencitraan membantu menentukan diagnosis,pada kasus tension pneumotoraks diagnosis klinis ditegakan berdasarkan presentasi klinis pasien. Kecurigaan tension pneumotoraks terutama pada stadium lanjut, memerlukan pengobatan segera dan tidak memerlukan pemeriksaan diagnostik yang berkepanjangan.

Analisa  gas darah arteri (ABG) mengukur derajat keasaman, hiperkarbia, dan hipoksemia, yang kejadiannya tergantung pada tingkat gangguan kardiopulmoner pada saat pengambilan. Analisa gas darah tidak menggantikan diagnosis fisik, pengobatan juga tidak boleh ditunda sambil menunggu hasil jika dicurigai pneumotoraks simtomatik. Namun, analisa gas darah mungkin berguna dalam mengevaluasi hipoksia dan hiperkarbia dan asidosis respiratorik.

Ketika seseorang dicurigai mengalami  pneumotoraks, konfirmasi dengan radiografi dada memberikan informasi tambahan di luar konfirmasi, seperti tingkat pneumotoraks, penyebab potensial, dan bantuan dengan rencana terapi.

Pemeriksaan radiologis berikut dapat digunakan untuk mengevaluasi dugaan pneumotoraks:

  • Radiografi dada  anteroposterior atau lateral
  • Esofagografi Jika mual muntah adalah peristiwa pencetusnya
  • CT Scan Dada
  • Ultrasonografi dada

Penanganan

  • Jika kolaps paru-paru kurang dari 30%, penanganan terdiri dari istirahat di ranjang, pemberian oksigen, dan bisa juga aspirasi udara dengan jarum kaliber-besar yang digunakan pada alat suntik.
  • Jika bagian paru-paru yang kolaps lebih dari 30%, penanganannya terdiri dari pemasukan pipa torakostomi dalam ruang kedua atau ketiga interkostal di saturan midklavikular, yang tersambung dengan segel di dalam air dan pengisapan tekanan-rendah.
  • Pneumotoraks yang kambuh secara spontan bisa ditangani dengan instilasi agens sklerosis melalui pipa torakostomi atau saat torakostomi.
  • Torakotomi dan pleurektomi bisa dilakukan untuk mencegah rekurensi dengan membuat paru-paru melekat pada pleura parietal.
  • Tension Pneumotoraks traumatik membutuhkan drainase pipa dada.
  • Pneumotoraks traumatik juga bisa membutuhkan perbaikan melalui pembedahan.

Asuhan Keperawatan (Askep Pneumotoraks)

Pengkajian Asuhan Keperawatan

Pada saat melakukan Askep Pneumotoraks, perawat harus menilai hal-hal berikut:

  • Penjajaran trakea.
  • Ekspansi dada.
  • Suara nafas.
  • Perkusi dada.

Masalah Keperawatan

Berdasarkan data pengkajian pada askep pneumotoraks, diagnosa keperawatan utama yang biasa muncul pada pasien adalah :

  • Nyeri akut berhubungan dengan tekanan positif pada rongga pleura.
  • Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan distres pernafasan.
  • Perfusi jaringan perifer tidak efektif berhubungan dengan hipoksemia berat.
  • Ansietas berhubungan dengan kesulitan bernafas.

Intervensi Asuhan Keperawatan

Beberapa intervensi keperawatan yang bisa diberikan pada askep pneumotorak antara lain:

  • Lihat apakah pasien pucat, terengah-engah, atau mengalami nyeri dada. Secara seksama, pantau tanda vital setidaknya setiap jam untuk mengindikasikan syok, distres respiratorik yang semakin parah, atau pergeseran mediastinal. Dengarkan bunyi napas di kedua paru-paru. Tekanan darah yang turun dan denyut nadi dan tingkat respiratorik yang naik bisa mengindikasikan pneumotoraks tensi, yang bisa berakibat fatal jika tidak ditangani dengan cepat dan tepat.
  • Setelah pipa dada ditempatkan, minta pasien batuk dan bernapas dalam (setidaknya sekali dalam satu jam) untuk mempermudah ekspansi paru-paru. Beri analgesik dan ajari pasien cara meregangkan ototnya (Splinting) untuk mempermudah bernapas.
  • Pada pasien yang menjalani drainase pipa dada, lihat adakah kebocoran udara terus-menerus (penggelembungan), yang rnengindikasikan bahwa kelainan paru-paru gagal menutup, dan kondisi ini bisa membutuhkan pembedahan.
  • Periksa daerah di sekitar leher untuk melihat adakah emfisema subkutaneus yang semakin parah atau periksa tempat masuknya pipa untuk melihat adakah dedas di balik kulit.
  • Jika pasien sedang menggunakan ventilator. lihat apakah ia sulit bernapas di saat yang sama dengan ventilator dan juga perubahan tekanan di meteran ventilator.
  • Ganti pembalut di sekitar tempat masuknya pipa dada seperlunya. Berhati-hatilah untuk tidak memosisikan kembali atau mencabut pipa.
  • Jika pipa tercabut, segera balut lubang dengan kasa petroleum untuk mencegah kolaps cepat pada paru-paru.
  • Periksalah tanda vital secara rutin setelah torakotomi. Selama 24 jam pertama, periksa juga bunyi napas tiap jam untuk mengkaji status respiratorik.
  • Periksa adakah kebocoran di tempat masuknya pipa dada, dan catat banyak dan warna drainase.
  • Bantu pasien berjalan semampunya (biasanya di hari pertama setelah operasi)  untuk mempermudah inspirasi dalam dan ekspansi paru-paru.
  • Beri keyakinan pada pasien, dan jelaskan mengenai pneumotoraks, penyebabnya, dan uji dan prosedur apa yang digunakan untuk membantu diagnosis.
  • Buat pasien senyaman mungkin. (Pasien pneumotoraks biasanya merasa paling nyaman saat duduk tegak lurus.

Update Askep Pneumotoraks SDKI SLKI SIKI

Diagnosa, Luaran dan  Intervensi Keperawatan

1.Pola napas Tidak Efektif b/d Hambatan Upaya napas (D.005)

Luaran: Pola Napas Membaik (L.01004)

  • Ventilasi semenit meningkat
  • Kapasitas Vital meningkat
  • Diameter thoraks anterior posterior meningkat
  • Tekanan Inspirasi dan ekspirasi meningkat
  • Dispnea dan penggunaan otot bantu pernapasan menurun
  • Pemanjangan fase ekspirasi menurun
  • Ortopnea menurun
  • Pernapasan pursed-lip menurun
  • Pernapasan cuping hidung menurun
  • Frekuensi napas membaik
  • kedalaman napas membaik

Intervensi:

a.Pemantauan Respirasi (I.01014)

  • Monitor frekuensi, irama, kedalaman, dan upaya napas
  • Monitor pola napas (seperti bradipnea, takipnea, hiperventilasi, Kussmaul, Cheyne-Stokes, Biot, ataksia
  • Monitor kemampuan batuk efektif
  • Monitor adanya produksi sputum
  • Monitor adanya sumbatan jalan napas
  • Palpasi kesimetrisan ekspansi paru
  • Auskultasi bunyi napas
  • Monitor saturasi oksigen
  • Monitor nilai AGD
  • Monitor hasil x-ray toraks
  • Atur interval waktu pemantauan respirasi sesuai kondisi pasien
  • Dokumentasikan hasil pemantauan
  • Jelaskan tujuan dan prosedur pemantauan
  • Informasikan hasil pemantauan, jika perlu
b. Manajemen Jalan Napas (I.01011)
  • Monitor pola napas (frekuensi, kedalaman, usaha napas)
  • Monitor bunyi napas tambahan 
  • Pertahankan kepatenan jalan napas dengan head-tilt dan chin-lift (jaw-thrust jika curiga trauma cervical)
  • Posisikan semi-Fowler atau Fowler
  • Berikan minum hangat
  • Lakukan hiperoksigenasi sebelum Penghisapan endotrakeal
  • Keluarkan sumbatan benda padat dengan forsepMcGill
  • Berikan oksigen, jika perlu

2. Nyeri Akut b/d Agen Pencedara Fisik (D.0077)

Luaran: Tingkat Nyeri menurun (L.08066)
  • Keluhan nyeri menurun
  • Meringis, sikap protektif, dan gelisah menurun
  • Kesulitan tidur menurun
  • Anoreksia menurun
  • Mual muntah menurun
  • Frekuensi nadi dan tekanan darah membaik
  • Nafsu makan dan pola tidur membaik
Intervensi: Manajemen Nyeri (I. 08238)
  • Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas, intensitas nyeri
  • Identifikasi skala nyeri
  • Identifikasi respon nyeri non verbal
  • Identifikasi faktor yang memperberat dan memperingan nyeri
  • Identifikasi pengetahuan dan keyakinan tentang nyeri
  • Identifikasi pengaruh budaya terhadap respon nyeri
  • Identifikasi pengaruh nyeri pada kualitas hidup
  • Monitor keberhasilan terapi komplementer yang sudah diberikan
  • Monitor efek samping penggunaan analgetik
  • Berikan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi rasa nyeri (mis. TENS, hypnosis, akupresur, terapi musik, biofeedback, terapi pijat, aroma terapi, teknik imajinasi terbimbing, kompres hangat/dingin, terapi bermain)
  • Kontrol lingkungan yang memperberat rasa nyeri (mis. Suhu ruangan, pencahayaan, kebisingan)
  • Fasilitasi istirahat dan tidur
  • Pertimbangkan jenis dan sumber nyeri dalam pemilihan strategi meredakan nyeri
  • Jelaskan penyebab, periode, dan pemicu nyeri
  • Jelaskan strategi meredakan nyeri
  • Anjurkan memonitor nyeri secara mandiri
  • Anjurkan menggunakan analgetik secara tepat
  • Ajarkan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi rasa nyeri
  • Kolaborasi pemberian analgetik, jika perlu

3. Resiko Perfusi Perifer tidak efektif b/d Trauma (D.0015)

Luaran: Perfusi Perifer Meningkat (L.02011)
  • Denyut nadi perifer meningkat
  • Warna kulit pucat menurun
  • Pengisian kapiler membaik 
  • Akral dan turgor kulit membaik
  • Tekanan darah dan arteri rata-rata membaik
  • Indeks ankle-brachial membaik

Intervensi: 

a. Pencegahan Syok (I.14545)

  • Monitor status kardiopulmunal seperti frekwensi dan kekuatan nadi, frekwensi nafas, TD, dan MAP
  • Monitor status oksigenasi seperti oksimetri nadi dan  AGD
  • Monitor status cairan seperti masukan dan haluaran, turgor kulit, dan CRT
  • Monitor tingkat kesadaran dan respon pupil
  • Berikan oksigen untuk mempertahankan saturasi oksigen >94%
  • Persiapan intubasi dan ventilasi mekanik, jika perlu
  • Pasang jalur IV, jika perlu
  • Pasang kateter urine untuk menilai produksi urin, jika perlu
  • Jelaskan penyebab/ faktor resiko syok
  • Jelaskan atnda dan gejala awal syok
  • Anjurkan melapor jika menemukan/ merasakan tanda dan gejala syok

b. Perawatan Sirkulasi (I.02079)

  • Periksa sirkulasi perifer seperti  Nadi perifer, pengisian kalpiler, warna, suhu, angkle brachial index
  • Identifikasi faktor resiko gangguan sirkulasi seperti  Diabetes, perokok, orang tua, hipertensi dan kadar kolesterol tinggi
  • Monitor panas, kemerahan, nyeri, atau bengkak pada ekstremitas
  • Lakukan hidrasi
  • Informasikan tanda dan gejala darurat yang harus dilaporkan seperti  Rasa sakit yang tidak hilang saat istirahat dan hilangnya sensasi rasa.
Referensi:
  1. McKnight CL, Burns B. 2021.  Pneumothorax. Treasure Island (FL): StatPearls Publishing.  https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK441885/
  2. Brian J Daley. 2020. Pneumothorax. Med Scape. https://emedicine.medscape.com/article/424547-overview
  3. George Schiffman MD. 2019. Coplaps Lung (Pneumothorax). Symtoms, Causes, and Prognosis. Medicine Net.
  4. Matt Vera. 2021. 3 Hemothorax and Pneumothorax Nursing Care Plans. Nurses Labs. 
  5. Pamela.C.A.et.al.2008. Nursing: Understanding Disease. Lippincott William & Wilkins : Norristown Road.
  6. Blausen.com staff (2014). Medical gallery of Blausen Medical 2014. WikiJournal of Medicine 1 (2). DOI:10.15347/wjm/2014.010. ISSN 2002-4436
  7. PPNI, 2017.  Standart Diagnosis Keperawatan Indonesia (SDKI) edisi 1 cetakan II. DPP PPNI. Jakarta
  8. PPNI, 2018.  Standart Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI) edisi 1 cetakan II. DPP PPNI. Jakarta
  9. PPNI, 2019.  Standart I Luaran Keperawatan Indonesia (SLKI) edisi 1 cetakan II. DPP PPNI. Jakarta

Zul Hendry
Zul Hendry Dosen Program Studi Keperawatan di Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Yarsi Mataram