Widget HTML #1

Askep Mastitis Pendekatan Sdki Slki Siki

Mastitis adalah peradangan yang berkembang di jaringan payudara, yang menimbulkan rasa nyeri, pembengkakan, kemerahan, dan panas. Mastitis sering dialami oleh wanita yang sedang dalam masa laktasi atau menyusui. Pada tulisan ini, Rero Note akan merangkum mengenai konsep medik dan Askep mastitis mulai penyebab sampai intervensi, menggunakan pendekatan Sdki Slki dan Siki.

Tujuan :

  • Memahami penyebab, epidemiologi, patofisiologi, serta tanda dan gejala pada mastitis
  • Memahami pemeriksaan, penatalaksanaan, dan pencegahan mastitis
  • Merumuskan diagnosa keperawatan yang sering muncul pada askep mastitis menggunakan pendekatan Sdki
  • Merumuskan luaran dan kriteria hasil pada askep mastitis menggunakan pendekatan Slki
  • Melaksanakan intervensi keperawatan pada askep mastitis menggunakan pendekata Siki
Askep Mastitis Pendekatan Sdki Slki Siki
Image From piqsels.com

Konsep Medik dan Askep Mastitis

Pendahuluan

Mastitis adalah kondisi peradangan pada payudara, yang mungkin disertai atau tidak disertai infeksi. Penyakit ini kadang-kadang bisa berakibat fatal jika tidak diobati dengan benar. Seperti abses payudara, yaitu kumpulan nanah yang terlokalisasi di dalam payudara, merupakan komplikasi mastitis yang parah.

Mastitis dapat dibagi menjadi mastitis laktasi dan non-laktasi. Mastitis laktasi adalah bentuk mastitis yang paling umum. Dua jenis mastitis non-laktasi termasuk mastitis periductal, dan mastitis granulomatosa idiopatik (IGM).

Mastitis laktasi yang juga dikenal sebagai mastitis nifas, biasanya disebabkan oleh pembengkakan saluran susu yang berkepanjangan, dengan komponen infeksi dari masuknya bakteri melalui kerusakan kulit. 

Pasien dapat mengalami eritema lokal, nyeri, pembengkakan, dan dapat memiliki gejala sistemik yang terkait seperti demam. Hal ini paling sering terjadi pada enam minggu pertama menyusui tetapi dapat terjadi kapan saja selama menyusui, dengan sebagian besar kasus hilang setelah 3 bulan.

Sedangkan Mastitis periductal adalah kondisi inflamasi yang mempengaruhi duktus subareolar dan paling sering terjadi pada wanita usia reproduksi.

Mastitis granulomatosa idiopatik (IGM) adalah kondisi inflamasi langka dan jinak yang secara klinis dapat menyerupai kanker payudara. Kondisi ini terjadi terutama pada wanita parous, paling sering dalam waktu 5 tahun setelah melahirkan.

Epidemiologi

Mastitis dan abses payudara terjadi pada semua populasi, terlepas dari apakah menyusui atau tidak. Insiden abses payudara juga sangat bervariasi, dan sebagian besar perkiraan berasal dari studi retrospektif pasien mastitis (Tabel 2). Namun, menurut beberapa laporan, terutama dari negara berkembang, abses juga dapat terjadi tanpa adanya mastitis sebelumnya.

Di seluruh dunia, mastitis laktasi terjadi pada 2% -30% wanita menyusui. Di Amerika Serikat, insiden yang dilaporkan adalah antara 7% sampai 10%. Insiden tertinggi dalam tiga minggu pertama pascapersalinan.

Pada laporan lain, mastitis tercatat paling sering terjadi pada minggu kedua dan ketiga postpartum, dengan sebagian besar laporan menunjukkan bahwa 74% hingga 95% kasus terjadi dalam 12 minggu pertama. Namun, hal itu dapat terjadi pada setiap tahap laktasi, termasuk pada tahun kedua. Abses payudara juga paling sering terjadi pada 6 minggu pertama post partum, tetapi dapat terjadi kemudian

Pasien dengan mastitis periductal paling sering adalah wanita usia reproduksi, dan hampir secara eksklusif terkait dengan penggunaan tembakau. Mastitis periduktal terjadi pada 5% hingga 9% wanita di seluruh dunia.

Mastitis granulomatosa idiopatik atau IGM sangat jarang, dan prevalensi sebenarnya tidak diketahui. IGM terjadi pada wanita parous, biasanya dalam waktu lima tahun setelah melahirkan. Sebagian besar pasien yang terkena melaporkan riwayat menyusui dan mengalami gejala enam bulan sampai dua tahun setelah penghentian menyusui. Usia rata-rata saat onset adalah 32 hingga 34 tahun. Beberapa penelitian telah menunjukkan insiden IGM yang lebih tinggi pada populasi Hispanik.

Penyebab

Dua penyebab utama mastitis adalah stasis ASI dan infeksi. Stasis ASI biasanya merupakan penyebab utama, yang mungkin disertai atau tidak disertai atau berkembang menjadi infeksi.

Gunther pada tahun 1958 mengidentifikasi dari pengamatan klinis bahwa mastitis diakibatkan oleh stagnasi ASI di dalam payudara, dan bahwa pengeluaran ASI yang efisien saat terbentuk sebagian besar dapat mencegah kondisi tersebut. Dia menyarankan bahwa infeksi yang terjadi bukan primer, tetapi akibat susu yang tergenang yang menyediakan media untuk pertumbuhan bakteri.

Thomsen dkk pada tahun 1984 mendapatkan bukti tambahan tentang efek stasis ASI. Mereka menghitung leukosit dan bakteri dalam ASI dari payudara dengan tanda-tanda klinis mastitis, dan mengklasifikasikan sebagai berikut:

  • Stasis ASI  (leukosit <106 dan <103 bakteri)
  • Peradangan atau mastitis non-infeksi (leukosit>106 dan <103 bakteri)
  • Mastitis infeksi (>106 leukosit dan >103 bakteri)

Dalam penelitian, mereka menemukan bahwa stasis ASI  membaik dengan terus menyusui saja. Mastitis non Infeksi memerlukan pengobatan dengan mengeluarkan susu tambahan setelah menyusui.  Sedangkan mastitis infeksi diobati secara efektif hanya dengan penghilangan susu dan antibiotik sistemik. Tanpa pengeluaran susu yang efektif, mastitis non-infeksi cenderung berkembang menjadi mastitis infeksiosa, dan mastitis infeksiosa menjadi pembentukan abses.

Thomsen juga mengaitkan jumlah sel dan bakteri dengan temuan klinis, dan menemukan bahwa tidak mungkin memastikan dari tanda klinis apakah ada infeksi atau tidak.

Statis ASI

Stasis terjadi ketika ASI tidak dikeluarkan dari payudara secara efisien. Hal ini dapat terjadi ketika payudara membesar segera setelah melahirkan, atau setiap saat ketika bayi tidak menghisap ASI yang dihasilkan dari sebagian atau seluruh payudara.

Penyebabnya antara lain kurangnya perlekatan bayi pada payudara, isapan yang tidak efektif, pembatasan frekuensi atau durasi menyusui, dan penyumbatan saluran susu. Situasi lain yang menjadi predisposisi stasis ASI antara lain suplai ASI yang berlebihan, atau menyusui untuk anak kembar atau kelipatan yang lebih tinggi.

Infeksi

Organisme yang paling umum ditemukan pada mastitis dan abses payudara adalah Staphylococcus aureus, Staph. Albus, dan Escherichia coli. Streptococcus  kadang-kadang ditemukan dan dalam beberapa kasus dikaitkan dengan penyakit neonatal.

tuberculosis adalah penyebab mastitis yang jarang terjadi. Pada populasi di mana tuberkulosis adalah endemik, M. tuberculosis dapat ditemukan pada sekitar 1% kasus mastitis dan terkait dalam beberapa kasus dengan tonsilitis tuberkulosis pada bayi. Candida dan cryptococcus telah dilaporkan menyebabkan mastitis jamur.

Bakteri juga sering ditemukan dalam susu dari payudara tanpa gejala mastitis. Spektrum bakteri seringkali sangat mirip dengan yang ditemukan pada kulit. Oleh karena itu, pemeriksaan bakteriologis menjadi rumit karena sulitnya menghindari kontaminasi dari bakteri kulit. Meskipun teknik pengumpulan sampelnya hati-hati. Hanya 50% kultur ASI yang mungkin steril, sementara yang lain menunjukkan jumlah koloni "normal" dari 0 hingga 2.500 koloni per ml.

Dengan demikian, keberadaan bakteri dalam susu tidak selalu menunjukkan infeksi, bahkan jika itu bukan kontaminan dari kulit. Salah satu cara untuk membedakan antara infeksi dan kolonisasi bakteri sederhana pada saluran susu adalah dengan mencari bakteri yang dilapisi dengan antibodi spesifik.

Seperti halnya infeksi saluran kemih, bakteri dalam ASI yang dilapisi oleh imunoglobulin IgA dan IgG menunjukkan bahwa telah terjadi reaksi imun spesifik terhadap infeksi. Namun, fasilitas untuk pemeriksaan semacam ini tidak tersedia secara rutin di semua fasilitas kesehatan.

Faktor Predisposisi

Terdapat berbagai faktor yang diduga dapat meningkatkan risiko mastitis antara lain :

Usia

Sebuah penelitian retrospektif menunjukkan bahwa wanita berusia 21-35 tahun lebih mungkin mengalami mastitis dibandingkan mereka yang berusia di bawah 21 tahun dan di atas 35 tahun.

Studi retrospektif lainnya mengidentifikasi wanita berusia 30-34 tahun memiliki insiden mastitis tertinggi, bahkan ketika variabel paritas dan pekerjaan dikontrol.

Paritas

Primipara ditemukan menjadi faktor risiko dalam beberapa penelitian, tetapi pada penelitian yang lain menunjukan tidak ada kaitan.

Riwayat mastitis sebelumnya

Terdapat bukti substansial bahwa serangan mastitis sebelumnya merupakan predisposisi kekambuhan pada waktu berikutnya. Dalam beberapa penelitian, 40 hingga 54 persen wanita pernah mengalami satu atau lebih serangan sebelumnya. Ini bisa jadi akibat teknik menyusui yang buruk dan tidak diperbaiki.

Nutrisi

Faktor nutrisi sering dianggap sebagai predisposisi mastitis, termasuk asupan garam yang tinggi, asupan lemak yang tinggi, dan anemia, tetapi buktinya tidak meyakinkan. Gizi buruk juga termasuk dalam faktor nutrisi yang berkaitan dengan mastitis, terutama status gizi mikro yang buruk.

Antioksidan vitamin E, vitamin A, dan selenium diketahui mengurangi risiko mastitis Sebuah penelitian suplementasi mikro-nutrisi di Tanzania menemukan bahwa minyak bunga matahari yang kaya vitamin E mengurangi tanda-tanda peradangan payudara.

Zat imun dalam ASI

Faktor imun dalam ASI dapat memberikan mekanisme pertahanan pada payudara. Sebuah penelitian di Gambia mengidetifikasi  bahwa ketika tingkat faktor-faktorimunitas rendah, pertahanan yang efektif berkurang dan risiko mastitis berulang meningkat.

Stres dan kelelahan

Stres dan kelelahan ibu sering dikaitkan dengan mastitis tetapi sekali lagi hanya ada sedikit bukti kuat. Wanita yang mengalami nyeri dan demam cenderung merasa lelah dan ingin beristirahat, tetapi tidak jelas apakah kelelahan merupakan penyebab kondisi tersebut atau tidak.

Pekerjaan

Dalam sebuah penelitian retrospektif pada tahun 1991 oleh Kaufmann dan Foxman, pekerjaan penuh waktu di luar rumah ditemukan berhubungan dengan peningkatan insiden mastitis. Penjelasan yang masuk akal adalah stasis ASI yang disebabkan oleh interval yang lama antara menyusui dan kurangnya waktu untuk pengeluaran ASI yang memadai.

Faktor lokal pada payudara

Faktor-faktor seperti jenis kulit, reaksi kulit terhadap matahari, alergi, ruam, dan paparan dingin belum terbukti mempengaruhi kejadian mastitis. Apakah beberapa prosedur seperti penggunaan krim dapat mencegah mastitis masih bersifat spekulatif.

Dari aspek ukuran, tidak ada bukti yang mendukung anggapan bahwa ukuran payudara mempengaruhi  risiko mastitis.

Trauma

Trauma pada payudara dari sebab apapun dapat merusak jaringan kelenjar dan saluran dan ini dapat menyebabkan mastitis. Kemungkinan penyebab yang tidak boleh diabaikan adalah kekerasan kejadian tergigit oleh bayi yang mulai tumbuh giginyadan kemungkinan besar terjadi selama menyusui.

Patofisiologi

Mastitis laktasi biasanya terjadi karena terhambatnya drainase penegeluaran atau statis ASI  dan masuknya bakteri. Kondisi umum yang menyebabkan terhambatnya pengeluaran ASI antara lain  pemberian ASI yang jarang, kelebihan pasokan susu, penyapihan bayi yang terlalu cepat, penyakit pada ibu atau anak, dan saluran susu yang tersumbat. Hal ini akan meningkatkan resiko pertumbuhan organisme yang  menyebabkan infeksi. Diperkirakan bahwa bakteri biasanya masuk dari mulut bayi, atau kulit ibu melalui retakan di puting susu.

Patofisiologi mastitis periductal masih belum jelas. Merokok dianggap berperan dalam patogenesis, baik secara langsung atau tidak langsung merusak saluran yang menyebabkan nekrosis dan bisa berlanjut ke kejadian infeksi.  Metaplasia skuamosa adalah temuan pada pasien dengan kondisi ini, dan diperkirakan bahwa sel-sel metaplastik yang terdeskuamasi dapat membentuk sumbat yang menyebabkan penyumbatan saluran lalu memicu infeksi.

Sebuah penelitian menunjukkan adanya peningkatan regulasi IFN-γ, dan IL-12A pada pasien dengan mastitis periduktal dibandingkan dengan kontrol. IFN-γ, dan IL-12A  adalah sitokin yang disekresikan oleh sel TH1, dan berperan dalam pemberantasan patogen asing. Peningkatan regulasi sitokin ini menunjukkan bahwa respon imun mungkin memainkan peran dalam patogenesis mastitis periductal.

Patofisiologi Mastitis Granulomatosa Idiopatik (IGM) masih belum jelas, tetapi teori yang diterima secara luas menunjukkan destruksi autoimun yang diprakarsai oleh pemicu spesifik, seperti trauma, bakteri, atau ekstravasasi susu.  Hal ini menyebabkan kebocoran sekresi dari saluran ke jaringan payudara, dan sel-sel inflamasi menyusup dan menyebabkan respon granulomatosa.

Tanda dan Gejala

Statis ASI

Stasis ASI  mempengaruhi bagian payudara seperti lobus diasumsikan karena obstruksi padat,  tetapi bisa juga karena pengeluaran ASI yang tidak efisien dari bagian payudara tersebut.

Tanda-tanda klinisnya adalah benjolan yang menyakitkan di satu payudara, seringkali dengan bercak kemerahan pada kulit di atasnya. Biasanya hanya sebagian dari satu payudara yang terpengaruh dan tidak ada demam.

Beberapa wanita dengan saluran tersumbat melaporkan adanya partikulat dalam ASI mereka. Dalam kasus ini mungkin ada obstruksi padat  pada saluran ASI.

Gejala akan cepat hilang ketika bahan partikulat padat tersebut dan ASI dikeluarkan dari bagian payudara yang terkena. Butiran putih yang dapat ditemukan dalam akumulasi susu diperkirakan terbentuk dari campuran kasein dan bahan lain yang dikeraskan oleh garam yang mengandung kalsium.

Partikulat ini biasanya tampak berlemak atau berserat, terkadang berwarna coklat atau kehijauan, terkadang juga dikeluarkan dari saluran yang tampaknya tersumbat, diikuti dengan hilangnya gejala yang timbul sebelumnya.

Kondisi lain adalah munculnya bintik putih di ujung putting yang biasanya berdiameter sekitar 1 mm. Bintik putih ini bisa sangat menyakitkan selama menyusui. Obstruksi akan hilang ketika bintik putih dihilangkan misalnya dengan menggunakan jarum steril atau menggosok dengan handuk. Bintik putih diduga karena pertumbuhan berlebih dari epitel, akumulasi bahan partikulat atau lemak.

Kondisi lain yang tidak biasa terkait adalah galactocoele. Galactoceole adalah kista berisi susu, diperkirakan berkembang dari saluran yang tersumbat. Muncul sebagai pembengkakan bulat halus di payudara. Galactocoele dapat diangkat melalui pembedahan dengan anestesi lokal dan tidak menggangu proses menyusui.

Mastitis Non Infeksi

Ketika ASI tidak dikeluarkan sebagian atau seluruhnya dari payudara, produksi ASI melambat dan akhirnya berhenti. Namun, proses ini memakan waktu beberapa hari atau beberapa minggu. Seleam proses penghentian itu, akumulasi ASI dapat menyebabkan respon inflamasi

Sitokin pro inflamasi dan anti-inflamasi ditemukan secara normal dalam ASI. Sitokin anti inflamasi dan faktor lain dianggap melindungi bayi, tetapi sitokin pro-inflamasi seperti interleukin-8 (IL-8)bermanfaat untuk melindungi payudara dari infeksi.

Peningkatan kadar IL-8 ditemukan di payudara selama mastitis, dan merupakan tanda bahwa terjadi respons inflamasi. Sebagai bagian dari respon inflamasi, jalur paraselular  antara sel-sel yang mensekresi susu dari alveoli mammae terbuka, memungkinkan zat-zat dari plasma masuk ke dalam ASI, terutama imunoprotein dan natrium.

Pada saat yang sama, peningkatan tekanan ASI di saluran dan alveoli dapat memaksa zat dari susu kembali ke jaringan sekitarnya. Sitokin dari ASI dapat menginduksi respon inflamasi pada jaringan sekitarnya, dan mungkin juga komponen lain menginduksi reaksi antigenik.

Proses Peradangan bertanggung jawab atas  munculnya tanda dan gejala mastitis. Sebagian payudara terasa nyeri, merah, bengkak, dan keras. Biasanya hanya satu payudara yang terkena. Wanita yang mengalami akan sering demam dan merasa sakit.

Pembukaan jalur paraseluler mengakibatkan perubahan komposisi ASI. Kadar natrium dan klorida meningkat, sedangkan kadar laktosa dan kalium menurun. Rasa susu berubah menjadi lebih asin dan kurang manis. Biasanya rasa asin hanya bersifat sementara, berlangsung sekitar satu minggu.

Mastitis Infeksi

Tanda dan gejala mastitis infeksi seperti dibahas di atas, tidak bisa dibedakan dari mastitis non-infeksi. Bagian dari payudara yang terkena  menjadi merah, nyeri, bengkak dan keras, dan mungkin ada gejala umum seperti demam dan malaise. Tanda yang menyertainya mungkin adalah fisura puting susu.

Mastitis infeksi bisa diklasifikasikan menurut tempatnya yaitu mastitis superfisial yang terjadi di dermis dan mastitis intramammary yang terletak baik di jaringan kelenjar, parenkim atau di jaringan ikat payudara (interstisial).

Jumlah sel dan jumlah koloni bakteri berguna untuk membedakan antara mastitis infeksi dan noninfeksi. Kultur ASI dapat membantu menentukan organisme yang menginfeksi  dan sensitivitas antibiotiknya.

Mastitis berulang mungkin terjadi  karena pengobatan yang tertunda atau tidak memadai dari kondisi awal  atau kesalahan teknik menyusui yang tidak dikoreksi. Kadang-kadang kekambuhan juga dikaitkan dengan kandidiasis.

Pemeriksaan Diagnostik

Diagnosis mastitis  didasarkan pada riwayat dan temuan klinis. Jika ada kekhawatiran bahwa pasien mungkin mengalami abses payudara, USG payudara dapat dilakukan. Jika terdapat abses, area hypoechoic dari bahan purulen akan terlihat.

Untuk pasien dengan infeksi berat yang tidak responsif terhadap terapi antibiotik awal, kultur ASI dapat berguna untuk memandu pemilihan antibiotik yang tepat. Demikian pula, jika ada kekhawatiran bakteremia pada pasien dengan mastitis berat, kultur darah bisa dilakukan.

Mastitis periductal merupakan diagnosis klinis. Jika drainase puting ada, pewarnaan gram dan kultur harus dikirim untuk mengidentifikasi jenis organisme terkait. Jika ada massa terkait dan kekhawatiran akan keganasan, bisa dilakukan pemeriksaan USG atau mamografi .

Karena gambaran klinis Mastitis Granulomatosa Idiopatik (IGM) bisa tumpang tindih dengan kanker payudara, biopsi harus dilakukan untuk membuat diagnosis ini. Ultrasonografi dan mamografi tidak cukup untuk membedakan IGM dengan kanker payudara.

Penatalaksanaan

Penatalaksanaan awal mastitis laktasi adalah pengobatan simtomatik dan mengosongkan payudara secara rutin telah terbukti mengurangi durasi gejala pada pasien. Pasien harus didorong untuk terus menyusui, memompa, atau memerah ASI dengan tangan.

Jika pasien berhenti mengeluarkan ASI, kondisi stasis ASI akan tetap terjadi dan resiko infeksi akan meningkat. Obat antiinflamasi nonsteroid (NSAID) dapat digunakan untuk mengontrol rasa nyeri.

Kompres hangat pada payudara sesaat sebelum pengosongan dapat membantu meningkatkan pengeluaran ASI dan memperlancar proses pengosongan ASI. Kompres dingin pada payudara setelah pengosongan dapat membantu mengurangi edema dan nyeri. Jika gejala mastitis laktasi bertahan lebih dari 12 sampai 24 jam bisa diberikan antibiotik.

Jika terdapat abses, aspirasi jarum yang dipandu ultrasound ditambah terapi antibiotik merupakan pilihan penatalaksanaan yang bisa dilakukan. Mastitis periductal sering merupakan kondisi yang berulang. Jika pasien mengalami infeksi berulang, eksisi bedah pada saluran yang meradang mungkin diperlukan.

Pengobatan Mastitis Idiopatik Granulomatosa ( IGM) masih kontroversial. Strategi pengobatan saat ini sangat bervariasi dan dapat mencakup observasi, kortikosteroid, imunosupresan, antibiotik, dan pembedahan. IGM merupakan kondisi jinak yang biasanya sembuh tanpa pengobatan dalam rata-rata 5 bulan. Jika IGM diperumit oleh infeksi sekunder, antibiotik harus dipilih berdasarkan kultur dan sensitivitas.

Baca Juga : Cara Alami Mencegah dan Mengobati Mastitis Pada Ibu Menyusui

Asuhan Keperawatan

Diagnosa, Luaran, dan Intervensi Keperawatan Sdki Slki Siki

1. Nyeri Akut b/d agen pencedera Fisiologis /Inflamasi (D.0077)

Luaran: Tingkat nyeri menurun (L.08066)

  • Keluhan nyeri menurun
  • Merigis menurun
  • Sikap protektif menurun
  • Gelisah dan kesulitan tidur menurun
  • Anoreksia, mual, muntah menurun
  • Ketegangan otot dan pupil dilatasi menurun
  • Pola napsa dan tekanan darah membaik

Intervensi Keperawatan:

a. Manajemen Nyeri (I.08238)

  • Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas, intensitas nyeri
  • Identifikasi skala nyeri
  • Identifikasi respon nyeri non verbal
  • Identifikasi faktor yang memperberat dan memperingan nyeri
  • Identifikasi pengetahuan dan keyakinan tentang nyeri
  • Identifikasi pengaruh budaya terhadap respon nyeri
  • Identifikasi pengaruh nyeri pada kualitas hidup
  • Monitor keberhasilan terapi komplementer yang sudah diberikan
  • Monitor efek samping penggunaan analgetik
  • Berikan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi rasa nyeri (mis. TENS, hypnosis, akupresur, terapi musik, biofeedback, terapi pijat, aroma terapi, teknik imajinasi terbimbing, kompres hangat/dingin, terapi bermain)
  • Kontrol lingkungan yang memperberat rasa nyeri (mis. Suhu ruangan, pencahayaan, kebisingan)
  • Fasilitasi istirahat dan tidur
  • Pertimbangkan jenis dan sumber nyeri dalam pemilihan strategi meredakan nyeri
  • Jelaskan penyebab, periode, dan pemicu nyeri
  • Jelaskan strategi meredakan nyeri
  • Anjurkan memonitor nyri secara mandiri
  • Anjurkan menggunakan analgetik secara tepat
  • Ajarkan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi rasa nyeri
  • Kolaborasi pemberian analgetik, jika perlu

b. Pemberian Analgetik (I.08243)

  • Identifikasi karakteristik nyeri (mis. Pencetus, pereda, kualitas, lokasi, intensitas, frekuensi, durasi)
  • Identifikasi riwayat alergi obat
  • Identifikasi kesesuaian jenis analgesik (mis. Narkotika, non-narkotika, atau NSAID) dengan tingkat keparahan nyeri
  • Monitor tanda-tanda vital sebelum dan sesudah pemberian analgesik
  • Monitor efektifitas analgesik
  • Diskusikan jenis analgesik yang disukai untuk mencapai analgesia optimal, jika perlu
  • Pertimbangkan penggunaan infus kontinu, atau bolus opioid untuk mempertahankan kadar dalam serum
  • Tetapkan target efektifitas analgesic untuk mengoptimalkan respon pasien
  • Dokumentasikan respon terhadap efek analgesic dan efek yang tidak diinginkan
  • Jelaskan efek terapi dan efek samping obat
  • Kolaborasi pemberian dosis dan jenis analgesik, sesuai indikasi

2. Risiko Infeksi b/d Ketidakadekuatan pertahanan tubuh primer –kerusakan integritas kulit (D.0142)

Luaran: Tingkat Infeksi Menurun (L.14137)

  • Kebersihan tangan dan badan meningkat
  • Demam, kemerahan, nyeri, dan bengkak menurun
  • Periode malaise menurun
  • Periode menggigil, letargi, dan ganggauan kognitif menurun
  • Kadar sel darah putih membaik

Intervensi Keperawatan: Pencegahan Infeksi (I.14539)

  • Monitor tanda dan gejala infeksi lokal dan sistemik
  • Batasi jumlah pengunjung
  • Berikan perawatan kulit pada daerah edema
  • Cuci tangan sebelum dan sesudah kontak dengan pasien dan lingkungan pasien
  • Pertahankan teknik aseptik pada psien beresiko tinggi
  • Jelaskan tanda dan gejala infeksi
  • Ajarkan cara memeriksa luka

 

Referensi:

  1. Pevzner, M., & Dahan, A. 2020. Mastitis While Breastfeeding: Prevention, the Importance of Proper Treatment, and Potential Complications. Journal of clinical medicine, 9(8), 2328. https://doi.org/10.3390/jcm9082328
  2. Blackmon MM, Nguyen H, Mukherji P. 2021.  Acute Mastitis. Treasure Island (FL): StatPearls Publishing. https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK557782/
  3. WHO. 2000. Mastitis Causes And Management. Geneva:Departement Of Child Adolescent Health And Development.
  4. PPNI, 2017.  Standart Diagnosis Keperawatan Indonesia (SDKI)  edisi 1 cetakan II. DPP PPNI. Jakarta
  5. PPNI, 2018.  Standart Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI) edisi 1 cetakan II. DPP PPNI. Jakarta
  6. PPNI, 2019.  Standart  Luaran Keperawatan Indonesia (SLKI)  edisi 1 cetakan II. DPP PPNI. Jakarta

Zul Hendry
Zul Hendry Dosen Program Studi Keperawatan di Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Yarsi Mataram