Widget HTML #1

Askep Nyeri Akut dan Kronis Sdki Slki Siki

Nyeri pada setiap individu biasanya berbeda beda dan cenderung bersifat subyektif, bisa di definisikan sebagai sensasi tidak menyenangkan yang dapat berkisar dari ketidaknyamanan ringan yang terlokalisasi hingga perasaan menderita, memiliki komponen fisik dan emosional. Pada tulisan ini Repro Note akan merangkum mengenai askep nyeri akut dan kronis menggunakan pendekatan Sdki Slki Siki.

Tujuan

  • Memahami Konsep nyeri akut dan kronis mencakup definisi, jenis, perspektif, fisiologi, dan penatalaksanaannya
  • Memahami proses pengkajian keperawatan pada askep nyeri akut dan kronis
  • Memahami diagnosa keperawatan pada askep nyeri akut dan kronis menggunakan pendekatan Sdki
  • Memahami luaran dan kriteria hasil pada askep nyeri akut dan kronis menggunakan pendekatan pendekatan Slki
  • Melaksanakan intervensi keperawatan pada askep nyeri akut dan kronis menggunakan pendekatan Siki
  • Melakukan evaluasi keperawatan pada askep nyeri akut dan kronis
  • Melaksanakan edukasi pasien dan keluarga pada askep nyeri akut dan kronis  

Askep Nyeri Pendekatan Sdki Slki Siki

Konsep Teori dan Askep Nyeri

Pendahuluan

Nyeri mungkin merupakan keluhan simtomatik yang paling umum dilaporkan oleh pasien. Membedakan antara istilah nosisepsi dan nyeri adalah bermanfaat. Nosisepsi mengacu pada deteksi rangsangan berbahaya oleh nosiseptor, diikuti oleh transduksi dan transmisi informasi saraf sensorik dari perifer ke otak.

Sebagai perbandingan, rasa nyeri mengacu pada produk dari pemrosesan pusat otak yang lebih tinggi dimana memerlukan pengalaman emosional dan sensorik yang sebenarnya tidak menyenangkan yang dihasilkan dari sinyal saraf.

Laporan nyeri dengan demikian bukan hanya output langsung dari nosisepsi, mereka melibatkan interaksi dengan banyak input  seperti perhatian, dimensi afektif, variabel otonom, variabel imun dan banyak lagi, dan dapat dianggap lebih akurat dari perspektif neuromatrix.

Pada tahun 1965, teori gate kontrol Melzack-Wall menekankan mekanisme dalam sistem saraf pusat yang mengontrol persepsi stimulus berbahaya, dan dengan demikian mengintegrasikan proses hulu aferen dengan modulasi hilir dari otak.

Namun, teori ini tidak memasukkan perubahan jangka panjang dalam sistem saraf pusat pada input berbahaya dan faktor eksternal lain yang menimpa individu. Sekarang diketahui secara luas bahwa fungsi nosiseptor diubah oleh proses inflamasi yang menjadi ciri daerah cedera jaringan.

Proses dinamis ini biasanya bersifat sementara dan ada saat tubuh menyembuhkan area cedera. Pengubah aktivitas nosiseptor juga bersifat sementara. Namun, Dubner dan Ruda menunjukkan bahwa masukan nosiseptif yang besar dapat secara permanen mengubah fungsi sumsum tulang belakang dan dapat menyebabkan nyeri kronis setelah cedera akut.

Definisi

Berikut adalah beberapa  pendapat beberapa ahli tentang pengertian nyeri:

  • Long (1996), nyeri adalah perasaan tidak nyaman yang sangat subyektif dan hanya orang yang mengalaminya yang dapat menjelaskan dan mengevaluasi perasaan tersebut.
  • Priharjo (1992), nyeri adalah perasaan tidak nyaman baik ringan maupun berat
  • Mc.Coffery (1979), nyeri adalah suatu keadaan yang mempengaruhi seseorang yang keberadaannya diketahui hanya jika orang tersebut pernah mengalaminya.
  • Arthur C. Cutton (1983), nyeri adalah suatu mekanisme produksi bagi tubuh, timbul ketika jaringan sedang rusak, dan menyebabkan individu tersebut bereaksi untuk menghilangkan rangsangan tersebut.
  • Wolf Weifsel feurst (1974), nyeri adalah suatu perasaan menderita secara fisik dan mental atau perasaan atau perasaan yang bisa menimbulkan ketegangan.
  • International Association For Study of Pain (IASP), nyeri adalah sensori subjektif dan emosional yang tidak menyenangkan yang didapat terkait dengan kerusakan jaringan aktual maupun potensial, atau menggambarkan kondisi terjadinya kerusakan.

Perspektif  Nyeri

Protektif

Pertama, adanya rasa nyeri yang merupakan sistem perlindungan fisiologis peringatan dini, penting untuk mendeteksi dan meminimalkan kontak dengan rangsangan yang merusak atau berbahaya.

Kondisi ini adalah rasa nyeri yang kita rasakan ketika menyentuh sesuatu yang terlalu panas, dingin, atau tajam. Karena nyeri ini berkaitan dengan penginderaan rangsangan berbahaya, hal ini disebut nyeri nosiseptif, nyeri ambang batas tinggi yang hanya diaktifkan dengan adanya rangsangan intens.

Aparatus neurobiologis yang menghasilkan nyeri nosiseptif berevolusi dari kapasitas sistem saraf yang paling primitif sekalipun untuk memberi sinyal kerusakan jaringan yang akan datang atau yang sebenarnya dari rangsangan lingkungan.

Peran protektifnya menuntut perhatian dan tindakan segera, yang terjadi berdasarkan refleks penarikan yang diaktifkannya, ketidaknyamanan intrinsik dari sensasi yang ditimbulkan, dan penderitaan emosional yang ditimbulkannya.

Nyeri nosiseptif muncul sebagai sesuatu yang harus dihindari sekarang dan ketika terlibat, sistem mengesampingkan sebagian besar fungsi saraf lainnya.

Adaptif

Perspektif rasa nyeri yang kedua bersifat adaptif. Dengan meningkatkan sensitivitas sensorik setelah kerusakan jaringan yang tak terhindarkan, rasa sakit ini membantu penyembuhan bagian tubuh yang terluka dengan menciptakan situasi yang menghambat kontak fisik dan gerakan.

Hipersensitivitas nyeri  atau nyeri tekan, mengurangi risiko kerusakan lebih lanjut dan meningkatkan pemulihan, seperti setelah luka bedah atau pada sendi yang meradang, di mana rangsangan yang biasanya tidak berbahaya sekarang menimbulkan rasa sakit.

Nyeri ini disebabkan oleh aktivasi sistem imun oleh cedera jaringan atau infeksi, dan oleh karena itu disebut nyeri inflamasi. Memang, rasa nyeri adalah salah satu ciri utama peradangan. Meskipun nyeri ini bersifat adaptif, nyeri ini masih perlu dikurangi pada pasien dengan peradangan tertentu yang sedang berlangsung, seperti rheumatoid arthritis atau dalam kasus cedera parah atau luas.

Maladaptif

Nyeri maladaptif terjadi akibat fungsi sistem saraf yang tidak normal. Nyeri patologis ini bukan merupakan gejala dari beberapa gangguan melainkan suatu keadaan penyakit pada sistem saraf, dapat terjadi setelah kerusakan sistem saraf (nyeri neuropatik), tetapi juga dalam kondisi di mana tidak ada kerusakan atau peradangan seperti itu (nyeri disfungsional).

Kondisi yang menimbulkan nyeri disfungsional termasuk fibromyalgia, sindrom iritasi usus besar, sakit kepala tipe tegang, penyakit sendi temporomandibular, sistitis interstisial, dan sindrom lain di mana terdapat nyeri substansial tetapi tidak ada stimulus berbahaya dan tidak ada patologi inflamasi perifer.

Sindrom nyeri klinis dengan kebutuhan terbesar yang tidak terpenuhi, nyeri patologis sebagian besar merupakan konsekuensi dari sinyal sensorik yang diperkuat di sistem saraf pusat dan merupakan nyeri ambang rendah.

Dengan analogi, jika nyeri adalah alarm kebakaran, tipe nosiseptif akan diaktifkan dengan tepat hanya dengan adanya panas yang hebat, nyeri inflamasi akan diaktifkan oleh suhu hangat, dan nyeri patologis akan menjadi alarm palsu yang disebabkan oleh malfungsi sistem itu sendiri.

Fisiologi Nyeri

Perambatan Nyeri

Rangsangan nyeri dihantarkan oleh reseptor yang disebut nosiseptor. Nosiseptor merupakan ujung syaraf perifer yang bebas dan tidak bermielin atau hanya memiliki sedikit mielin.

Reseptor ini tersebar di kulit dan mukosa, khususnya pada visera, persendian, dinding arteri, hati dan kandung empedu. Proses fisiologi yang terkait dengan nyeri disebut nosisepsi.

Proses ini terdiri atas empat tahap sebagai berikut:

  • Transduksi : Rangsangan stimulus yang membahayakan memicu pelepasan mediator biokimia seperti histamin, prostaglandin, dan substansi P
  • Transmisi : Stimulasi yang diterima oleh reseptor ditransmisikan berupa impuls nyeri dari serabut syaraf perifer ke medulla spinalis. Nyeri ditransmisikan dari medula spinalis ke batang otak dan talamus melalui jalur spinotalamus (spinotalamic tract atau SST) yang membawa informasi tentang sifat dan lokasi
  • Persepsi : Individu mulai menyadari adanya nyeri dan tampaknya persepsi ersebut terjadi di struktur konteks sehingga memungkinkan timbulnya berbagai strategi perilaku kognitif untuk mengurangi komponen sensorik dan afektif.
  • Modulasi : Neuron di batang otak mengirimkan sinyal-sinyal kembali ke tanduk dorsal medulla spinalis yang terkonduksi dengan nosiseptor impuls supresif.  Serabut desendens tersebut melepaskan substansi seperti opoud, serotonin, dan norepineprin yang akan menghambat impuls asendens yang membahayakan di bagian dorsal medulla spinalis.

Respon Seluler

Ketika rangsangan termal, mekanik, atau kimia mencapai intensitas berbahaya sugestif cedera, mereka dideteksi oleh nosiseptor, yang merupakan subpopulasi dari serabut saraf perifer yang ditemukan di kulit, sendi, jeroan, tulang, dan otot.

Jaringan yang rusak melepaskan dan menghasilkan banyak faktor yang pada gilirannya mengaktifkan ujung saraf. Faktor-faktor ini termasuk globulin, protein kinase, asam arakidonat, histamin, faktor pertumbuhan saraf (NGF), zat P (SP), peptida terkait gen kalsitonin (CGRP), antara lain.

Faktor-faktor ini merangsang saluran transduser, dengan saluran potensial reseptor transien (TRP) menjadi contoh utama. Saluran TRP berfungsi mirip dengan saluran kalium berpintu tegangan atau saluran berpintu nukleotida dan dengan demikian membantu menginisiasi potensial reseptor, akibatnya menginduksi potensial aksi di serabut saraf.

Dua kelas utama nosiseptor yaitu aferen bermielin diameter sedang (A-delta) yang menyampaikan nyeri cepat akut yang terlokalisasi dengan baik dan serat “C” berdiameter kecil tidak bermielin yang menyampaikan nyeri lambat yang tidak terlokalisasi.

Berdasarkan studi elektrofisiologi, nosiseptor A-delta dapat dibagi lagi menjadi kelas A-delta Tipe I dan Tipe II. Tipe I A-delta nociceptors berfungsi untuk merespon rangsangan mekanik dan kimia tetapi umumnya mendeteksi panas hanya pada ambang batas yang lebih tinggi (lebih dari 50 derajat C).

Sebaliknya, nosiseptor A-delta Tipe II memiliki kepekaan yang jauh lebih besar terhadap panas tetapi memiliki ambang mekanis yang sangat tinggi. Jadi, dalam situasi rangsangan mekanis langsung seperti tusukan jarum, nosiseptor A-delta Tipe I diprovokasi terlebih dahulu, sedangkan, dalam kasus panas berbahaya akut, aktivitas nosiseptor A-delta Tipe II kemungkinan pertama kali dipicu.

Mirip dengan nosiseptor A-delta, sebagian besar serat C yang tidak bermielin adalah polimodal dan dengan demikian merespons rangsangan berbahaya mekanis dan termal. Nociceptors diam juga termasuk dalam kelas nosiseptor ini. Aferen ini merespon lebih sensitif terhadap rangsangan kimia misalnya capsaicin dan histamin, tetapi secara mekanis tidak responsif kecuali didahului oleh cedera jaringan.

Sistem Organ

Nosiseptor terdapat pada organ visera, kulit, sendi, tulang, dan otot, namun tidak ada nosiseptor yang ditemukan di Susunan Saraf Pusat. Inilah alasan mengapa kraniotomi sadar dapat dilakukan, dan tidak menyakitkan bagi pasien.

Penting juga untuk dipahami bahwa modalitas sensorik spesifik yang mengarah ke nosiseptif berbeda tergantung pada jenis jaringan, yaitu:

  • Pada kulit : rangsangan berbahaya umumnya termal, mekanik (misalnya, luka), dan kimia (misalnya, alergen eksogen)
  • Pada persendian : rangsangan berbahaya biasanya berasal dari stres mekanis (misalnya, torsi sendi yang berlebihan) dan peradangan kimia
  • Pada organ visceral: distensi mekanis, traksi, serta iritasi kimia biasanya bertanggung jawab atas sinyal nosiseptif.
  • Pada otot : aktivitas mekanis yang berat (misalnya, gaya tumpul, peregangan berlebihan) dan modalitas kimia adalah yang paling umum.

Transduksi sinyal nosiseptif ke otak inilah yang menimbulkan persepsi nyeri. Gejala biopsikososial kompleks nyeri terjadi di daerah kortikal dan subkortikal, seperti talamus, amigdala, hipotalamus, abu-abu periaqueductal, ganglia basal dan area korteks serebral.

Sementara dalam situasi khas, nosiseptif biasanya mendahului persepsi nyeri, ada keadaan klinis di mana proses ini tidak tumpang tindih. Nosisepsi dapat terjadi tanpa kesadaran nyeri berikutnya, dan nyeri dapat hadir tanpa stimulus berbahaya yang mendasarinya secara terukur.

Misalnya, yang pertama dapat diamati setelah trauma parah ketika korban bebas dari rasa sakit meskipun cedera besar.  Yang terakhir dapat diamati dengan individu yang menderita sindrom nyeri fungsional yang melaporkan rasa sakit yang substansial tanpa tanda-tanda kerusakan fisik

Teori Penghantaran Nyeri

Teori Gate Control

Teori gate control dikemukakan oleh Melzack dan well pada tahun 1965. Berdasarkan teori ini, fisiologi nyeri dapat dijelaskan sebagai berikut.

Akar dorsal pada medulla spinalis terdiri atas beberapa lapisan atau laminae yang saling bertautan. Diantara lapisan dua dan tiga terdapat substansia gelatinosa (Substansia Gelatinosa atau SG) yang berperan seperti layaknya pintu gerbang yang memungkinkan atau menghalangi masuknya impuls nyeri menuju otak.

Pada mekanisme ini, rangsangan dihantarkan melalui serabut syaraf kecil. Rangsangan pada syaraf kecil dapat menghambat substansi gelatinosa dan membuka pintu mekanisme sehingga merangsang aktivitas sel T yang selanjutnya akan menghantarkan rangsangan nyeri.

Rangsangan yang dihantarkan melalui syaraf kecil dapat dihambat apabila terjadi rangsangan pada syaraf besar. Rangsangan pada syaraf besar akan mengakibatkan aktivitas substansi gelatinosa meningkat sehingga pintu mekanisme tertutup dan hantaran rangsangan pun terhambat.

Rangsangan yang melalui syaraf besar dapat langsung merambat ke korteks serebri agar dapat diidentifikasikan dengan cepat.

Teori Pemisahan (Specificity)

Rangsangan nyeri masuk melalui ganglion dorsal ke medulla spinalis melalui kornus dorsalis yang bersinaptis di daerah posterior.

Rangsangan tersebut kemudian naik ke tractus lissur dan menyilang di garis median ke sisi lainnya. Rangsangan berakhir di korteks sensoris tempat nyeri tersebut diteruskan. Proses penghantaran ini tidak memperhitungkan aspek fisiologis dan respon nyeri.

Teori Pola (Pattern)

Rangsangan nyeri masuk medulla spinalis melalui ganglion akar dorsal dan merangsang aktifitas sel T yang selanjutnya akan menghantarkan rangsangan tersebut ke korteks serebri.

Nyeri yang terjadi merupakan efek gabungan dari intensitas rangsangan dan jumlah rangsangan pada ujung dorsal medulla spinalis. Proses ini tidak termasuk aspek fisiologis.

Teori transmisi dan Inhibisi

Stimulus yang mengenai nosiseptor memulai transmisi (penghantaran) impuls syaraf. Transmisi ini menjadi efektif karena terdapat neurotransmitter yang spesifik.

Inhibisi impuls juga menjadi efektif karena terdapat impuls pada serabut besar yang menghalangi impuls pada serabut lambat dan sistem supresi opiat endogen.

Stimulus Nyeri

Beberapa faktor yang dapat menjadi stimulus atau menyebabkan nyeri karena menekan reseptor. Contoh faktor-faktor tersebut adalah trauma atau gangguan pada jaringan tubuh, tumor, iskemia pada jaringan dan spasme otot.

Seseorang dapat mentoleransi, menahan nyeri (Pain tolerance), atau dapat mengenali jumlah stimulasi sebelum merasakan nyeri (pain threshold).

Terdapat beberapa jenis stimulus nyeri, diantaranya adalah:

  • Trauma pada jaringan tubuh, misalnya kerusakan jaringan dan iritasi secara langsung pada reseptor
  • Gangguan pada jaringan tubuh, misalnya karena edema, akibat terjadinya penekanan pada reseptor nyeri.
  • Tumor, dapat juga menekan reseptor nyeri
  • Iskemia pada jaringan, misalnya terjadi blokade pada arteri koronaria yang menstimulasi reseptor akibat tertumpuknya asam laktat
  • Spasme otot, dapat menstimulasi nyeri secara mekanik

Jenis Nyeri

Jenis dan karakteristik nyeri pasien memberikan indikasi mengenai patogenesisnya, berguna secara klinis untuk membantu dalam pengelolaan nyeri sebagai gejala dan kemungkinan diagnosis dari kondisi yang mendasarinya.

Nyeri akut

Nyeri akut ditimbulkan oleh cedera substansial jaringan tubuh dan aktivasi transduser nosiseptif di lokasi kerusakan jaringan lokal. Cedera lokal mengubah karakteristik respons nosiseptor, koneksi sentralnya, dan sistem saraf otonom di wilayah tersebut.

Cedera lokal tidak membebani mekanisme reparatif tubuh dan penyembuhan dapat terjadi tanpa intervensi medis. Laporan nyeri berhenti biasanya jauh sebelum penyembuhan selesai.

Namun intervensi medis mungkin berguna dalam dua hal yaitu untuk mencegah atau mengurangi rasa nyeri dan untuk mempercepat proses penyembuhan dengan memperpendek durasi cedera.

Jenis nyeri ini juga terlihat setelah trauma, intervensi bedah, dan beberapa penyakit. Karena proses penyembuhan biasanya memakan waktu beberapa hari atau beberapa minggu, rasa nyeri yang berlangsung selama berbulan-bulan atau bertahun-tahun tidak diklasifikasikan sebagai nyeri akut. Namun, pada penyakit keganasan, invasi ke jaringan tubuh dapat menghasilkan nyeri akut yang terus menerus.

Nyeri kronis

Nyeri kronis seperti nyeri punggung bawah, neuralgia postherpetik, dan fibromyalgia, biasanya dipicu oleh cedera atau penyakit, tetapi dapat disebabkan oleh faktor selain penyebab nyeri.

Cedera mungkin melebihi kemampuan tubuh untuk penyembuhan, karena hilangnya bagian tubuh, luasnya trauma dan jaringan parut berikutnya, atau keterlibatan sistem saraf dalam cedera itu sendiri. Sistem saraf mungkin rusak oleh cedera sedemikian rupa sehingga tidak dapat mengembalikan dirinya ke keadaan normal.

Selain sindrom nyeri kronis, di mana intensitas nyeri tidak sebanding dengan cedera asli atau kerusakan jaringan, sindrom lain dapat terjadi secara spontan tanpa adanya tanda cedera.

Semua jenis nyeri kronis biasanya membuat orang mencari perawatan kesehatan, tetapi seringkali tidak diobati secara efektif. Karena nyeri kronis tidak henti-hentinya, kemungkinan besar stres, lingkungan, dan faktor afektif dapat menyertai jaringan asli yang rusak dan berkontribusi pada intensitas dan persistensi nyeri.

Nyeri kronis berbeda dari nyeri akut karena terapi yang hanya memberikan pereda nyeri sementara tidak menyelesaikan proses patologis yang mendasarinya. Nyeri kronis akan berlanjut ketika pengobatan dihentikan.

Karena penyebab persepsi nyeri seseorang dapat bertahan terlepas dari perawatan medis, bentuk terapi psikologis seperti perawatan kognitif dan perilaku dapat digunakan untuk mengubah efek nyeri pada kehidupan individu.

Ada kemungkinan bahwa seperti otak yang dimodifikasi oleh pengalaman, terutama di awal kehidupan, otak mungkin mampu mengubah cara informasi yang menghasilkan rasa sakit diproses untuk meminimalkan dampaknya. Hal ini bukan terkait durasi rasa nyeri, tapi yang lebih penting adalah kemampuan tubuh untuk mengembalikan fungsi fisiologisnya ke tingkat homoeostatik normal.

Nyeri Alih

Ketika ada persepsi nyeri terjadi di lokasi yang bukan merupakan tempat stimulus, jenis nyeri ini  dikenal sebagai nyeri alih. Contoh klasik dari nyeri alih adalah nyeri yang melibatkan area leher, bahu, dan punggung setelah infark miokard.

Tidak ada konsensus saat ini mengenai mekanisme sebenarnya yang terjadi pada nyeri alih, namun terdapat beberapa teori yang mencoba menjelaskannya.

Nyeri alih dapat bersifat viseral atau somatik, yang pertama menggambarkan nyeri dari suatu organ dan yang terakhir menggambarkan nyeri dari jaringan dalam seperti otot atau sendi.

Dalam teori proyeksi konvergen Ruch tahun 1961, di mana serat nyeri sensorik viseral aferen dan serat somatik memasuki segmen ganglia akar dorsal tulang belakang yang sama dari sumsum tulang belakang, menyebabkan Susunan Saraf Pusat salah menafsirkan rasa sakit sebagai timbul dari suatu tempat di dinding tubuh daripada dari organ visera.

Nyeri alih somatik terjadi ketika struktur tulang belakang seperti cakram atau sendi menerima stimulus berbahaya, dan nyeri selanjutnya ditafsirkan terlokalisasi di jaringan dalam, paling sering pada ekstremitas bawah. Hal ini diduga terjadi oleh neuron yang menginervasi jaringan somatik yang konvergen dengan neuron aferen nosiseptif pada neuron orde kedua yang sama di sumsum tulang belakang.

Nyeri somatik

Bentuk nyeri ini mungkin akut atau kronis dan nyeri diaktifkan oleh nosiseptor di kulit atau jaringan dalam. Pada kasus nyeri somatik kulit, misalnya dalam kasus sayatan kulit, itu digambarkan sebagai tajam atau terbakar dan terlokalisasi dengan baik.

Dalam kasus nyeri somatik yang timbul dari jaringan dalam, seperti pada persendian, tendon, dan tulang, nyeri tersebut digambarkan lebih berdenyut atau nyeri dan kurang terlokalisir.

Nyeri visceral

Nyeri ini timbul terutama dari otgan visera dan struktur somatik dalam misalnya nyeri dari saluran pencernaan. Nyeri viseral yang tidak terlokalisasi secara jelas dibawa oleh serat C dari struktur dalam ke sumsum tulang belakang.

Neuropatik

Nyeri persisten ini sering merupakan konsekuensi dari kerusakan pada serabut saraf yang menyebabkan peningkatan pelepasan spontan atau perubahan pada konduksi atau sifat neurotransmitternya.

Allodynia

Rasa nyeri yang dihasilkan dari stimulus yang biasanya tidak berbahaya disebut sebagai allodynia. Meskipun mekanismenya tidak sepenuhnya dipahami, diperkirakan berpotensi timbul dari sensitisasi kulit yang menyebabkan penurunan ambang nosiseptor atau kerusakan neuron perifer yang menginduksi perubahan struktural dan menyebabkan serat sensitif sentuhan untuk mengubah rute dan membentuk sinapsis di area sumsum tulang belakang yang biasanya menerima masukan rasa nyeri.

Hiperalgesia

Terjadi ketika rangsangan berbahaya menghasilkan respons nyeri yang berlebihan. Mekanisme serupa seperti yang terjadi dalam kasus alodinia, dengan pasien menunjukkan amplifikasi nyeri atau hiperalgesia, serta persistensi nyeri yang berkepanjangan.

Pengalaman Nyeri

Arti atau makna nyeri

Nyeri bersifat subyektif sehingga memilki arti atau makna yang berbeda bagi setiap orang, bahkan juga untuk orang yang sama pada waktu yang berbeda.

Sebagian artinya merupakan arti yang negatif, misalnya membahayakan, merusak, menunjukan adanya komplikasi, menyebabkan ketidak mampuan, dan memerlukan penyembuhan.

Persepsi nyeri

Persepsi nyeri merupakan penilaian yang sangat subyektif yang berpusat diarea korteks (pada fungsievaluatif kognitif). Persepsi ini dapat timbul akibat rangsangan yang dihantarkan menuju jalur spinotalamikus dan talamiko kortikalis.

Toleransi Terhadap Nyeri

Toleransi terhadap nyeri berhubungan erat dengan intensitasnya yang membuat seseorang sanggup menahan nyeri sebelum meminta bantuan dari orang lain.

Faktor-faktor yang dapat meningkatkan toleransi antara lain adalah alkohol, obat-obatan, hipnosis, kepercayaan yan kuat, pengalihan perhatian, dan gesekan serta garukan.

Faktor-faktor yang menurunkan toleransi antara lain adalah kelelahan dan keletihan, rasa marah, rasa bosan, kecemasan, kondisi sakit, dan nyeri yang tak kunjung hilang.

Reaksi Terhadap Nyeri

Reaksi seseorang pada saat mengalami nyeri berbeda-beda, contohnya ketakutan, gelisah, cemas, mengerang, menangis, menjerit-jerit, berjalan mondar mandir, tidur sambil menggeretakan gigi, mengeluarkan banyak keringat, dan mengepalkan tangan.

Pengukuran Intensitas Nyeri

Skala nyeri menurut Hayward

Skala nyeri menurut Hayward dapat ditulis sebagai berikut:

 0    = Tidak Nyeri

1-3  = Ringan

4-6  =  Sedang

7-9  = Sangat nyeri, tetapi masih dapat dikendalikan dengan aktifitas yang biasa dilakukan

10   = Sangat nyeri dan tidak bisa dikendalikan

Skala Nyeri menurut McGill

Skala nyeri menurut McGill dapat dituliskan sebagai berikut :

0  =  Tidak Nyeri

1  =  Ringan

2  =  Sedang

3  =  Berat atau Parah

4  =  Sangat Berat

5  =  Hebat

Skala Wajah atau Wong-Baker

Skala wajah dapat digambarkan sebagai berikut :

Skala Nyeri Askep

0   =  Tidak Sakit

2   =  Sedikit Sakit

4   =  Agak Mengganggu

6   =  Mengganggu Aktifitas

8   =  Sangat Mengganggu

10  = Tak Tertahankan

Asuhan Keperawatan

Pengkajian Nyeri

Penilaian keperawatan yang tepat dari Nyeri Akut sangat penting untuk pengembangan rencana manajemen nyeri yang efektif. Perawat memainkan peran penting dalam penilaian nyeri, pengkajian nyeri meliputi:

1. Lakukan pengkajian nyeri yang komprehensif.

Tentukan lokasi, karakteristik, onset, durasi, frekuensi, kualitas, dan keparahan nyeri melalui penilaian.

Pasien yang mengalami nyeri adalah sumber informasi yang paling dapat dipercaya tentang nyerinya. Laporan diri mereka tentang nyeri adalah standar baku dalam penilaian nyeri karena mereka dapat menggambarkan lokasi, intensitas, dan durasi.

Dengan demikian, pengkajian nyeri dengan melakukan wawancara membantu perawat dalam merencanakan strategi manajemen nyeri yang optimal.

Perawat dapat menggunakan metode keperawatan "PQRST" untuk memandu selama penilaian nyeri:

  • Provokatif (Faktor penyebab yang Memprovokasi): Apa yang membuat rasa sakit Anda lebih baik atau lebih buruk?
  • Quality (karakteristik): “Beri tahu saya seperti apa sebenarnya. Apakah itu nyeri tajam, nyeri berdenyut, nyeri tumpul, ditusuk, dll?”
  • Region (lokasi): "Tunjukkan di mana rasa nyeri Anda."
  • Severuty (Keparahan): Minta nyeri Anda untuk menilai nyeri dengan menggunakan metode penilaian nyeri yang berbeda (mis., Skala nyeri 1-10, Skala Wajah Wong-Baker).
  • Time (onset, durasi, frekuensi): “Apakah itu terjadi sepanjang waktu atau datang dan pergi?”

2. Kaji lokasi nyeri dengan meminta menunjuk ke lokasi yang tidak nyaman.

Menggunakan bagan atau gambar tubuh dapat membantu pasien dan perawat menentukan lokasi nyeri tertentu.

Untuk klien dengan kosa kata yang terbatas, meminta untuk menentukan lokasi membantu dalam memperjelas penilaian nyeri, metode ini sangat penting ketika menilai nyeri pada anak-anak.

3. Lakukan pengkajian riwayat nyeri

Selain itu, perawat harus menanyakan pertanyaan-pertanyaan berikut selama pengkajian nyeri untuk menentukan riwayatnya:

  • Efektivitas pengobatan atau manajemen nyeri sebelumnya
  • Obat apa yang diminum dan kapan
  • Obat lain yang sedang diminum
  • Alergi atau efek samping obat yang diketahui.

4. Tentukan persepsi klien tentang nyeri.

Dalam mengkaji riwayat nyeri, berikan kesempatan kepada klien untuk mengungkapkan dengan kata-kata mereka sendiri bagaimana mereka memandang nyeri dan situasinya untuk memperoleh pemahaman tentang apa arti nyeri bagi klien.

Perawat dapat bertanya, "Apa arti rasa sakit ini bagi Anda?", "Dapatkah Anda menjelaskan secara spesifik bagaimana rasa sakit ini memengaruhi Anda?".

5. Nyeri harus diskrining setiap kali tanda-tanda vital dievaluasi.

Banyak fasilitas kesehatan menetapkan penilaian nyeri sebagai “tanda vital kelima” dan harus ditambahkan ke penilaian tanda vital rutin.

6. Pengkajian nyeri harus dimulai oleh perawat.

Respon nyeri unik untuk setiap orang, dan beberapa klien mungkin enggan untuk melaporkan atau menyuarakan rasa sakit mereka kecuali ditanya tentang hal itu.

7. Gunakan Skala Penilaian Wajah Wong-Baker untuk menentukan intensitas nyeri.

Beberapa klien misalnya, anak-anak dengan kendala bahasa mungkin tidak berhubungan dengan skala nyeri numerik dan mungkin perlu menggunakan Skala Penilaian Wajah Wong-Baker.

Alat penilaian nyeri membantu menerjemahkan pengalaman subjektif pasien tentang nyeri ke dalam angka atau deskriptor objektif.

8. Selidiki tanda dan gejala yang berhubungan dengan nyeri.

Penilaian nyeri yang akurat sangat penting dalam memberikan rencana perawatan individual. Memberi perhatian pada tanda dan gejala yang terkait dapat membantu perawat dalam mengevaluasi nyeri. Dalam beberapa kasus, keberadaan rasa sakit diabaikan oleh pasien.

9. Tentukan antisipasi pasien untuk menghilangkan rasa sakit.

Beberapa pasien mungkin puas ketika rasa sakit tidak lagi intens, namun yang lain akan menuntut penghilangan rasa sakit sepenuhnya.

Hal ini mempengaruhi persepsi efektivitas modalitas pengobatan dan keinginan mereka untuk terlibat dalam perawatan lebih lanjut.

10. Kaji kesediaan atau kemampuan pasien untuk mengeksplorasi berbagai teknik untuk mengontrol nyeri.

Beberapa pasien mungkin ragu untuk mencoba efektivitas metode nonfarmakologis dan mungkin mau mencoba metode farmakologis tradisional yaitu penggunaan analgesik.

Kombinasi kedua terapi mungkin lebih efektif, dan perawat memiliki tugas untuk menginformasikan pasien tentang metode yang berbeda untuk mengelola rasa sakit.

11. Tentukan faktor-faktor yang mengurangi rasa sakit.

Minta klien untuk menjelaskan apa saja yang telah mereka lakukan untuk mengurangi rasa sakit, mungkin termasuk meditasi, latihan pernapasan dalam, berdoa, dll.

Informasi tentang aktivitas yang meringankan ini dapat diintegrasikan ke dalam perencanaan untuk manajemen nyeri yang optimal.

12. Evaluasi respon pasien terhadap nyeri dan strategi manajemen.

Sangat penting untuk membantu pasien untuk mengekspresikan sefaktual mungkin, yaitu tanpa efek suasana hati, emosi, kecemasan atau efek tindakan penghilang rasa sakit.

Ketidak konsistenan antara perilaku atau penampilan dan apa yang pasien katakan tentang penghilang rasa nyeri mungkin mencerminkan metode lain yang digunakan pasien untuk mengatasi rasa nyeri daripada menghilangkan rasa nyeri itu sendiri.

13. Sediakan waktu dan usaha yang cukup mengenai laporan pasien tentang pengalaman nyeri mereka.

Pasien mungkin enggan untuk melaporkan rasa nyeri mereka karena mereka mungkin menganggap perawat sangat sibuk dan memiliki tuntutan waktu untuk merawat pasien lain juga.

Interupsi selama manajemen nyeri dapat mencegah perawat menilai dan mengelola pengalaman nyeri pasien.

Diagnosa, Luaran, dan Intervensi Keperawatan Sdki Slki Siki

Diagnosa Keperawatan

1. Nyeri Akut (D.0077)

Definisi : Pengalaman sensorik atau emosional yang berkaitan dengan kerusakan jaringan aktual atau fungsional, dengan onset mendadak atau lamat dan berintensitas ringan hingga berat yang berlangsung kurang 3 bulan.

Penyebab :

  • Agen pencedera fisiologis (mis. infarmasi, lakemia, neoplasma)
  • Agen pencedera kimiawi (mis. terbakar, bahan kimia iritan)
  • Agen pencedera fisik (mis.abses, amputasi, terbakar, terpotong, mengangkat berat, prosedur operasi, trauma, latihan fisik berlebihan)

Gejala dan Tanda Mayor

Subjektif : (tidak tersedia)

Objektif :

  • Tampak meringis
  • Bersikap protektif (mis. waspada, posisi menghindari nyeri)
  • Gelisah
  • Frekuensi nadi meningkat
  • Sulit tidur

Gejala dan tanda Minor

Subjektif :(tidak tersedia)

Objektif: 

  • Tekanan darah meningkat,pola napas berubah
  • Nafsu makan berubah
  • Proses berpikir terganggu
  • Menarik diri
  • Berfokus pada diri sendiri
  • Diaforesis

Kondisi Klinis Terkait :

  • Kondisi pembedahan
  • Cedera traumatis
  • Infeksi
  • Sindrom koroner akut
  • Glaukoma

2. Nyeri Kronis (D.0078)

Definisi : Pengalaman sensorik atau emosional yang berkaitan dengan keruskan jaringan aktual tau fungsional, dengan onset mendadak atau lambat dan berintensitas ringan hingga berat dan konstan, yang berlangsung lebih dari 3 bulan.

Penyebab.

  • Kondisi muskuloskeletal kronis
  • Kerusakn sistem saraf
  • Penekanan saraf
  • Infiltrasi tumor
  • Ketidakseimbangan neurotransmiter, neuromodulator, dan reseptor
  • Gangguan imuntas (mis. neuropati terkait HIV, virus varicella-zoster)
  • Gangguan fungsi metabolik
  • Riwayat posisi kerja statis
  • Peningkatan indeks massa tubuh
  • kondisi pasca trauma
  • Tekanan emosional
  • Riwayat penganiayaan (mis. fisik, psikologis, seksual)
  • Riwayat penyalahgunaan obat/zat

Gejala dan Tanda Mayor

Subjektif :

  • Mengeluh nyeri
  • Merasa depresi (tertekan)

Objektif :

  • Tampak meringis
  • Gelisah
  • Tidak mampu menuntaskan aktivitas

Gejala dan Tanda Minor

Subjektif :

  • Merasa takut mengalami cedera berulang

Objektif :

  • Bersikap protektif (mis. posisi menghindari nyeri)
  • Waspada
  • Pola tidur berubah
  • Anoreksia
  • Fokus menyempit
  • Berfokus pada disi sendiri

Kondisi Klinis Terkait :

  • Kondisi kronis (mis arthritis reumatoid)
  • Infeksi
  • Cedera modula spinalis
  • Kondisi pasca trauma
  • Tumor

Luaran  dan Kriteria Hasil

Luaran : Tingkat Nyeri Menurun (L.08066)

Kriteria hasil:

  • Kemampuan menuntaskan aktifitas meningkat
  • Keluhan Nyeri menurun
  • Meringis menurun
  • Sikap Protektif menurun
  • Gelisah menurun
  • Kesulitan tidur menurun
  • Menarik diri menurun
  • Berfokus pada diri sendiri menurun
  • Diaforesis menurun
  • Perasaan depresi (tertekan) menurun
  • Perasaan takut mengalami cedera berulang menurun
  • Anoreksia menurun
  • Perineum terasa tertekan menurun
  • Uterus teraba membulat menurun
  • Ketegangan otot menurun
  • Pupil dilatasi menurun
  • Muntah dan mual menurun
  • Frekwensi nadi membaik
  • Pola napas membaik
  • Tekanan darah membaik
  • Proses berpikir membaik
  • Fokus membaik
  • Fungsi berkemih membaik
  • Perilaku membaik
  • Nafsu Makan membaik
  • Pola tidur membaik

Intervensi Keperawatan

1. Manajemen Nyeri (I. 08238)

Observasi :

  • Lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas, intensitas nyeri
  • Identifikasi skala nyeri
  • Identifikasi respon nyeri non verbal
  • Identifikasi faktor yang memperberat dan memperingan nyeri
  • Identifikasi pengetahuan dan keyakinan tentang nyeri
  • Identifikasi pengaruh budaya terhadap respon nyeri
  • Identifikasi pengaruh nyeri pada kualitas hidup
  • Monitor keberhasilan terapi komplementer yang sudah diberikan
  • Monitor efek samping penggunaan analgetik

Terapeutik

  • Berikan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi rasa nyeri (mis. TENS, hypnosis, akupresur, terapi musik, biofeedback, terapi pijat, aroma terapi, teknik imajinasi terbimbing, kompres hangat/dingin, terapi bermain)
  • Kontrol lingkungan yang memperberat rasa nyeri (mis. Suhu ruangan, pencahayaan, kebisingan)
  • Fasilitasi istirahat dan tidur
  • Pertimbangkan jenis dan sumber nyeri dalam pemilihan strategi meredakan nyeri

Edukasi

  • Jelaskan penyebab, periode, dan pemicu nyeri
  • Jelaskan strategi meredakan nyeri
  • Anjurkan memonitor nyri secara mandiri
  • Anjurkan menggunakan analgetik secara tepat
  • Ajarkan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi rasa nyeri

Kolaborasi

  • Kolaborasi pemberian analgetik, jika perlu

2. Pemberian Analgetik (I.08243)

Observasi

  • Identifikasi karakteristik nyeri (mis. Pencetus, pereda, kualitas, lokasi, intensitas, frekuensi, durasi)
  • Identifikasi riwayat alergi obat
  • Identifikasi kesesuaian jenis analgesik (mis. Narkotika, non-narkotika, atau NSAID) dengan tingkat keparahan nyeri
  • Monitor tanda-tanda vital sebelum dan sesudah pemberian analgesik
  • Monitor efektifitas analgesik

Terapeutik

  • Diskusikan jenis analgesik yang disukai untuk mencapai analgesia optimal, jika perlu
  • Pertimbangkan penggunaan infus kontinu, atau bolus opioid untuk mempertahankan kadar dalam serum
  • Tetapkan target efektifitas analgesic untuk mengoptimalkan respon pasien
  • Dokumentasikan respon terhadap efek analgesic dan efek yang tidak diinginkan

Edukasi

  • Jelaskan efek terapi dan efek samping obat

Kolaborasi

  • Kolaborasi pemberian dosis dan jenis analgesik, sesuai indikasi

3. Perawatan Kenyamanan (I.08245)

Observasi

  • Identifikasi gejala yang tidak menyenangkan
  • Identifikasi pemahaman tentang kondisi, situasi dan perasaannya
  • Identifikasi masalah emosional dan spiritual

Terapeutik

  • Berikan posiis yang nyaman
  • Berikan kompres dingin atau hangat
  • Ciptakan lingkungan yang nyaman
  • Berikan pemijatan
  • Berikan terapi akupresur
  • Berikan terapi hipnotis
  • Dukung keluarga dan pengasuh terlibat dalam terapi
  • Diskusikan mengenai situasi dan pilihan terapi

Edukasi

  • Jelaskna mnegenai kondisi dan pilihan terapi/ pengobatan
  • Ajarkan terapi relaksasi
  • Ajarkan latihan pernafasan
  • Ajarkan tehnik distraksi dan imajinasi terbimbing

Kolaborasi

  • Kolaborsi pemberian analgesik, antipruritis, anthihistamin, jika perlu


Referensi:

Chen JS, Kandle PF, Murray I, et al. 2021. Physiology Pain. Treasure Island (FL): StatPearls Publishing. https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK539789/

Gil Wayne RN. 2022. Acute Pain Nursing Care Plan. Nurses Labs. https://nurseslabs.com/acute-pain/

Loeser JD, Melzack R. 1999. Pain: an overview. Lancet. May 8;353(9164):1607-9. doi: 10.1016/S0140-6736(99)01311-2. PMID: 10334273.

PPNI, 2017.  Standart Diagnosis Keperawatan Indonesia (SDKI) edisi 1 cetakan II. DPP PPNI. Jakarta

PPNI, 2018.  Standart Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI) edisi 1 cetakan II. DPP PPNI. Jakarta

PPNI, 2019.  Standart  Luaran Keperawatan Indonesia (SLKI) edisi 1 cetakan II. DPP PPNI. Jakarta

Wisconsin Technical College System. n.d. Nursing Fundamentals: Pain Assessment Methods. https://wtcs.pressbooks.pub/nursingfundamentals/chapter/11-3-pain-assessment-methods/

Woolf C. J. 2010. What is this thing called pain?. The Journal of clinical investigation, 120(11), 3742–3744. https://doi.org/10.1172/JCI45178

Zul Hendry
Zul Hendry Dosen Program Studi Keperawatan di Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Yarsi Mataram