Widget HTML #1

Infeksi Mononukleosis, Penyakit yang Menular Melalui Ciuman

Istilah Infeksi mononukleosis pertama kali digunakan pada tahun 1920 untuk menggambarkan sekelompok siswa dengan penyakit faring yang sama dan temuan laboratorium darah limfositosis dan sel mononuklear atipikal.

Infeksi Mononukleosis biasanya muncul dengan keluhan demam, limfadenopati, dan faringitis tonsil. Virus Epstein-Barr (EBV) ditetapkan sebagai penyebab mononukleosis setelah petugas kesehatan yang terpapar mengembangkan tes heterofil yang positif.

Infeksi Mononukleosis
Foto by James Heilman, MD from: wikimedia.org

Infeksi Mononukleosis, Konsep Teori

Definisi

Infeksi mononukleosis adalah suatu kondisi yang biasanya disebabkan oleh virus Epstein-Barr (EBV) atau,  pada kasus yang lebih jarang disebabkan oleh cytomegalovirus (CMV).

Virus Epstein-Barr (EBV) menyebabkan sejumlah penyakit, yaitu  mononukleosis yang bersifat menular. Penularan bisa terjadi melalui ciuman.

Gejala yang ditimbulkan bervariasi, yang paling umum adalah kelelahan ekstrem, demam, sakit tenggorokan, dan pembengkakan kelenjar getah bening.

Infeksi virus Epstein-Barr (EBV) sangat umum. EBV adalah jenis virus herpes yang disebut herpesvirus 4. Di Amerika Serikat, sekitar 50% dari semua anak berusia 5 tahun dan hampir 95% orang dewasa pernah mengalami infeksi EBV.

Kebanyakan infeksi EBV tidak menimbulkan gejala. Mononukleosis biasanya berkembang pada remaja dan dewasa muda yang terinfeksi Virus Epstein Barr (EBV). Nama Mononukleosis berasal dari sejumlah besar sel darah putih (sel mononuklear) dalam aliran darah. Remaja dan dewasa muda biasanya tertular mononukleosis dengan mencium seseorang yang terinfeksi EBV.

Setelah infeksi awal ,  Virus Epstei Barr (EBV) seperti virus herpes lainnya akan tetap berada di dalam tubuh, terutama di sel darah putih seumur hidup. Orang yang terinfeksi  bisa menularkan virus dalam air liur mereka. Mereka dapat menginfeksi orang lain, walaupun mereka sudah tidak memilki gejala.

Walaupun Jarang, EBV di perkirakan berkontribusi pada perkembangan beberapa jenis kanker, seperti limfoma Burkitt dan kanker tertentu pada hidung dan tenggorokan seperti kanker nasofaring. Diperkirakan bahwa gen tertentu dari virus mengubah siklus pertumbuhan sel yang terinfeksi dan menyebabkannya menjadi kanker.

Penyebab

Penyebab mononukleosis adalah virus Epstein-Barr (EBV). EBV adalah jenis virus herpes yang menyebar melalui kontak, terutama sekresi saliva.

Selain Virus Eostein Barr (EBV) penyebab infeksi mononukleosis lain:

  • CMV
  • Adenovirus
  • Hepatitis A
  • HIV
  • Toksoplasma
  • Rubella

Epidemiologi

Epstein-Barr Virus (EBV) adalah salah satu virus pada manusia yang paling umum di dunia. Diperkirakan bahwa 90% dari populasi global seropositive EBV.

Di Amerika Serikat, seroprevalensi EBV untuk anak-anak dan remaja usia 6-19 mencapai sekitar 66,5%. Insiden tahunan untuk infeksi mononukleosis  berkisar antara 11 hingga 48 kasus per 1000 orang.

Kelompok usia di mana insiden puncak dicatat adalah pada usia 15 sampai 24 tahun. Secara klasik, infeksi simtomatik biasanya terjadi pada remaja, itulah sebabnya sebagian orang menyebut infeksi mononukleosis ini sebagai “penyakit berciuman”.

Di Amerika Serikat, infeksi mononukleosis terbukti secara klinis terjadi sekitar 30 kali lebih tinggi pada orang kulit putih dibandingkan orang kulit hitam.

Patofisiologi

Virus Epstein-Barr (EBV) ditularkan melalui kontak dengan cairan tubuh, terutama sekret orofaringeal (saliva) dan pada tingkat yang lebih rendah melalui sekret genital.

Virus Epstein-Barr (EBV) ini menginfeksi sel B di epitel orofaringeal dan dapat bertahan selama beberapa waktu.

Infeksi virus Epstein Barr pada limfosit B menghasilkan respons humoral dan seluler sistem imunitas tubuh.

Respon imun humoral yang ditujukan terhadap protein struktural EBV adalah dasar untuk pemeriksaan yang digunakan untuk mendiagnosis infeksi mononukleosis EBV. Sedangkan respons seluler Limfosit T sangat penting dalam menentukan ekspresi klinis infeksi EBV.

Selain itu, Sel pembunuh alami (NK Cell) dan sel T sitotoksik CD8+ merupakan bagian sistem imun yang dominan mengontrol proliferasi limfosit B saat terinfeksi EBV.

Respon sel T yang tidak efektif dapat menyebabkan proliferasi sel B yang berlebihan dan tidak terkontrol. Hal ini beresiko mengakibatkan keganasan limfosit B, misalnya kasus limfoma sel B.

Respon imun terhadap infeksi EBV adalah demam yang terjadi karena pelepasan sitokin akibat invasi limfosit B oleh EBV.

Limfositosis yang diamati pada sistem retikuloendotelial (RES) disebabkan oleh proliferasi limfosit B yang terinfeksi EBV. Selain itu,  proliferasi serupa di jaringan limfatik orofaring menyebabkan kondisi faringitis.

Tanda dan Gejala

Biasanya pada sebagian besar  anak di bawah 5 tahun mononukleosis tidak menimbulkan gejala.Sedangkan pada usia dewasa gejala bisa timbul. Waktu yang biasa antara infeksi sampai  munculnya gejala diperkirakan 30 sampai 50 hari. Interval ini disebut masa inkubasi.

Gejala utama infeksi mononukleosis  adalah :

  • Kelelahan yang ekstrim
  • Demam
  • Sakit tenggorokan
  • Kelenjar getah bening membengkak

Tidak semua orang akan mengalami  keempat gejala tersebut. Biasanya, infeksi dimulai dengan perasaan tidak enak badan atau malaise dan demam ringan diikuti oleh sakit tenggorokan dan pembengkakan kelenjar getah bening.

Kelelahan seringkali parah dan biasanya paling parah selama 2 sampai 3 minggu pertama tetapi bisa berlangsung selama berbulan-bulan. Demam biasanya mencapai puncaknya sekitar 39,5 ° C pada sore hari. Tenggorokan sering kali sangat sakit, dan muncul pembekakan atau abses di bagian belakang tenggorokan.

Tanda yang paling umum adalah pembengkakan kelenjar getah bening di leher, tetapi bisa juga terjadi pada kelenjar getah bening lainnya. Pada beberapa orang, satu-satunya gejala adalah pembengkakan kelenjar getah bening. 

Pembesaran Limpa juga terjadi pada sekitar 50% orang dengan infeksi mononukleosis. Hati juga bisa sedikit membesar. Terkadang area di sekitar mata bengkak.

Berapa lama gejala berlangsung bervariasi. Biasanya setelah sekitar 2 minggu gejala akan mereda, dan sebagian besar penderita dapat melanjutkan aktivitas seperti biasa. Namun, kelelahan bisa bertahan selama beberapa minggu, kadang-kadang, selama berbulan-bulan.

Mortalitas Penyakit infeksi mononukleasis kurang dari 1%. Hal ini terjadi biasanya karena komplikasi seperti ensefalitis, pecahnya limpa, atau penyumbatan saluran nafas.


Diagnosa

Anamnese dan Pemeriksaan Fisik

Gejala Infeksi mononukleosis mirip dengan  beberapa infeksi virus dan bakteri lainnya. Oleh karena itu, mononukleosis  sering tidak teridentifikasi. Namun, pembengkakan kelenjar getah bening, terutama di leher,  merupakan tanda yang cukup khas pada infeksi mononukleasis.

Demam, sakit tenggorokan, kelelahan, dan kelenjar getah bening yang nyeri adalah temuan umum pada pengkajian fisik individu dengan infeksi mononukleosis. Masa inkubasi yang panjang rata-rata 3-6 minggu menyebabkan kebanyakan pasien tidak ingat kapan paparan terjadi

Trias klasik infeksi mononukleosis adalah demam, faringitis, dan limfadenopati. Keluhan tambahan termasuk sakit kepala, malaise umum, dan asupan oral yang buruk.

Limfadenopati lebih sering terjadi di daerah serviks posterior. Selain itu, splenomegali merupakan temuan kunci pada pemeriksaan fisik hamper pada setengah dari pasien dengan infeksi mononukleosis klinis aktif.

Pemeriksaan Penunjang

Biasanya, tes darah yang dikenal sebagai tes antibodi heterofil atau monospot dilakukan untuk memastikan diagnosis. Kadang-kadang pada awal infeksi atau pada anak kecil, tes monospot negatif, dan jika dokter sangat mencurigai adanya infeksi, mereka mengulangi tes tersebut. Jika masih negatif, tes darah antibodi spesifik lainnya untuk EBV dilakukan untuk memastikan diagnosis.

Hitung darah lengkap juga diperlukan. Penemuan banyak sel darah putih mononuklear yang khas (limfosit atipikal) dapat menjadi petunjuk pertama bahwa diagnosisnya adalah infeksi mononukleosis.

Pengobatan

Perawatan dan pengobatan infeksi mononukleosis antara lain:

  • Perbanyak istirahat
  • Perbanyak minum air putih
  • Terkadang diberikan kortikosteroid untuk komplikasi tertentu
  • Tidak ada pengobatan khusus.

Orang dengan mononukleosis menular didorong untuk beristirahat selama satu atau dua minggu pertama, terutama saat gejalanya parah. Setelah sekitar 2 minggu, mereka mungkin lebih aktif dan membaik.

Namun, karena risiko limpa pecah, angkat berat dan olahraga harus dihindari setidaknya selama 1 bulan, sampai dokter memastikan melalui pemeriksaan ultrasonografi (USG) bahwa limpa telah kembali ke ukuran normal.

Asetaminofen atau obat antiinflamasi nonsteroid (NSAID, seperti aspirin atau ibuprofen) dapat meredakan demam dan nyeri. Namun, aspirin tidak boleh diberikan kepada anak-anak karena risiko sindrom Reye yang bisa berakibat fatal.

Beberapa komplikasi, seperti pembengkakan jalan nafas yang parah, dapat diobati dengan kortikosteroid.

Obat antivirus yang tersedia saat ini memiliki pengaruh yang kecil pada gejala infeksi mononukleosis dan sebaiknya tidak digunakan.

Pencegahan

Salah satu cara terbaik untuk menghindari mononukleosis adalah menghindari berbagi minuman atau peralatan makan dengan orang lain. Selain itu, jika diketahui bahwa mononukleosis menyebar di sekitar kita, sebaiknya hindari mencium siapa pun.

Upaya pencegahan yang lain adalah personal hygiene dan universal precaution, seperti selalu mencuci tangan jika berada di area yang terpapar. Jika berada di lingkungan sekolah di mana orang lain mungkin telah duduk di meja sebelumnya, pertimbangkan untuk membawa tisu desinfektan sehingga  bisa membersihkan.

Jika mencurigai  diri kita mungkin telah tertular mononukleosis  atau mungkin telah terpapar, penting untuk diingat bahwa virus tidak akan muncul selama sekitar empat hingga enam minggu. Pastikan bahwa saat batuk atau bersin, menutup dengan tisu atau lengan.

 

Referensi

  1. Kenneth M.Kaye. 2020. Infectious Mononucleosis (Epstein Barr Virus. EBV). Brigham and Women’s Hospital. Harvard Medical School. MSD Manual
  2. Kartika Shetty. 2021. Epstein-Barr Virus (EBV) Infectious Mononucleosis (Mono). Med Scape. Emedicine.
  3. Anju Goel. 2020. Mononucleosis: Also Known as mono or the “kissing disease”. Verywell Health.
  4. Michael Mohseni, et.al. 2021. Mononucleosis. StatPearls. https://www.ncbi. nlm.nih. gov/ books/ NBK470387/
  5. Bass Urgent Care. 2019. Tips To Prevent Mononucleosis.

Zul Hendry
Zul Hendry Dosen Program Studi Keperawatan di Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Yarsi Mataram