Widget HTML #1

Askep Luka Bakar Pendekatan Sdki Slki Siki

Luka bakar  atau combutsio adalah luka yang disebabkan oleh kontak dengan suhu tinggi seperti api, air panas, bahan kimia dan radiasi, juga oleh sebab kontak dengan suhu rendah. Luka bakar ini dapat menyebabkan kematian atau akibat lain yang berkaitan dengan kerusakan fungsi tubuh maupun estetika. Pada tulisan ini, Repro Note akan merangkum mengenai konsep medik dan askep luka bakar atau combutsio menggunakan pendekatan Sdki Slki dan Siki.

Tujuan:

  • Memahami penyebab, Derajat, Penentuan luas, dan klasifikasi luka bakar atau combutsio
  • Memahami penanganan dan komplikasi yang bisa timbul pada  Luka bakar atau Combutsio
  • Merumuskan Diagnosa keperawatan pada askep luka bakar dengan menggunakan pendekatan Sdki
  • Merumuskan Luaran dan kriteria hasil pada askep luka bakar menggunakan pendekatan Slki
  • Melaksanakan intervensi Keperawatan pada askep luka bakar menggunakan pendekatan Siki

Konsep Luka Bakar, Dari Definisi Sampai Penanganan

Konsep Medik dan Askep Luka Bakar

Pendahuluan

Selama 50 tahun terakhir jumlah pasien luka bakar telah meningkat secara signifikan. Dengan kompleksitas perawatan, sangat penting untuk melakukan pendekatan perawatan pasien luka bakar dari sudut pandang multidisiplin.

Kerusakan akibat luka bakar dapat ringan atau dapat menimbulkan keadaan darurat yang mengancam jiwa, tergantung pada intensitas panas, luas area jaringan yang terbakar, dan lamanya paparan pada kulit.

Karena rusaknnya perlindungan dari sistem integumen akibat luka bakar, pasien menjadi sangat rentan terhadap berbagai komplikasi bahkan bisa berujung kematian.

Penilaian dan manajemen perawatan yang tepat, dikombinasikan dengan sistem rujukan yang tepat waktu, sangat penting untuk proses penyembuhan pasien.

Meskipun tingkat morbiditas dan mortalitas masih bervariasi, penelitian dan teknologi baru telah memberikan harapan yang tnggi dalam mengoptimalkan perawatan pasien luka bakar.

Penyebab

Suhu  (Termal)

Luka bakar termal adalah cedera akibat kontak dengan benda panas, seperti air mendidih, uap, minyak goreng panas, api, atau benda panas lainnya.

Luka bakar termal paling sering disebabkan oleh  kebakaran rumah, perangkat pemanas, cairan atau gas panas,  paparan minuman panas, air keran suhu tinggi saat mandi, minyak goreng panas, atau uap.

Kontak dengan benda panas juga merupakan penyebab umum  pada anak-anak. Biasanya merupakan luka bakar tingkat pertama atau kedua, tetapi grade ketiga juga dapat terjadi, terutama jika terjadi kontak yang lama dengan sumber panas.

Jika pakaian yang dikenakan korban terbakar, luka bakar tingkat tiga dapat terjadi hanya dalam beberapa detik. Petasan dan Kembang api juga merupakan penyebab umum selama musim liburan di berbagai negara.

Zat Kimia

Luka bakar akibat zat kimia terjadi ketika jaringan terkena zat berbahaya seperti asam atau basa kuat. Jenis ini dapat terjadi melalui kontak langsung pada permukaan tubuh seperti kulit dan mata, terhirup, tertelan dan dapat menyebabkan kerusakan jaringan yang luas.

Jenis utama zat kimia iritan atau korosif yang dapat menjadi penyebab antara lain: asam, basa, oksidator, pelarut, alkali dan vesicants. Selain itu, luka bakar kimia dapat disebabkan oleh beberapa jenis senjata kimia, mis. vesicants seperti gas mustard dan Lewisite, atau urticants seperti phosgene oxime.

Umumnya, luka bakar akibat zat kimia mungkin tidak langsung terlihat. Cedera jaringan dimulai segera setelah kontak dengan iritan dan mulai rusak saat iritan berdifusi melalui lapisan kulit lalu merusak struktur di bawah kulit.

Difusi dan kerusakan pada lapisan yang lebih dalam, di mana ujung saraf berada, menyebabkan jenis luka bakar akibat zat kimia  ini menjadi sangat nyeri. Kerusakan jaringan akan terus terjadi kecuali jika bahan kimia tersebut benar-benar dihilangkan dan dinetralisir.

Sengatan Listrik

Penyebab berikutnya adalah kontak dengan arus listrik yang melewati tubuh. Hampir 1.000 kematian per tahun karena cedera listrik dilaporkan dengan tingkat kematian hingga 15%.

Untuk diklasifikasikan sebagai luka bakar akibat listrik, cedera harus secara langsung disebabkan oleh listrik,  dimana tubuh bersentuhan dengan sumber listrik dan menjadi bagian dari sirkuit listrik.

Arus listrik menciptakan titik masuk dalam tubuh, akan mengikuti jalur pembuluh darah, saraf, otot, kemudian kulit, tendon, lemak dan tulang, lalu meninggalkan tubuh melalui titik keluar. Namun hanya luka masuk dan luka keluar yang terlihat,  sedangkan  kerusakan internal antara titik masuk dan keluar tidak terlihat. Hal inilah yang menyebabkan tingkat keparahan yang ditimbulkan akibat listrik sulit untuk didiagnosis  secara akurat.

Empat faktor menentukan tingkat keparahan kerusakan yang disebabkan oleh listrik yaitu tegangan, arus, hambatan, dan frekuensi.

Cedera tegangan rendah, biasanya menyebabkan kerusakan jaringan superfisial. Paling umum, cedera listrik merusak ekstremitas luar, tetapi bagian tubuh yang lebih kritis mungkin terpengaruh juga menyebabkan komplikasi parah.

Arus besar, cedera tegangan tinggi, seperti yang menyertai sambaran petir biasanya bersifat parah, tergantung pada jalur yang dilalui arus melalui tubuh. Dalam kasus ekstrem, listrik dapat menyebabkan kejutan pada otak, ketegangan pada jantung, kelumpuhan pernapasan, dan cedera pada organ lain.

Radiasi

Luka bakar radiasi adalah kerusakan pada kulit atau jaringan lain yang dipicu oleh paparan radiasi seperti Radiasi termal, energi frekuensi radio, sinar ultraviolet (UV) dan radiasi ion.

Jenis radiasi yang paling umum adalah akibat paparan radiasi UV. Paparan sinar-X yang tinggi selama pencitraan medis diagnostik atau radioterapi.

Saat radiasi ion berinteraksi dengan sel-sel di dalam tubuh dan merusaknya. Radiasi juga sering dikaitkan dengan kanker akibat radiasi karena kemampuan radiasi untuk berinteraksi dengan dan merusak DNA, kadang-kadang menyebabkan sel menjadi ganas.

Trauma

Luka bakar traumatik biasanya timbul akibat gesekan, seperti  ketika kulit digosok dengan cepat di atas permukaan kasar yang menyebabkan abrasi.

Jenis ini bisa karena tertimpa atau terseret di atas batu, semen atau aspal. Misalnya, saat terjadi kecelakaan sepeda motor, pengendara dapat terlempar dari sepeda dan terseret ke seberang jalan karena adanya momentum.

Gesekan antara badan dan aspal menciptakan suhu tinggi, yang dapat menyebabkan luka bakar. Luka ini sering disertai dengan cedera traumatis, lecet atau robekan kulit.

Luka bakar gesekan juga dapat terjadi selama aktivitas olahraga, bermain di tikar, atau di karpet atau taman bermain ketika kulit bergesekan dengan permukaan yang kasar. Selain itu, dapat terjadi selama penggunaan treadmill latihan dari kontak yang tidak disengaja dengan sabuk bermotor yang bergerak cepat.

Luka bakar gesekan bisa sangat nyeri dan mengakibatkan cedera meluas melalui dermis. Tergantung pada ukuran dan kedalaman cedera, pengobatan dapat dilakukan secara konservatif dengan pembalut dan salep atau kondisi tertentu memerlukan pencangkokan kulit.

Suhu Dingin Ekstrim

Frostbite adalah cedera yang disebabkan oleh paparan bagian tubuh pada suhu di bawah titik beku. Dingin menyebabkan pembekuan kulit dan jaringan di bawahnya. Jari tangan dan kaki paling sering terkena tetapi ekstremitas lain seperti  hidung, telinga, dan pipi juga dapat mengalami radang dingin.

Di area tubuh yang terkena Frostbite, kristal es terbentuk lalu sel dan pembuluh darah menjadi rusak. Seperti luka bakar, cedera frostbite diklasifikasikan berdasarkan tingkat cedera. Tingkat radang dingin pada dasarnya mengacu pada seberapa dalam cedera atau kerusakan jaringan yang terjadi.

Derajat Luka Bakar

Derajat I  (superfisial)

Luka bakar hanya terbatas pada lapisan dermis, derajat ini ditandai dengan kemerahan yang biasanya akan sembuh tanpa jaringan parut dalam waktu 5 – 7 hari, gambaran yang nampak adalah kulit berwarna kemerahan (eritema).

Derajat II (dermis)

Luka bakar derajat II mencapai kedalaman dermis tetapi masih ada elemen epitel yang tersisa seperti sel epitel basal kelenjar sebasea, Kelenjar keringat dan folikel rambut. Dengan adanya sisa sel epitel yang sehat ini, luka dapat sembuh dalam 10 – 25 hari oleh karena ada kerusakan kapiler dan ujung saraf dermis.

Luka bakar derajat II ini tampak lebih pucat dan lebih nyeri dibanding luka bakar superfisial, karena adanya iritasi ujung saraf sensorik yang timbul bila berisi cairan eksudat yang keluar dari pembuluh karena permeabilitas dindingnya meninggi. Luka bakar derajat II ini dibedakan menjadi.

Derajat II dangkal, dimana kerusakan mengenai bagian superfisialis dari dermis dan penyembuhan terjadi secara spontan dalam 10 –14.

Derajat II dalam, dimana kerusakan mengenai hampir selesai bagian dermis bila kerusakan lebih lama tergantung bagian dermis yang memiliki kemampuan reproduksi sel – sel kulit (sel epitel, kelenjar keringat, kelenjar sebase dan sebagainya). Bisanya penyembuhan terjadi dalam waktu lebih dari 1 bulan.

Derajat III

Luka bakar derajat III meliputi seluruh kedalaman kulit, mungkin sub dermis atau organ yang lebih dalam, karena tidak ada elemen epitel yang hidup maka untuk mendapatkan kesembuhan harus dilakukan cangkok kulit (skin graff).

Koagulasi protein yang terjadi memberikan gambaran yang berwarna keputihan tidak ada bula dan nyeri, karena sebagian besar saraf mengalami kerusakan.

Penentuan Luas Luka Bakar

Rule Of Nine

Pada orang dewasa biasanya digunakan rumus 9 atau sering disebut "Rule of Nine" dimana bagian tubuh dihitung 9% atau kelipatannya. Sedangkan pada anak-anak dilakukan penyesuaian karena perbedaan proporsi luas masing-masing bagian tubuh.

Luka Bakar

Klasifikasi Luka Bakar

Berat (kritis)

  • Luka bakar derajat II > 25 %
  • Luka bakar Derajat II > 20% pada anak-anak
  • Luka bakar derajat III  > 10%
  • Luka bakar yang mengenai genetalia, mata, telinga, dan wajah
  • Luka bakar yang disertai trauma jalan nafas, trauma luas jaringan lunak dan fraktur.
  • Luka bakar karena listrik

Sedang

  • Luka bakar derajat II 15 – 25% pada orang dewasa
  • Luka Bakar Derajat II 10-20% pada anak-anak
  • Luka bakar derajat III < 10%

Ringan

  • Luka bakar derajat II < 15%
  • Luka bakar derajat II < 10% pada anak-anak
  • Luka bakar derajat III < 1%

Komplikasi Luka Bakar

Infeksi

Infeksi adalah salah satu komplikasi yang dapat terjadi pada luka bakar apapun, tidak peduli kedalamannya.  Begitu ada lapisan kulit rusak, maka akses ke jaringan di bawahnya ini menciptakan peluang bagi patogen untuk masuk ke dalam tubuh, baik bakteri, spora bakteri, virus, jamur, dan prion.

Seorang pasien luka bakar rentan terhadap infeksi dari berbagai sumber. Kontaminan dapat berasal dari luar rumah sakit, seperti tempat kejadian kecelakaan atau dari kulit pasien sendiri, atau dari dalam rumah sakit.

Infeksi kulit, biasanya bermanifestasi dengan eritema progresif, pembengkakan, dan nyeri pada kulit yang tidak terluka di sekitar area luka. Biasanya, tanda infeksi bisa terlihat dalam beberapa hari pertama setelah luka bakar terjadi. Infeksi luka bakar invasif adalah proliferasi bakteri yang cepat di eskar luka bakar yang menyerang jaringan hidup di bawahnya.

Temuan klinis bisa berupa perubahan warna, drainase baru, dan, kadang-kadang bau busuk atau amis. Infeksi lokal dapat berkembang menjadi toksisitas sistemik dan sepsis yang mengancam jiwa dan mungkin menyebabkan syok dan kegagalan organ.

Gangguan Pernafasan

Kerusakan pada sistem trakea dan paru dapat terjadi ketika udara panas, gas beracun, dan partikulat terkait dihirup selama cedera luka bakar. Cedera inhalasi terjadi pada 13% pasien dengan luka bakar karena api. Dengan menghirup asap, angka kematian secara keseluruhan adalah 24%, sedangkan kematian hanya 3% pada pasien tanpa komplikasi ini.

Diagnosis cedera inhalasi didasarkan pada informasi tentang insiden luka bakar dan temuan klinis, seperti luka bakar pada wajah, adanya abu di mulut dan penurunan tingkat oksigenasi. Menghirup asap merusak paru-paru dan dapat menyebabkan gagal napas.

Hipovolemia

Luka bakar dapat merusak pembuluh darah dan menyebabkan kehilangan cairan. Hal ini dapat menyebabkan volume darah rendah atau hipovolemia.

Kehilangan darah dan cairan yang parah menyebabkan penurunan curah jantung dan mengurangi kemampuan jantung memompa cukup darah ke tubuh.

Tanpa suplai darah yang memadai, jaringan dan sel di dalam tubuh tidak menerima oksigen dan nutrisi yang diperlukan untuk fungsi dasar dan kehidupan.

Hipotermia

Kulit membantu mengontrol suhu tubuh, sehingga ketika sebagian besar kulit terluka, panas tubuh hilang.

Hal ini meningkatkan risiko hipotermia, ketika tubuh kehilangan panas lebih cepat daripada yang dapat menghasilkan panas, menyebabkan suhu inti tubuh yang sangat rendah.

Bekas Luka Dan Jaringan Parut

Luka bakar dapat menyebabkan bekas luka dan keloid, area bergerigi yang disebabkan oleh pertumbuhan berlebih dari jaringan parut. Jaringan parut ini dapat menyebabkan disfungsi motorik dan ketidaknyamanan jangka panjang.

Luka bakar yang dalam di area persendian dapat membatasi pergerakan karena rusaknya tendon dan ligamen di area tersebut. Selain itu, jaringan parut dapat terbentuk dan menyebabkan kontraktur, pengencangan dan pemendekan kulit, otot atau tendon, yang secara permanen menarik sendi keluar dari posisinya.

Penanganan Luka Bakar

Prinsip Penanganan Luka Bakar

  • Penutupan luka sesegera mungkin
  • Pencegahan infeksi
  • Mengurangi rasa sakit
  • Mencegah trauma sekunder seperti trauma mekanik
  • Meminimalisir pembentukan jaringan Parut.
  • Penanganan Pertama yang harus dilakukan pada saat kejadian adalah sebagai berikut :
  • Jauhkan korban dari sumber trauma
  • Padamkan api dan siramlah kulit yang panas dengan air
  • Siramlah dengan air mengalir pada luka bakar yang disebabkan oleh bahan kimia
  • Tidak di anjurkan menggunakan air es, bubuk kopi, odol atau bahan lainnya. Cukup gunakan air biasa dengan suhu normal

Tindakan selanjutnya

  • Lakukan resusitas dengan mempertahankan jalan nafas, pernafasn dan sirkulasi
  • Lakukan pemeriksaan lanjutan secara sistematis pada seluruh tubuh untuk mengidentifikasi adanya cedera inhalasi, luas luka bakar dan tingkat keparahannya.
  • Resusitasi cairan sesuai keperluan
  • Pemberian obat untuk mengurangi nyeri (Analgetik)
  • Lakukan pencucian luka setelah sirkulasi stabil. Pencucian luka dilakukan dengan debridement dan memandikan pasien dalam bak khusus yang mengandung larutan antiseptik misalnya betadine atau nihas argenti 0,5%
  • Berikan antibiotik untuk mencegah dan mengatasi infeksi. Antibiotik  bentuk krim lebih bermanfaat dari pada bentuk salep atau driment misalnya silver nitrate 0,5%, mafedine acetate 10%, silver sulfadiazin 1% atau gentamicin sulfat
  • Pembalutan luka dengan menggunakan kasa gulung kering dan steril
  • Pemberian serum anti tetanus / toksoid yaitu ATS 3.000 unit pada pada orang dewasa dan setengahnya pada anak-anak.

Konsep Asuhan Keperawatan (Askep Luka Bakar)

Pengkajian

Beberapa hal yang penting untuk dikaji pada askep luka bakar antara lain:

  • Kaji keadaan sekitar cedera. Waktu terjadinya luka, mekanisme luka bakar, apakah luka bakar terjadi di ruang tertutup, kemungkinan terhirupnya bahan kimia berbahaya, dan trauma terkait lainnya.
  • Pantau tanda-tanda vital. Pantau status pernapasan dengan cermat dan evaluasi nadi apikal, karotis, dan femoralis terutama di area luka bakar melingkar pada ekstremitas.
  • Mulai pemantauan jantung jika diindikasikan. Jika pasien memiliki riwayat masalah jantung atau pernapasan, juga pada luka bakar cedera listrik.
  • Periksa nadi perifer pada ekstremitas yang terbakar setiap jam,  gunakan Doppler sesuai kebutuhan.
  • Pantau asupan cairan (cairan IV) dan haluaran (kateter urin) dan ukur setiap jam. Catat jumlah urin yang diperoleh saat kateter dimasukkan hal ini menunjukkan fungsi ginjal preburn dan status cairan.
  • Kaji suhu tubuh, berat badan, riwayat berat badan sebelum terbakar, alergi, imunisasi tetanus, masalah bedah medis masa lalu, penyakit saat ini, dan penggunaan obat-obatan.
  • Atur pasien dengan luka bakar wajah untuk pemeriksaan  cedera kornea.
  • Lanjutkan untuk menilai luasnya luka bakar,  menilai kedalaman luka, dan mengidentifikasi area cedera ketebalan penuh dan sebagian.
  • Kaji status neurologisseperti kesadaran, status psikologis, tingkat nyeri dan kecemasan, dan perilaku.
  • Kaji pemahaman pasien dan keluarga tentang cedera dan pengobatan.
  • Kaji sistem dukungan pasien dan keterampilan koping.

Fase Akut

  • Fase akut atau menengah dimulai 48 sampai 72 jam setelah luka bakar. Perawatan luka bakar dan pengendalian nyeri menjadi prioritas pada tahap ini.
  • Fokus pada perubahan hemodinamik, penyembuhan luka, nyeri dan respon psikososial, dan deteksi dini komplikasi.
  • Ukur tanda vital dengan sering. Status pernapasan dan cairan tetap menjadi prioritas tertinggi.
  • Kaji nadi perifer sesering mungkin selama beberapa hari pertama setelah luka bakar untuk mengetahui aliran darah yang terbatas.
  • Amati dengan cermat asupan cairan dan haluaran urin setiap jam, serta tekanan darah dan irama jantung; perubahan harus segera dilaporkan ke ahli bedah luka bakar.
  • Untuk pasien dengan cedera inhalasi, pantau tingkat kesadaran, fungsi paru, dan kemampuan ventilasi secara teratur. Jika pasien diintubasi dan ditempatkan pada ventilator, pengisapan yang sering dan penilaian jalan napas adalah prioritas.

Fase Rehabilitasi

  • Dalam pelaksanaan askep luka bakar fase rehabilitasi, saat melakukan pengkajian awal, dapatkan informasi tentang tingkat pendidikan pasien, pekerjaan, aktivitas waktu luang, latar belakang budaya, agama, dan interaksi keluarga.
  • Kaji konsep diri, status mental, respons emosional terhadap cedera dan rawat inap, tingkat fungsi intelektual, rawat inap sebelumnya, respons terhadap nyeri dan tindakan pereda nyeri, dan pola tidur.
  • Lakukan penilaian berkelanjutan relatif terhadap tujuan rehabilitasi, termasuk rentang gerak sendi yang terkena, kemampuan fungsional dalam ADL, tanda-tanda awal kerusakan kulit dari bidai atau perangkat pemosisian, bukti neuropati (kerusakan neurologis), toleransi aktivitas, dan kualitas atau kondisi penyembuhan kulit .
  • Dokumentasikan partisipasi dan kemampuan perawatan diri dalam ambulasi, makan, pembersihan luka, dan penggunaan balut tekan.
  • Pertahankan penilaian yang komprehensif dan berkelanjutan untuk deteksi dini komplikasi, dengan penilaian khusus yang diperlukan untuk perawatan khusus, seperti penilaian pasca operasi pasien yang menjalani eksisi primer.

Intervensi Keperawatan Secara Umum

  • Lihat adakah bulu hidung yang terbakar, luka bakar mukosal, perubahan suara, batuk, suara menciut, jelaga di mulut atau hidung, dan sputum yang berwarna gelap.
  • Intubasi endotrakeal bisa diperlukan dengan pemberian oksigen 100%.
  • Kontrol pendarahan dan ambil pakaian, cincin, dan benda mengerut lain yang masih menyala. Jika pakaian melekat pada kulit pasien, rendam terlebih dahulu dalam larutan garam.
  • Tutupi luka bakar dengan selimut ranjang yang bersih, kering, dan steril. (Jangan pernah menutup luka bakar yang lebar dengan pembalut yang direndam air garam karena bisa menurunkan suhu tubuh secara drastis.)
  • Segera mulai terapi I.V. untuk mencegah syok hipovolemik dan mempertahankan output kardiak. Gunakan larutan Ringer terlaktasi atau formula pengganti cairan.
  • Jika kondisi pasien sudah stabil, dapatkan riwayat singkat mengenai luka bakar.
  • Ambil sampel darah, termasuk jumlah darah lengkap seperti kadar elektrolit, glukosa, nitrogen urea darah, dan kreatinin, serta analisis gas darah arterial.
  • Pantau asupan dan output, dan kajilah secara rutin tanda vital pasien.
  • Ambil spesimen urin untuk memeriksa adakah mioglobinuria dan hemoglobinuria.
  • Masukkan pipa nasogastrik untuk mengurangi tekanan pada lambung dan menghindari aspirasi isi lambung.
  • Luka bakar akibat listrik dan zat kimiawi membutuhkan perhatian khusus. Kerusakan jaringan akibat luka bakar listrik sulit dikaji karena kehancuran internal di saluran konduksi biasanya lebih besar daripada yang diindikasikan oleh luka bakar di permukaan. Selain itu, luka bakar listrik yang membakar pakaian pasien bisa menyebabkan luka bakar termal. Jika tersengat listrik menyebabkan fibrilasi ventrikular dan gagal jantung dan pernapasan, mulailah melakukan resusitasi kardiopulmoner.
  • Untuk luka bakar akibat zat kimiawi, lakukan irigasi luka dengan air atau larutan garam normal
  • Untuk luka bakar di mata akibat zat kimiawi, basuh mata dengan air atau larutan garam fisiologis selama setidaknya 30 menit. Untuk luka bakar akibat alkali, lakukan irigasi sampai pH kembali normal.
  • Pasien sebaiknya menutup mata sehingga matanya bisa ditutup dengan pembalut yang kering dan steril. Catat tipe zat kimiawi yang menyebabkan luka bakar dan adanya uap berbahaya dan sarankan pasien menjalani pemeriksaan oftalmologis darurat.

Diagnosa, Luaran, dan Intervensi Keperawatan Sdki Slki Siki

1. Bersihan Jalan Napas tidak efektif b/d Benda asing dalam jalan napas (D.0001)

Luaran: Bersihan jalan napas meningkat (L.01001)
  • Dispnea dan Wheezing menurun
  • Sianosis dan gelisah menurun
  • Frekuensi napas membaik
  • Pola napas membaik
Intervensi Keperawatan:

a. Pemantauan Respirasi (I.01014)

  • Monitor frekuensi, irama, kedalaman, dan upaya napas
  • Monitor pola napas (seperti bradipnea, takipnea, hiperventilasi, Kussmaul, Cheyne-Stokes, Biot, ataksik)
  • Monitor kemampuan batuk efektif
  • Monitor adanya produksi sputum
  • Monitor adanya sumbatan jalan napas
  • Palpasi kesimetrisan ekspansi paru
  • Auskultasi bunyi napas
  • Monitor saturasi oksigen
  • Monitor nilai AGD
  • Monitor hasil x-ray toraks
  • Dokumentasikan hasil pemantauan
  • Informasikan hasil pemantauan, jika perlu
b. Manajemen Jalan napas (I.01011)
  • Monitor pola napas (frekuensi, kedalaman, dan usaha napas)
  • Monitor bunyi napas tambahan
  • Monitor sputum baik jumlah dan warna
  • Pertahankan kepatenan jalan napas
  • Posisikan semi-fowler atau fowler
  • Berikan minum hangat
  • Lakukan fisioterapi dada jika perlu
  • Berikan oksigen jika perlu
  • Anjurkan asupan cairan 2000 ml/hari jika tidak ada kontraindikasi
  • Kolaborasi pemberian brinkodilator, ekspektoran, mukolitik jika perlu

2. Risiko Hipovolemia b/d Evaporasi (D.0034)

Luaran : Status Cairan membaik (L.03028)
  • Kekuatan nadi meningkat
  • Turgor kulit meningkat
  • Output Urin meningkat
  • Perasaan lemah menurun
  • Keluhan Haus menurun
  • Konsentrasi urin menurun
  • Intake cairan membaik
  • Frekwensi nadi, tekanan darah, dan tekanan nadi membaik
Intervensi Keperawatan:
a. Pemantauan Cairan (I.03121)
  • Monitor frekuensi dan kekuatan nadi
  • Monitor frekuensi nafas
  • Monitor tekanan darah
  • Monitor berat badan
  • Monitor waktu pengisian kapiler
  • Monitor elastisitas atau turgor kulit
  • Monitor jumlah, waktu dan berat jenis urine
  • Monitor kadar albumin dan protein total
  • Monitor hasil pemeriksaan serum (mis. Osmolaritas serum, hematocrit, natrium, kalium, BUN)
  • Identifikasi tanda-tanda hipovolemia (mis. Frekuensi nadi meningkat, nadi teraba lemah, tekanan darah menurun, tekanan nadi menyempit, turgor kulit menurun, membrane mukosa kering, volume urine menurun, hematocrit meningkat, haus, lemah, konsentrasi urine meningkat, berat badan menurun dalam waktu singkat)
  • Identifikasi tanda-tanda hypervolemia mis. Dyspnea, edema perifer, edema anasarka, JVP meningkat, CVP meningkat, refleks hepatojogular positif, berat badan menurun dalam waktu singkat)
  • Identifikasi factor resiko ketidakseimbangan cairan (mis. Prosedur pembedahan mayor, trauma/perdarahan, luka bakar, apheresis, obstruksi intestinal, peradangan pankreas, penyakit ginjal dan kelenjar, disfungsi intestinal)
  • Atur interval waktu pemantauan sesuai dengan kondisi pasien
  • Dokumentasi hasil pemantauan
  • Jelaskan tujuan dan prosedur pemantauan
  • Informasikan hasil pemantauan, jika perlu
b. Manajemen Hipovolemia (I.03116)
  • Periksa tanda-tanda hipovolemia
  • Monitor intake dan output cairan
  • Hitung kebutuhan cairan
  • Berikan posisi modified trendelenburg
  • Berikan asupan cairan oral
  • Anjurkan menghindari perubahan posisi mendadak
  • Kolaborasi pemberian cairan IV isotonik
  • Kolaborasi pemberian cairan IV Hipotonik
  • Kolaborasi pemberian cairan IV koloid
  • Kolaborasi pemberian produk darah

3. Nyeri Akut b/d agen pencedera fisik atau kimiawi (D.0077)

Luaran: Tingkat nyeri menurun (L.08066)
  • Keluhan nyeri menurun
  • Merigis menurun
  • Sikap protektif menurun
  • Gelisah dan kesulitan tidur menurun
  • Anoreksia, mual, muntah menurun
  • Ketegangan otot dan pupil dilatasi menurun
  • Pola napsa dan tekanan darah membaik
Intervensi Keperawatan:

a. Manajemen Nyeri (I.08238)

  • Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas, intensitas nyeri
  • Identifikasi skala nyeri
  • Identifikasi respon nyeri non verbal
  • Identifikasi faktor yang memperberat dan memperingan nyeri
  • Identifikasi pengetahuan dan keyakinan tentang nyeri
  • Identifikasi pengaruh budaya terhadap respon nyeri
  • Identifikasi pengaruh nyeri pada kualitas hidup
  • Monitor keberhasilan terapi komplementer yang sudah diberikan
  • Monitor efek samping penggunaan analgetik
  • Berikan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi rasa nyeri (mis. TENS, hypnosis, akupresur, terapi musik, biofeedback, terapi pijat, aroma terapi, teknik imajinasi terbimbing, kompres hangat/dingin, terapi bermain)
  • Kontrol lingkungan yang memperberat rasa nyeri (mis. Suhu ruangan, pencahayaan, kebisingan)
  • Fasilitasi istirahat dan tidur
  • Pertimbangkan jenis dan sumber nyeri dalam pemilihan strategi meredakan nyeri
  • Jelaskan penyebab, periode, dan pemicu nyeri
  • Jelaskan strategi meredakan nyeri
  • Anjurkan memonitor nyri secara mandiri
  • Anjurkan menggunakan analgetik secara tepat
  • Ajarkan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi rasa nyeri
  • Kolaborasi pemberian analgetik, jika perlu
b. Pemberian Analgetik (I.08243)
  • Identifikasi karakteristik nyeri (mis. Pencetus, pereda, kualitas, lokasi, intensitas, frekuensi, durasi)
  • Identifikasi riwayat alergi obat
  • Identifikasi kesesuaian jenis analgesik (mis. Narkotika, non-narkotika, atau NSAID) dengan tingkat keparahan nyeri
  • Monitor tanda-tanda vital sebelum dan sesudah pemberian analgesik
  • Monitor efektifitas analgesik
  • Diskusikan jenis analgesik yang disukai untuk mencapai analgesia optimal, jika perlu
  • Pertimbangkan penggunaan infus kontinu, atau bolus opioid untuk mempertahankan kadar dalam serum
  • Tetapkan target efektifitas analgesic untuk mengoptimalkan respon pasien
  • Dokumentasikan respon terhadap efek analgesic dan efek yang tidak diinginkan
  • Jelaskan efek terapi dan efek samping obat
  • Kolaborasi pemberian dosis dan jenis analgesik, sesuai indikasi

4. Risiko Infeksi b/d Ketidakadekuatan pertahanan tubuh primer –kerusakan integritas kulit (D.0142)

Luaran: Tingkat Infeksi Menurun (L.14137)
  • Kebersihan tangan dan badan meningkat
  • Demam, kemerahan, nyeri, dan bengkak menurun
  • Periode malaise menurun
  • Periode menggigil, letargi, dan ganggauan kognitif menurun
  • Kadar sel darah putih membaik
Intervensi Keperawatan: Pencegahan Infeksi (I.14539)
  • Monitor tanda dan gejala infeksi lokal dan sistemik
  • Batasi jumlah pengunjung
  • Berikan perawatan kulit pada daerah edema
  • Cuci tangan sebelum dan sesudah kontak dengan pasien dan lingkungan pasien
  • Pertahankan teknik aseptik pada psien beresiko tinggi
  • Jelaskan tanda dan gejala infeksi
  • Ajarkan cara memeriksa luka

5. Gangguan Citra tubuh b/d perubahan struktur/bentuk tubuh akibat luka bakar (D.0083)

Luaran: Harapan Meningkat (L.09068)

Intervensi Keperawatan: Promosi Citra Tubuh (I.09305)
  • Identifikasi harapan citra tubuh berdasarkan tahap perkembangan
  • Identifikasi budaya, agama, jenis kelamin, dan umur terkait citra tubuh
  • Identifikasi perubahan citra tubuh yang mengakibatkan isolasi sosial
  • Monitor frekuensi pernyataan kritik tehadap diri sendiri
  • Monitor apakah pasien bisa melihat bagian tubuh yang berubah
  • Diskusikan perubahan tubuh dan fungsinya
  • Diskusikan perbedaan penampilan fisik terhadap harga diri
  • Diskusikan kondisi stres yang mempengaruhi citra tubuh (mis.luka, penyakit, pembedahan)
  • Diskusikan cara mengembangkan harapan citra tubuh secara realistis
  • Diskusikan persepsi pasien dan keluarga tentang perubahan citra tubuh
  • Jelaskan kepada keluarga tentang perawatan perubahan citra tubuh
  • Anjurkan mengungkapkan gambaran diri terhadap citra tubuh
  • Anjurkan menggunakan alat bantu
  • Latih fungsi tubuh yang dimiliki
  • Latih peningkatan penampilan diri (mis. berdandan)
  • Latih pengungkapan kemampuan diri kepada orang lain maupun kelompok

6. Diagnosa keperawatan lain yang bisa muncul

  • Ansietas (D.0080)
  • Gangguan Nutrisi (D.0019)
  • Gangguan Mobilitas fisik (D.0054)
  • Risiko Hipotermia (D.0140)
Referensi:
  1. Ansell Cares. 2017. Burn-Assesment And Management. Iselin:USA
  2. American Burn Association. (2013). Burn Incidence and Treatment in the United States: 2013 Fact Sheet.
  3. Edlich, R.F., Drake, D.B. & Long, W.B. 2013. Electrical burn injuries. http://emedicine.medscape.com/article/1277496-overview
  4. Herman, M.H.E. 2005. A general overview of burn care. International Wound Journal, 2 (3), 206-220.
  5. Sheridan, R.L. 2013. Initial evaluation and management of the burn patient. https://emedicine.medscape.com/article/435402- overview
  6. Alharbi, Z., et. al. 2012. Treatment of burns in the first 24 hours: simple and practical guide by answering 10 questions in a step-by-step form. World Journal of Emergency Surgery, 7 (13). doi:10.1186/1749-7922-7-13
  7. Marianne Belleza RN. 2021. Burn Injury Nursing Care management. Nurses Labs. https://nurseslabs.com/burn-injury/
  8. PPNI, 2017.  Standart Diagnosis Keperawatan Indonesia (SDKI) edisi 1 cetakan II. DPP PPNI. Jakarta
  9. PPNI, 2018.  Standart Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI) edisi 1 cetakan II. DPP PPNI. Jakarta
  10. PPNI, 2019.  Standart  Luaran Keperawatan Indonesia (SLKI) edisi 1 cetakan II. DPP PPNI. Jakarta
Zul Hendry
Zul Hendry Dosen Program Studi Keperawatan di Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Yarsi Mataram