Widget HTML #1

Askep Osteoporosis Sdki Slki Siki

Istilah osteoporosis diartikan sebagai "tulang keropos", dimana penyakit ini ditandai dengan penipisan tulang yang progresif. Kemunduran bertahap yang terjadi seiring waktu dapat membuat tulang rapuh dan mudah patah, terutama pinggul, tulang belakang, dan pergelangan tangan. Pada tulisan ini, Repro Note akan merangkum mengenai konsep medik dan askep osteoporosis menggunakan pendekatan Sdki Slki dan Siki.

Tujuan

  • Memahami Definisi,  penyebab, faktor resiko, serta tanda dan gejala osteoporosis
  • Memahami pemeriksaan dan penatalaksanaan pasien dengan osteoporosis
  • Merumuskan diagnosa keperawatan pada askep osteoporosis menggunakan pendekatan Sdki Slki dan Siki
  • Merumuskan Luaran dan kriteria hasil pada askep osteoporosis menggunakan pendekatan Slki
  • Melaksanakan intervensi keperawatan pada askep osteoporosis dengan pendekatan Siki

Askep Osteoporosis Sdki Slki Siki
Gambar by. BruceBlaus from:wikimedia.org

Konsep Medik Dan Askep Osteoporosis

Definisi

Osteoporosis adalah penyakit yang ditandai dengan massa tulang yang rendah, kerusakan jaringan tulang, dan gangguan mikroarsitektur tulang dapat menyebabkan penurunan kekuatan tulang dan peningkatan risiko patah tulang.

Osteoporosis merupakan penyakit tulang yang umum  dan mewakili masalah kesehatan masyarakat yang utama dan merupakan faktor risiko patah tulang seperti halnya hipertensi pada stroke.

Osteoporosis adalah kondisi yang melemahkan tulang . Tulang menjadi lebih tipis,  dan lebih rapuh, hal ini terjadi karena kepadatan tulang yang menurun atau lebih keropos. Jika menderita penyakit osteoporosis, tulang lebih mudah patah bila terkena trauma seperti benturan, jatuh, dan lain-lain.

Osteoporosis lebih sering terjadi pada wanita, terutama saat memasuki masa menopause,  tetapi beberapa pria juga terkena osteoporosis. Biasanya disebabkan oleh penuaan, rendahnya kadar hormon estrogen pada wanita atau testosteron pada pria, dan kurangnya vitamin D atau kalsium

Osteoporosis mempengaruhi sejumlah besar pria atau wanita dari semua ras, dan prevalensinya akan meningkat seiring dengan bertambahnya usia. Penyakit ini biasanya tanpa gejala sampai patah tulang terjadi, yang menyebabkan masalah kesehatan sekunder bahkan kematian.

Masalah utama dengan osteoporosis adalah kondisi ini meningkatkan peluang untuk mengalami patah tulang.

Wanita dan Pria di atas usia 50 tahun memilki resiko tinggi  patah tulang terkait osteoporosis dalam sisa hidup mereka Sebagian besar patah tulang terjadi sebagai akibat dari cedera sederhana dan jatuh di sekitar rumah.

Fraktur ini bertanggung jawab atas kecacatan yang bertahan lama, penurunan kualitas hidup, peningkatan resiko kematian, dan menjadi beban secara medis di masa selanjutnya.

Osteoporosis dapat didiagnosis dan dicegah dengan perawatan yang efektif sebelum patah tulang terjadi. Oleh karena itu, pencegahan, deteksi, dan pengobatan harus menjadi salah satu fokus dari pelayanan kesehatan.

Penyebab

Osteoporosis adalah hasil dari ketidakseimbangan antara pembentukan tulang baru dan resorpsi tulang lama. Dalam resorpsi tulang, osteoklas memecah jaringan tulang dan melepaskan mineral tertentu yang mentransfer kalsium dari tulang ke darah.

Pada penyakit osteoporosis, tubuh mungkin gagal membentuk tulang baru atau terlalu banyak tulang lama yang diserap. Kedua peristiwa itu juga mungkin terjadi.

Biasanya pengeroposan tulang membutuhkan waktu bertahun-tahun sebelum osteoporosis berkembang. Sebagian besar pasien tidak akan tahu bahwa mereka memiliki kondisi tersebut sampai mereka mengalami patah tulang.

Beberapa faktor risiko dan penyebab osteoporosis yang paling umum antara lain usia, jenis kelamin, hormon, penggunaan obat-obatan tertentu, dan beberapa kondisi medis.

Usia

Usia merupakan kontributor utama perkembangan penyakit osteoporosis. Seiring bertambahnya usia, tulang  mulai kehilangan lebih banyak sel daripada yang dibangunnya. Selanjutnya, lubang lubang kecil di tulang mulai membesar dan lapisan padat di tulang menjadi lebih tipis. Ketika kehilangan kepadatan tulang mencapai titik tertentu, terjadilah osteoporosis.

Tulang yang kurang padat cenderung tidak tahan jatuh dan lebih mudah patah. Sebagian besar ahli menyarankan skrining untuk osteoporosis dimulai pada usia 65 terutama untuk lansia wanita. Tetapi jika berisiko tinggi untuk patah tulang, skrining sebaiknya di mulai lebih awal.

Menopause Pada Wanita

Menurut National Osteoporosis Foundation, hampir 80% penderita penyakit osteoporosis adalah wanita. Salah satu alasan utama peningkatan risiko adalah bahwa wanita cenderung memiliki tulang yang lebih kecil dan lebih tipis dibandingkan dengan pria. Alasan lain adalah bahwa kadar estrogen menurun tajam ketika seorang wanita mencapai menopause.

Kurangnya kadar estrogem pasca menopause menyebabkan berkurangnya kepadatan tulang. Menopause adalah periode ketika seorang wanita berhenti berovulasi dan menstruasi bulanannya berhenti sebagai respons terhadap penurunan kadar estrogen yang signifikan.

Testosteron Rendah pada Pria

Osteoporosis umum terjadi pada pria yang memiliki kadar testosteron rendah, seperti hipogonadisme. Ketika kadar testosteron rendah, massa tulang akan hilang seiring waktu dan akhirnya menyebabkan tulang keropos yang rentan terhadap patah tulang dengan trauma ringan. Demikian juga yang teridentifikasi pada pria andropause.

Sebuah laporan tahun 2017 di International Journal of Endocrinology melaporkan penyakit osteoporosis pada pria dengan usia 70 tahun dengan prevalensi 22,6%. Para peneliti mengaitkan kasus ini dengan kadar testosteron yang rendah.

Namun, penelitian tentang hubungannya dengan  hipogonadisme terbatas pada beberapa penelitian kecil yang menunjukkan risiko hingga 30%. Penelitian yang lebih besar diperlukan untuk mengkonfirmasi hubungan ini secara lebih signifikan

Obat-obatan

Jenis obat-obatan tertentu seperti kortikosteroid oral dan suntikan jangka panjang, dapat meningkatkan risiko terkena osteoporosis.

Ketika digunakan untuk jangka waktu lama dan dalam dosis tinggi, obat kortikosteroid dapat melemahkan tulang. Obat tiroid, SSRI, obat kemoterapi, dan lainnya juga dapat menyebabkan osteoporosis.

Jika memiliki faktor risiko lain untuk osteoporosis, tanyakan kepada dokter tentang efek samping dan risiko obat-obatan dan suplemen yang di konsumsi. Tanyakan bagaimana kesehatan tulang dapat terpengaruh dan apa yang bisa dilakukan untuk mengurangi risiko osteoporosis.

Kondisi Medis Tertentu

Osteoporosis yang disebabkan oleh kondisi lain disebut osteoporosis sekunder. Beberapa kondisi medis tertentu yang terkait dengan osteoporosis antara lain diabetes melitus, penyakit autoimun inflamasi, penyakit tiroid, dan sindrom malabsorpsi.

Beberapa penelitian menunjukkan orang dengan diabetes tipe 1 cenderung memiliki kepadatan tulang yang lebih rendah dari normal, dan mungkin juga memiliki pergantian tulang dan proses pembentukan tulang yang lebih rendah.

Penyakit inflamasi autoimun seperti rheumatoid arthritis dan lupus adalah kondisi di mana tubuh menyerang jaringan sehat dan menyebabkan peradangan di seluruh tubuh. Kondisi peradangan diyakini meningkatkan risiko pengeroposan tulang.

Orang dengan penyakit autoimun juga mengonsumsi kortikosteroid, yang merupakan penyebab utama penyakit osteoporosis karena dapat memperlambat proses pembentukan sel tulang.

Hipertiroidisme dan hiperparatiroidisme keduanya diketahui meningkatkan risiko osteoporosis. Kedua kondisi tersebut mempengaruhi hormon tiroid. Hormon-hormon ini memainkan peran penting dalam proses remodeling tulang dan kelebihan dan kekurangan dapat mempengaruhi massa tulang

Malabsorpsi dapat terjadi akibat penyakit usus, seperti penyakit Crohn dan penyakit celiac. Kondisi ini mengurangi kemampuan tubuh untuk menyerap nutrisi dengan baik dari usus terutama vitamin D dan kalsium. Hasilnya adalah penurunan kadar kalsium dan vitamin D, yang meningkatkan pengeroposan tulang dan risiko jatuh.

Struktur Tulang yang Kecil

Wanita dengan struktur tulang yang kecil dan kurus berisiko lebih besar terkena osteoporosis. Salah satu alasannya adalah karena memiliki lebih sedikit tulang dibandingkan dengan wanita dengan berat badan normal dan kerangka yang lebih besar.

Demikian pula, pria yang memiliki struktur tulang kecil dan kurus juga berisiko lebih besar terkena osteoporosis dibandingkan pria yang lebih besar dengan berat badan normal.

Genetika

Kecenderungan genetik terkena osteoporosis dapat diturunkan dalam riwayat keluarga. Seseorang mungkin lebih mungkin untuk mengembangkan osteoporosis jika salah satu dari orang tua memiliki kondisi tersebut. Beberapa kelompok etnis juga memiliki peningkatan risiko untuk kondisi tersebut.

Beberapa orang memiliki kecenderungan genetik untuk mengembangkan osteoporosis. Faktanya, ada banyak gen yang dapat diwarisi seseorang yang meningkatkan potensi untuk mengembangkan kondisi tersebut.

Massa tulang cenderung menjadi prediktor paling penting dari risiko osteoporosis. Kebanyakan orang biasanya mencapai massa tulang puncak pada akhir usia 20-an. Orang yang memiliki riwayat keluarga dan kecenderungan genetik osteoporosis akan mencapai puncak massa tulang lebih awal. Riwayat keluarga juga berperan dalam massa tulang.

Ras berperan dalam menentukan massa tulang dan peningkatan risiko osteoporosis. Afrika Amerika cenderung memiliki massa tulang yang lebih tinggi daripada Kaukasia dan Asia. Selain itu, Hispanik biasanya memiliki massa tulang lebih rendah daripada Afrika Amerika, tetapi massa tulang masih lebih tinggi untuk kelompok ini daripada Kaukasia dan Asia.

Faktor Gaya Hidup

Banyak faktor risiko osteoporosis yang mungkin di luar kendali. Namun, faktor risiko gaya hidup bisa dikontrol sepenuhnya. Berikut faktor gaya hidup yang bisa mempengaruhi osteoporosis.

Kurang konsumsi Vitamin D dan Kalsium

Penting untuk makan makanan yang tinggi kalsium dan vitamin D karena nutrisi ini bekerja sama untuk meningkatkan kesehatan tulang. Kalsium mendorong tulang yang sehat dan vitamin D membantu tubuh menyerap kalsium secara efektif.

Selalu aktif membantu menjaga otot dan tulang tetap kuat serta menangkal osteoporosis. Tulang yang kuat juga lebih kecil kemungkinannya untuk patah.

Kebiasaan Merokok

Terdapat hubungan langsung antara penggunaan tembakau dan penurunan massa tulang. Bahan kimia yang ditemukan dalam rokok dapat mengganggu fungsi sel-sel di tulang. 

Selain itu, merokok dapat menghambat penyerapan kalsium, juga dapat mengurangi perlindungan estrogen pada tulang. Penelitian telah menunjukkan bahwa merokok meningkatkan risiko patah tulang, dan juga dapat memperlambat penyembuhan patah tulang

Minuman beralkohol

Alkohol memiliki efek negatif pada kesehatan tulang. Salah satu penyebabnya adalah mengganggu keseimbangan kalsium dan penyerapan vitamin D dalam tubuh. Minum ini juga dapat menyebabkan kekurangan hormon pada pria dan wanita.

Konsumsi alkohol berlebih juga dapat membunuh osteoblas, sel pembuat tulang. Selain itu, penyalahgunaan alkohol dapat mempengaruhi keseimbangan dan gaya berjalan sehingga menyebabkan jatuh yang sering mengakibatkan patah tulang karena tulang tipis dan kerusakan saraf.

Tanda dan Gejala

Osteoporosis adalah penyakit kronis di mana terjadi kerusakan bertahap pada jaringan yang menyusun tulang. Pada tahap awal, penyakit ini sering disebut "silent disease" karena hanya ada sedikit atau tidak ada gejala yang ditimbulkannya.

Seiring waktu, kecepatan pembentukan tulang baru tidak dapat mengimbangi pengeroposan tulang. Pada gilirannya, pengurangan massa tulang membuat tulang menjadi lemah, rapuh, dan lebih rentan patah.

Osteoporosis biasanya tidak disadari sampai terjadi patah tulang. Tanda dan gejala tambahan yang mengindikasikan antara lain  penurunan tinggi badan, postur bungkuk dan sakit punggung yang muncul tiba-tiba.

Fraktur Karena Insiden Ringan

Setiap orang bisa mengalami fraktur atau patah tulang. Tetapi pada kondisi normal, biasanya fraktur ini disebabkan insiden dengan kekuatan besar yang menyebabkan cedera tersebut, seperti jatuh dari ketinggian, kecelakaan mobil, atau cedera olahraga berat.

Jika fraktur atau patah tulang terjadi akibat cedera ringan dengan  kekuatan minimal,  kemungkinan pasien mengalami penyakit  osteoporosis harus dipertimbangkan.

Penurunan Tinggi Badan atau Bungkuk

Fraktur kompresi tulang belakang dapat terjadi tanpa cedera dan akibatnya mungkin tidak terdeteksi.

Ketika terjadi pada vertebra atau tulang belakang, seseorang akan mengalami penurunan tinggi badan atau mengembangkan kelengkungan abnormal pada tulang belakang mereka sehingga terlihat lebih bungkuk.

Penampilan khas seseorang dengan fraktur kompresi adalah perawakan pendek dengan postur bungkuk.

Nyeri Punggung Mendadak

Nyeri punggung yang datang tiba-tiba tanpa penyebab yang jelas, terkadang bisa menjadi tanda adanya fraktur kompresi pada tulang belakang.

Jika memiliki faktor risiko penyakit osteoporosis dan mengalami nyeri punggung persisten atau parah yang tidak dapat diketahui penyebabnya, ada baiknya untuk segera melakukan pemeriksaan.

Pemeriksaan

Pada awalnya pemeriksaan penyakit osteoporosis akan dimulai dengan mengidentifikasi gejala yang muncul, terutama jika anda seorang wanita yang berusia lebih dari 65 tahun atau memiliki faktor risiko osteoporosis.

Kemudian akan dilakukan pengujian kepadatan tulang dengan menggunakan jenis rontgen khusus yang disebut pemindaian DXA.  Petugas kesehatan biasanya akan melakukan pemindaian DXA jika:

  • Wanita di atas 65 tahun
  • Wanita melewati menopause yang berusia di bawah 65 tahun dan memiliki faktor risiko
  • Jika dianggap perlu, akan melakukan tes darah untuk memeriksa kadar vitamin D dan kalsium.

Komplikasi

Komplikasi yang paling sering dari osteoporosis adalah fraktur atau patah tulang. Fraktur bisa menjadi serius terutama ketika mengenai tulang belakang atau pinggul.

Fraktur pada osteoporosis bisa terjadi akibat kekuatan mekanik yang biasanya tidak menyebabkan fraktur, misalnya terpeleset saat berdiri atau trauma lebih ringan yang seharusnya tidak mengakibatkan patah tulang, tetapi bisa terjadi pada seseorang dengan penyakit ini.

Penatalaksanaan

Jika mengalami patah tulang akibat osteoporosis, maka yang akan dilakukan adalah:

  • Pemasangan gips untuk meng imobilisasi tulang
  • Tindakan operasi jika diperlukan
  • Pemakaian  penyangga punggung untuk  masalah kompresi tulang belakang
  • Pemberian  terapi fisik

Menjaga tulang agar tidak melemah dengan meminta Anda:

  • Makan makanan dengan jumlah kalsium dan vitamin D yang lebih tinggi
  • Lakukan latihan menahan beban, seperti berjalan kaki dan menaiki tangga
  • Minum obat seperti bifosfonat. Bifosfonat dapat membantu meningkatkan kepadatan tulang
  • Suplemen hormon juga bermanfaat bagi tulang. Itu karena kadar hormon wanita yang rendah dapat meningkatkan risiko. Namun, dokter biasanya tidak meresepkan suplemen hormon hanya untuk osteoporosis.

Mencegah osteoporosis

Mencegah penyakit osteoporosis tetap lebih baik daripada mengobatinya. Kita dapat membantu mencegahnya dengan cara:

  • Berhenti merokok atau jangan mulai
  • Batasi alkohol
  • Komsumsi makanan tinggi  kalsium dan vitamin D, termasuk suplemen yang mengandung kedua zat tersebut
  • Lakukan latihan menahan beban, seperti berjalan kaki dan menaiki tangga
  • Minumlah obat yang  diresepkan dokter sesuai petunjuk
Baca Juga : Cara Pencegahan osteoporosis dan menjaga kesehatan tulang

Asuhan Keperawatan

Diagnosa, luaran, dan Intervensi Keperawatan Sdki Slki dan Siki

1. Gangguan mobilitas fisik b/d kerusakan integritas struktur tulang (D.0054)

Luaran: Mobilitas Fisik meningkat (L.05042)

  • Pergerakan ekstremitas meningkat
  • Kekuatan Otot Meningkat
  • Rentang Gerak (ROM) meningkat
  • Gerakan tidak terkoordinasi menurun
  • Gerakan Terbatas menurun
  • Kelemahan Fisik Menurun

Intervensi Keperawatan: Dukungan Ambulasi (I.06171)

  • Identifikasi adanya nyeri atau keluhan fisik lainnya
  • Identifikasi toleransi fisik melakukan ambulasi
  • Monitor frekuensi jantung dan tekanan darah sebelum memulai ambulasi
  • Monitor kondisi umum selama melakukan ambulasi
  • Fasilitasi aktivitas ambulasi dengan alat bantu Seperti tongkat, dan kruk.
  • Fasilitasi melakukan mobilisasi fisik, jika perlu
  • Libatkan keluarga untuk membantu pasien dalam meningkatkan ambulasi
  • Jelaskan tujuan dan prosedur ambulasi
  • Anjurkan melakukan ambulasi dini
  • Ajarkan ambulasi sederhana yang harus dilakukan Seperti  berjalan dari tempat tidur ke kursi roda, berjalan dari tempat tidur ke kamar mandi, sesuai toleransi.

2. Resiko cedera (D.0136)

Luaran: Tingkat Cedera menurun (L.14136)

  • Toleransi aktivitas meningkat
  • Nafsu dan toleransi makanan meningkat
  • Kejadian cedera menurun
  • Luka lecet dan perdarahan menurun
  • Ekspresi wajah kesakitan menurun
  • Agitasi dan iratibilitas menurun
  • Gangguan mobilitas dan kognitif menurun
  • Tekanan darah, nadi, frekwensi nafas, dan denyut jantung membaik
  • Pola Istirahat tidur membaik

Intervensi Keperawatan:

a. Manajemen Keselamatan Lingkungan

  • Identifikasi kebutuhan keselamatan
  • Monitor perubahan status keselamatan lingkungan
  • Hilangkan bahaya keselamatan, Jika memungkinkan
  • Modifikasi lingkungan untuk meminimalkan risiko
  • Sediakan alat bantu kemanan linkungan (mis. Pegangan tangan)
  • Gunakan perangkat pelindung (mis. Rel samping, pintu terkunci, pagar)
  • Ajarkan individu, keluarga dan kelompok risiko tinggi bahaya lingkungan

b. Pencegahan Cidera

  • Identifikasi obat yang berpotensi menyebabkan cidera
  • Identifikasi kesesuaian alas kaki atau stoking elastis pada ekstremitas bawah
  • Sediakan pencahayaan yang memadai
  • Sosialisasikan pasien dan keluarga dengan lingkungan rawat inap
  • Sediakan alas kaki antislip
  • Sediakan urinal atau urinal untk eliminasi di dekat tempat tidur, Jika perlu
  • Pastikan barang-barang pribadi mudah dijangkau
  • Tingkatkan frekuensi observasi dan pengawasan pasien, sesuai kebutuhan
  • Jelaskan alasan intervensi pencegahan jatuh ke pasien dan keluarga
  • Anjurkan berganti posisi secara perlahan dan duduk beberapa menit sebelum berdiri

3. Defisit Pengetahuan (0110)

Luaran : tingkat pengetahuan membaik ( L.12111)

  • Perilaku klien sesuai dengan yang di anjuran meningkat
  • Minat klien dalam belajar meningkat
  • Kemampuan klien menjelaskan pengetahuan tentang penyakitnya meningkat
  • Kemampuan klien menggambarkan
  • pengalaman sebelumnya yang sesuai dengan penyakitnya meningkat
  • Perilaku sesuai dengan pengetahuannya meningkat
  • Pertanyaan tentang penyakitnya menurun
  • Persepsi keliru tentang penyakitnya menurun
  • Perilaku kllien membaik

Intervensi Keperawatan: Edukasi kesehatan (l.12383)

  • Sediakan materi dan media pendidikan kesehatan
  • Jadwalkan pendidikan kesehatan sesuai kesepakatan
  • Berikan kesempatan untuk bertanya
  • Jelaskan klien tentang penyakitnya
  • Jelaskan faktor resiko yang dapat mempengaruhi kesehatan

Referensi

  1. MSD. 2019. Quick Facts about Osteoporosis. MSD Manual consumer Version
  2. Sözen T et.al. 2017. An overview and management of osteoporosis. Eur J Rheumatol. 4(1):46-56. doi:10.5152/eurjrheum.2016.048.
  3. Lana Bahrum. 2021. Causes and Risk Factor of Osteoporosis. Verywell Health.
  4. National Institute Of Arthritis and Musculoskeletal and Skin Disease. Overview Osteoporosis. https://www.bones.nih.gov/ health-info/ bone/ osteoporosis/overview
  5. PPNI, 2017.  Standart Diagnosis Keperawatan Indonesia (SDKI) edisi 1 cetakan II. DPP PPNI. Jakarta
  6. PPNI, 2018.  Standart Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI) edisi 1 cetakan II. DPP PPNI. Jakarta
  7. PPNI, 2019.  Standart Luaran Keperawatan Indonesia (SLKI) edisi 1 cetakan II. DPP PPNI. Jakarta