Widget HTML #1

Asuhan Keperawatan Salmonellosis - Intervensi

Salmonellosis merupakan infeksi umum yang disebabkan oleh basilus gram-negatif genus Salmonella, yaitu anggota keluarga Enterobacteriaceae. Infeksi ini muncul sebagai enterokolitis, bakteremia, infeksi setempat, demam tifoid atau paratifoid.  

Bentuk non-tifoid biasanya menyebabkan penyakit ringan sampai menengah dengan mortalitas rendah. Tifoid merupakan bentuk salmonellosis yang paling umum dan biasanya berlangsung 1 sampai 4 minggu. 

Mortalitasnya sekitar 3% jika ditangani dan 10% jika tidak ditangani, biasanya diakibatkan perforasi intestinal atau hemoragi, trombosis serebral, toksemia, pneumonia, atau gagal sirkulatorik akut. 

Serangan tifoid memberi imunitas seumur hidup, walaupun pasien bisa menjadi pembawa (carrier). Sebagian besar pasien tifoid berusia kurang dari 30 tahun; sebagian besar pembawa adalah wanita berusia lebih dari 50 tahun. Insidensi tifoid di Amerika Serikat semakin meningkat karena lebih banyak pelancong yang kembali dari area endemik. 

Asuhan Keperawatan Salmonellosis - Intervensi
Photo by Janice Haney Carr, USCDCP on Pixnio

Enterokolitis dan bakteremia umum terjadi dan lebih mematikan pada bayi, lansia, dan orang yang telah lemah oleh infeksi lain; demam paratifoid jarang terjadi di Amerika Serikat. 

Salmonellosis 20 kali lebih sering menyerang penderita AIDS (acquired immunodeficiency syndrome). Ciri khas penyakit ini meliputi insidensi bakteri yang meningkat, ketidakmampuan mengidentifikasi sumber infeksi, dan kecenderungan infeksi muncul kembali setelah terapi dihentikan. Dari perkiraan 1.700 serotipe Salmonella, 10 serotipe menyebabkan penyakit yang paling umum di Amerika Serikat; kesepuluh tipe bisa bertahan hidup selama beberapa minggu dalam air, es, tempat pembuangan kotoran, atau makanan.

Penyebab 

  • Meminum air yang terkontaminasi ekskresi pembawa bentuk tifoid 
  • Penyebaran fekal-oral terutama pada anak-anak yang berusia kurang dari 5 tahun 
  • Tercernanya makanan terkontaminasi atau makanan yang kurang matang atau kurang diproses, terutama telur, ayam, kalkun, dan bebek (bentuk non-tifoid) 

Faktor predisposisi 

Memelihara kura-kura, kadal, atau ular 

Tanda dan gejala 

  • Sakit kepala, demam yang semakin tinggi, dan konstipasi (lebih umum pada bentuk tifoid) 
  • Diare parah (jika terjadi enterokolitis) 

Uji diagnostik 

  • Isolasi oerganisme dalam kultur, terutama darah (pada tifoid, paratifoid, dan bakteremia) atau tinja (pada enterokolitis, paratifoid, dan tifoid) memastikan salmonellosis. Spesimen kultur lain yang sesuai adalah urin, sumsum tulang, pus, dan vomitus.
  • Adanya S. typhi di tinja satu tahun atau lebih setelah penanganan mengindikasikan bahwa pasien merupakan pembawa, yang bisa dibuktikan di 3% kasus. 
  • Uji Widal, yaitu reaksi aglutinasi terhadap antigen somatik dan flagelar, bisa menunjukkan tifoid dengan kenaikan titer empat kali lipat. Akan tetapi, penggunaan obat atau penyakit hepatik juga bisa meningkatkan titer ini dan membuat hasil uji tidak sah.
  • Uji darah menunjukkan leukositosis selintas saat minggu pertama terjadinya salmonellosis tifoidal, leukopenia saat minggu ketiga, dan leukositosis pada infeksi lokal.

Penanganan 

  • Terapi antimikrobial untuk tifoid, paratifoid, dan bakteremia tergantung pada sensitivitas organisme. Terapi ini bisa meliputi amoxicillin (Amoxil). chloramphenicol (Chloromycetill). dan jika pasien mengalami toksemia parah, co-trimoxazole (Bactrim), ciprofloxacin (Cipro), atau ceftriaxone (Rocephin). 
  • Abses setempat memerlukan drainase melalui pembedahan. 
  • Enterokolitis membutuhkan rangkaian pengobatan antibiotik singkat hanya jika menyebabkan septisema atau demam dalam waktu lama. 
  • Penanganan lain meliputi beristirahat di ranjang dan penggantian cairan dan elektrolit. 
  • Tingtur opium yang mengandung kamper (Paregoric), kaolin dengan pectin (Kapectolin), difenoksilat hidroklorida, codeine, atau dosis kecil morfin diperlukan untuk meringankan diare dan mengontrol kram pada pasien yang harus tetap aktif. 

Intervensi Asuhan Keperawatan 

  • Ikuti tindakan pencegahan standar. Selalu cuci tangan Anda sampai benar-benar bersih sebelum dan setelah kontak dengan pasien, dan minta personel lain melakukan hal yang sama. Minta pasien melakukan teknik mencuci tangan yang benar, terutama setelah buang air besar dan sebelum makan atau memegang makanan. Kenakan sarung tangan atau pakaian pelindung saat membuang feses atau benda yang terkontaminasi feses.
  • Lanjutkan tindakan pencegahan standar sampai kultur tinja menunjukkan hasil negatif sebanyak tiga kali secara berturut-turut—yang pertama adalah 48 jam setelah pengobatan antibiotik berakhir, sedangkan yang kedua dan ketiga dalam interval 24 jam setelahnya. 
  • Lihat secara saksama adakah tanda dan gejala perforasi usus: nyeri mendadak di kuadran abdominal kanan bawah, kemungkinan setelah satu atau beberapa rangkaian pendarahan rektal; suhu atau tekanan darah tiba-tiba turun; dan denyut nadi yang semakin meningkat. 
  • Saat infeksi akut, beri pasien waktu beristirahat sebanyak mungkin. Pasang palang samping ranjang dan lakukan tindakan pengamanan lain karena pasien bisa mengalami delirium. 
  • Secara akurat, catat asupan dan output. Cukupi hidrasi I.V. Jika pasien bisa menoleransi makan secara oral, beri cairan kaya-kalori, misalnya milk shake. Lihat apakah ia mengalami konstipasi. 
  • Lakukan perawatan kulit dan mulut dengan baik. Seringkali balikkan badan pasien, dan lakukan latihan pasif ringan sesuai indikasi. Beri kompres panas ringan di abdomen untuk meringankan kram.
  • Jangan beri antipiretik karena bisa menutupi demam dan menyebabkan hipotermia. Daripada itu, untuk membantu mengeluarkan panas melalui kulit tanpa menyebabkan gemetar (yang membuat demam tetap tinggi dengan vasokokstriksi), kompres pangkal paha dan aksila pasien dengan handuk basah dan hangat-hangat kuku (jangan gunakan alkohol atau es). Untuk membantu mengeluarkan panas dengan vasodilasi pembuluh darah periferal, gunakan handuk basah tambahan di lengan dan kaki untuk menyeka dengan usapan yang panjang dan bersemangat.
  • Setelah mengalirkan abses sendi, kompreskan panas, naikkan sendi, dan lakukan latihan jangkauan-pergerakan untuk meringankan pembengkakan dan menjaga mobilitas.
  • Jika pasien yang memiliki hasil kultur tinja positif akan pulang, minta ia memakai kamar mandi yang berbeda dengan anggota keluarga lain (jika ia masih minum antibiotik),mencuci tangan setelahnya, dan tidak menghidangkan makanan mentah , misalnya salad, untuk anggota keluarga. 
  • Untuk mencegah salmonellosis, sarankan daging dan makanan matang dimasukkan ke dalam lemari pendingin dengan benar (jangan menyimpannya di suhu kamar dalam waktu lama), dan beri tahu pentingnya mencuci tangan dengan benar. Minta pasien tidak makan telur mentah atau tidak matang, dan segera mencuci permukaan alat-alat dapur setelah bersentuhan dengan daging mentah. Pada orang yang berisiko tinggi tertular tifoid (pekerja laboratorium, pelancong) , sarankan mereka mendapatkan vaksinasi. 


Sumber:

Nursing. Seri Untuk Keunggulan Klinis (2011). Menafsirkan Tanda dan Gejala Penyakit. Jakarta: PT Indeks

Ns.Radliyatul Fahmi, S.Kep
Ns.Radliyatul Fahmi, S.Kep Perawat Rumah Sakit Umum Daerah Provinsi Nusa Tenggara Barat