Widget HTML #1

Askep Trauma Dada Akibat Benda Tumpul

Seperempat dari semua kematian akibat trauma di Amerika Serikat disebabkan oleh trauma dada. Banyak di antaranya merupakan trauma dada akibat benda tumpul, yang meliputi kontusi miokardial dan fraktur rusuk dan sternal. Secara khusus, trauma dada merupakan sumber morbiditas dan mortalitas yang signifikan. Artikel ini berfokus pada konsep medis dan asuhan keperawatan atau askep trauma dada yang disebabkan oleh benda tumpul.

Tujuan :

  • Memahami Penyebab serta tanda dan gejala pada psien yang mengalami trauma dada
  • Memahami Pemeriksaan Diagnostik dan penatalaksanaan pasien dengan trauma dada akibat benda tumpul
  • Memahami masalah keperawatan yang sering muncul pada askep trauma dada
  • Memahami intervensi keperawatan pada askep trauma dada akibat benda tumpul

Askep Trauma Dada Akibat Benda Tumpul
Image by Karim on wikimedia.org

Konsep Medik dan Askep Trauma Dada Akibat Benda Tumpul

Pendahuluan

Trauma adalah penyebab kematian ketiga pada semua kelompok umur setelah penyakit kardiovaskular dan kanker. Meskipun cedera terkait trauma dapat terjadi pada berbagai jaringan tubuh, satu dari empat pasien trauma meninggal karena trauma dada atau komplikasinya

Trauma dada tetap menjadi masalah serius seiring dengan meningkatnya kecelakaan kendaraan berkecepatan tinggi. Trauma dada terjadi pada sekitar 60% pasien dengan politrauma dan memiliki mortalitas 20%-25%.

Trauma dada dapat dibagi menjadi dua jenis, yaitu trauma tumpul dan trauma tembus. Trauma tumpul dapat menyebabkan kerusakan pada organ dan struktur di bawah jaringan tanpa mengganggu integritas jaringan di permukaan.

Beberapa peyebab trauma dada tumpul bisa diakibatkan jatuh dari ketinggian, kecelakaan lalu lintas dan kecelakaan kerja. Cedera tumpul pada dada penting untuk dipahami karena hampir sekitar 70% dari semua trauma dada merupakan cedera tumpul.

Selain itu, trauma dada akibat benda tumpul menyumbang 15% dari semua kasus trauma di dunia. Angka kematian sulit untuk dievaluasi karena penyebab kematian pada trauma dada mungkin karena komplikasi paru dan komplikasi lainnya.

Terdapat banyak faktor risiko yang mempengaruhi morbiditas dan mortalitas pada trauma dadad akbiat benda tumpul. Terlepas dari usia pasien, variabel penting lainnya termasuk adanya patah tulang, ventilasi mekanis, penyakit paru sebelumnya, cedera kepala yang menyertai, hipotensi dan cedera organ ekstra toraks.

Trauma dada terus meningkat dan banyak pasien yang meninggal sebelum dirawat di rumah sakit. Penyebab mortalitas dan morbiditas pada trauma dada akibat benda tumpul sebagian besar disebabkan oleh komplikasi paru. Perlu diperhatikan bahwa angka kematian yang dapat dicegah pada pasien trauma dada adalah antara 4% -60% jika bisa mendapatkan perawatan yang efektif dengan segera.

Penyebab

Sejauh ini penyebab trauma dada akibat benda tumpul yang paling penting dan signifikan adalah kecelakaan lalu lintas. Dimana kecelakaan akibat kendaraan bermotor ini menyumbang sekitar  70-80% kejadian.

Secara umum, berikut ini adalah penyebab terjadinya trauma dada, yaitu:  

  • Cedera akibat ledakan
  • Berkelahi
  • Kecelakaan lalu lintas, khususnya sepeda motor
  • Olah raga

Tanda dan Gejala

Tanda dan gejala yang muncul pasien dengan trauma dada tumpul sangat bervariasi, berkisar dari laporan nyeri hingga terjadinya syok. Presentasi klinis tergantung pada mekanisme cedera dan sistem organ terkena.

Berikut tanda dan gejala trauma dada yang biasanya muncul sesuai keparahan organ yang terkena:

  • Ruptur diafragmatik (biasanya di sisi kiri) --> distres respiratorik parah
  • Dada cambuk (keadaan saat bagian dinding dada cedera) -->  kulit memar, nyeri ekstrem, gerakan dada paradoksikal, respirasi cepat dan dangkal, takikardia, hipotensi, asidosis respiratorik, dan sianosis
  • Hemotoraks --> Distres respiratorik akibat darah yang menggenang di rongga pleural, sehingga menekan paru-paru dan membatasi kapasitas respiratorik
  • Koyak miokardial besar (bisa berakibat fatal dengan cepat) dan koyak miokardial kecil (bisa menyebabkan efusi perikardial)
  • Pneumotoraks --> Dispnea parah, sianosis, agitasi, nyeri ekstrem dan emfisema subkutanus
  • Kontusi pulmoner --> Hemoptisis, hipoksia, dispnea, dan kemungkinan obstruksi
  • Fraktur rusuk --> Rasa perih, edema ringan di tempat fraktur, dan nyeri yang diperburuk dengan bernapas dan bergerak sehingga menyebabkan pasien mengalami hipoventilasi
  • Fraktur sternal --> Nyeri dada persisten, bahkan saat pasien beristirahat
  • Tension Pneumotoraks --> Penyimpangan trakeai (menjauhi sisi yang diserang), sianosis, dispnea parah, bunyi napas tidak ada (di sisi yang diserang), agitasi, distensi vena jugular, dan syok; peningkatan tekanan toraks yang membahayakan jiwa, kolaps paru-paru, dan, sebagai akibatnya, pergeseran mediastinal
  • Tanda lain --> Tamponade Jantung, koyak arteri pulmoner, ruptur ventrikular, dan koyak atau ruptur bronkial, trakeal, atau esofageal

Uji diagnostik

  • Diagnosis ditunjukkan melalui riwayat trauma yang disertai dispnea, nyeri dada, dan gejala khas lainnya. Pemeriksaan fisik dan uji diagnostik menentukan perluasan cedera.
  • Perkusi memperlihatkan bunyi pendek dan lemah dalam hemotoraks dan timpani dalam pneumotoraks tensi.
  • Auskultasi bisa memperlihatkan perubahan posisi bunyi jantung yang terkencang dalam pneumotoraks tensi atau tonus jantung yang samar dalam tamponade kardiak.
  • Sinar-X dada untuk memastikan fraktur rusuk dan sternal, pneumotoraks, dada cambuk, kontusi pulmoner, aorta yang mengalami laserasi atau ruptur, pneumotoraks tensi, ruptur diafragma, kompresi paru-paru, atau atelektasis yang disertai hemotoraks.
  • Jika pasien mengalami kerusakan kardiak, elektrokardiografi bisa menunjukkan rintangan cabang-ikat kanan. Aritmia, keabnormalan konduksi, dan perubahan gelombang-ST bisa muncul dalam kontusi miokardial.
  • Kadar aspartat aminotransferase, alanin aminotransferase, laktat dehidrogenase, kreatinin kinase (CK) serum, dan kadar isoenzim CK-MB naik.
  • Angiografi memperlihatkan laserasi atau ruptur aortik.
  • Studi kontras dan scan hati dan limpa membantu mendeteksi ruptur diafragmatik.
  • Ekokardiografi, computed tomography scan, dan scan kardiak dan paru-paru menunjukkan perluasan cedera.


Penanganan

Laserasi atau ruptur aorta hampir selalu berakibat fatal dengan cepat. Dalam kasus langka, kondisi ini bisa dialami pasien 24 jam setelah ia terkena trauma dada akibat benda tumpul.

Jaga kepatenan jalan napas dan Iakukan oksigenasi, bersiaplah melakukan intubasi endotrakeal dan ventilasi mekanis. Jika pasien mengalami pendarahan yang sangat banyak atau hemopneumotoraks, lakukan intubasi.

Jika pasien mengalami pneumotoraks tensi, jarum tulang belakang atau jarum 14G sampai 16G harus dimasukkan ke dalam ruang interkostal kedua di garis midklavikular, diikuti pemasukan pipa dada untuk menormalkan tekanan dan mengekspansi paru-paru kembali. Beri oksigen dalam tekanan positif, bersama dengan cairan I.V.

Jika pasien mengalami pneumotoraks, pipa dada bisa ditempatkan secara anterior terhadap garis midaksilari di ruang interkostal kelima, untuk mengaspirasi udara sebanyak mungkin dari rongga pleural dan untuk mengekspansi paru-paru kembali.

Jika pasien mengalami dada cambuk, tempatkan ia dalam posisi semi-Fowler dan beri ia oksigen dalam tingkat aliran tinggi dan tekanan positif.

Pasien yang mengalami hemotoraks akan memerlukan pemasukan pipa dada di ruang interkostal kelima atau keenam secara anterior terhadap garis midaksilari untuk membuang darah. Tangani syok dengan larutan Ringer terlaktasi atau larutan-garam normal yang diinfusikan secara I.V. Beri sel darah merah kemasan jika darah yang hilang lebih banyak dari 1.500 ml atau jika volume darah sirkulasi yang hilang melebihi 30%. Autotransfusi merupakan pilihan penanganan. Beri oksigen.

Untuk fraktur rusuk sederhana, beri analgesik ringan, minta pasien beristirahat di ranjang, dan kompreskan panas. Untuk fraktur yang lebih parah, perintang saraf interkostal bisa diperlukan. Dapatkan sinar-X sebelum dan setelah perintangan untuk menyingkirkan pneumotoraks.

Untuk kontusi pulmoner, beri koloid dalam jumlah terbatas (misalnya, albumin rendah-garam, darah utuh, atau plasma) untuk menggantikan volume dan mempertahankan tekanan onkotik. Beri analgesik dan diuretik bila perlu. Penggunaan steroid masih kontroversial.

Jika diduga ada kerusakan kardiak, perawatan intensif secara saksama atau telemetri bisa mendeteksi aritmia dan mencegah syok kardiogenik. Minta pasien beristirahat di ranjang dalam posisi semi-Fowler (kecuali jika pasien membutuhkan posisi syok); beri oksigen, analgesik, dan obat suportif lain seperlunya untuk mengontrol gagal jantung atau aritmia supraventrikular.

Tamponade kardiak membutuhkan perikardiosentesis. Pada pokoknya, lakukan perawatan dengan cara yang sama bagi pasien yang menderita infarksi miokardial.

Jika pasien mengalami ruptur miokardial, perforasi septal, atau laserasi kardiak lainnya, perbaikan segera dengan pembedahan wajib dilakukan; luka ventrikular yang tidak terlalu parah membutuhkan penggunaan kateter digital atau balon; luka atrial membutuhkan kateter apitan atau balon.

Jika pasien yang mengalami ruptur atau laserasi aortik masih sadar saat sampai di rumah sakit, ia harus segera menjalani pembedahan, yang menggunakan graf sintetik atau anastomosis untuk memperbaiki kerusakan. Beri cairan I.V. dalam volume besar (larutan Ringer yang terlaktasi atau larutan garam normal) dan darah utuh, bersama oksigen dalam tingkat aliran yang sangat tinggi; kemudian segera pindahkan pasien ke ruang operasi.

Jika pasien mengalami ruptur diafragmatik, masukkan pipa nasogastrik untuk meringankan kompresi lambung secara temporer, dan siapkan pasien untuk menjalani pembedahan perbaikan.

Intervensi Asuhan Keperawatan (Askep)

Asuhan keperawatan atau askep trauma dada dalam kondisi darurat harus melibatkan penilaian menyeluruh dan intervensi tepat waktu dengan fokus khusus pada memaksimalkan fungsi pernapasan dan mengurangi rasa sakit. Hal ini dapat dicapai dengan terapi oksigen yang tepat, fisioterapi dada dini dan strategi analgesik yang memadai.

Perawat UGD harus betul betul memperhatikan adanya memar paru pada pasien dengan trauma dada tumpul. Penilaian klinis harus akurat dan diulang secara teratur untuk menentukan kebutuhan pasien dan mengenali perburukan.

Pada askep trauma dada, Identifikasi kelainan harus segera dikomunikasikan kepada tim medis yang merawat untuk memastikan intervensi tepat waktu. Inisiasi awal terapi oksigen yang tepat, analgesia efektif dan fisioterapi sangat penting untuk mengembalikan fungsi pernapasan normal, mencegah komplikasi dan mengoptimalkan pemulihan pasien.

Intervensi yang bisa dilakukan dalam askep trauma dada antara lain:

  • Periksa denyut nadi dan tingkat kesadaran. Lakukan evaluasi pada warna dan suhu kulit, kedalaman respirasi, penggunaan otot asesori, dan panjang inhalasi yang diperbandingkan dengan ekshalasi.
  • Periksa oksimetri denyut nadi untuk melihat kecukupan oksigenasi. Pantau nilai gas darah arterial untuk memastikan kecukupan ventilasi; lakukan terapi oksigen, pertahankan ventilasi mekanis, dan lakukan perawatan pipa dada.
  • Lakukan observasi pada posisi trakeal. Lihat adakah distensi vena jugular dan gerakan dada paradoksikal. Dengarkan bunyi jantung dan napas secara saksama; lakukan palpasi untuk melihat adakah emfisema subkutaneus (krepitasi) dan kurangnya integritas struktural di rusuk.
  • Minta pasien menunjuk lokasi nyeri dan tanya apakah ia memiliki masalah pernapasan, kecuali jika ia mengalami dispnea parah.
  • Untuk mencegah atelektasis, minta pasien melakukan spirometri insentif, bernapas-dalam, batuk, dan membelat. Seringkali balikkan tubuh pasien dan dorong ia batuk dan bernapas-dalam.
  • Lakukanlah suction secara rutin jika diindikasikan.
  • Pantau dan dokumentasikan tanda vital, darah yang hilang, dan asupan dan output.
  • Trauma dada akibat benda tumpul membutuhkan pengkajian fisik dengan segera, pengontrolan pendarahan, penjagaan kepatenan jalan napas, ventilasi yang cukup, dan keseimbangan cairan dan elektrolit.
  • Lihat adakah penurunan tekanan darah atau hipotensi, percepatan denyut nadi, dan hemoragic,semuanya membutuhkan torakotomi untuk mengehentikan pendarahan.
  • Beri cairan dan transfusi I.V, pantau adakah efek pada pasien (tanda vital, pemantauan hemodinamik) dan kaji hasil laboratorium.
  • Lihat adakah komplikasi, bersiaplah untuk pembedahan jika diindikasikan.
  • Beri sedasi yang cukup untuk nyeri dan pantau adakah efeknya.

Referensi:

  1. Dogrul, B. N., Kiliccalan, I., Asci, E. S., & Peker, S. C. 2020. Blunt trauma related chest wall and pulmonary injuries: An overview. Chinese journal of traumatology = Zhonghua chuang shang za zhi, 23(3), 125–138. https://doi.org/10.1016/j.cjtee.
  2. James F Veronesi. 2004. Trauma Nursing. Blunt Chest Injuries. Pub Med.
  3. Mary C Mancini. 2020. Blunt Chest Trauma. Med Scape. https://emedicine.medscape.com/article/428723-overview.
  4. Munroe, B., & Curtis, K. 2011. Assessment, monitoring and emergency nursing care in blunt chest injury: A case study. Australasian Emergency Nursing Journal, 14(4), 257–263. doi:10.1016/j.aenj.2011.05.005 
  5. Pamela.C.A.et.al.2008. Nursing: Understanding Disease. Lippincott William & Wilkins : Norristown Road.

Zul Hendry
Zul Hendry Dosen Program Studi Keperawatan di Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Yarsi Mataram