Widget HTML #1

Askep Tumor Otak Sdki Slki Siki

Tumor otak adalah massa atau pertumbuhan sel abnormal di otak baik berupa pertumbuhan jinak atau ganas. Tumor otak bisa berasal dari otak atau metastasis dari bagian tubuh yang lain. Pada tulisan ini, Repro Note akan merangkum mengenai askep tumor otak menggunakan pendekatan Sdki Slki dan Siki.

Tujuan :

  • Memahami definisi, penyebab, dan tanda gejala yang muncul pada pasien dengan tumor otak
  • Memahami Pemeriksaan dan penatalaksanaan pada pasien dengan tumor otak
  • Mengidentifikasi diagnosa keperawatan yang sering muncul pada askep tumor otak berdasarkan pendekatan Sdki
  • Merumuskan luaran dan kriteria hasil pada askep tumor otak berdasarkan pendekatan Slki
  • Melaksanakan intervensi keperawatan pada askep tumor otak menggunakan pendekatan Slki
  • Melakukan edukasi pasien dan keluarga pada askep tumor otak

Askep Tumor Otak Sdki Slki Siki
Image by Bobjgalindo from: wikimedia.org

Konsep Medik dan Askep Tumor Otak

Pendahuluan

Tumor otak merupakan 2-3% dari semua neoplasma ganas dan hampir 85-90% dari semua tumor susunan saraf pusat primer, dengan perkiraan tingkat kelangsungan hidup lima tahun hingga 35% untuk tumor ganas dan sekitar 90% untuk tumor jinak. Beberapa hasil studi menempatkan tumor otak dalam daftar keganasan paling umum setelah leukemia pada anak-anak dengan insiden hingga 25%.

Tingkat prevalensi yang meningkat di negara maju dapat dikaitkan dengan ketersediaan teknik canggih untuk mendeteksi dan diagnosis bila dibandingkan dengan negara berkembang di mana kebanyakan orang memiliki akses terbatas ke peralatan untuk deteksi dini. Hal ini menyebabkan kasus yang tidak terdiagnosis dan tidak terdaftar, sehingga menurunkan tingkat insiden dan prevalensi yang dilaporkan.

Tumor otak berkisar dari jinak sampai ganas serta tumor metastasis. Tumor otak metastatik lebih banyak terjadi pada orang dewasa. Karsinoma yang bermetastasis ke otak antara lain paru-paru, kanker payudara, kanker kulit (melanoma), kanker ginjal dan usus besar.

Tumor otak diklasifikasikan menjadi grade I-IV oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) berdasarkan potensi keparahan dan prognosis mereka. Tumor otak derajat rendah yaitu I dan II biasanya memiliki prognosis yang lebih baik dibandingkan dengan tumor derajat III & IV yang cenderung ganas sehingga menyebabkan komplikasi serius.

Kategori tumor otak primer berdasarkan jenis sel asalnya antara lain glioma memiliki asosiasi dengan sel glial, meningioma yang merupakan pertumbuhan meningen yang tidak normal, ependymoma yaitu berasal dari sel ependymocytes yang melapisi ventrikel yang terisi CSF, dan astrocytomas yang  berkembang dari sel glial berbentuk bintang (astrosit).

Mayoritas tumor otak primer adalah glioma, yaitu tumor yang berkembang dari sel-sel pendukung sistem saraf (sel glial atau neuroglia) yaitu hampir 33%. Glioma memiliki berbagai subtipe histologis dari astrocytoma pilocytic hingga glioblastoma. Biasanya, glioma adalah tumor otak yang muncul pada orang dewasa dengan usia diatas 45 tahun, meskipun dapat muncul pada periode usia lain.

Penyebab 

Penyebab pasti tumor otak primer masih belum jelas, namun ada beberapa faktor risiko yang dianggap berasal dari kerentanan populasi terhadap tumor. Selain ketergantungannya pada asal seluler dan lokasi tumor, kemungkinan tumor otak meningkat seiring bertambahnya usia, dengan frekuensi tertinggi antara 55 dan 64 tahun.

Rasio insiden tumor otak antara laki-laki dan perempuan adalah 1,5:1,kecuali meningioma yang lebih umum terjadi pada perempuan. Beberapa referensi menunjukkan kecenderungan populasi kulit putih di Amerika serikat  terhadap kejadian glioma.

Beberapa factor resiko yang diduga terkait antara lain radiasi pengion dosis tinggi seperti sinar-X, CT scan dan MRI. Telah dilaporkan bahwa anak-anak yang terpapar radioterapi untuk pengobatan berbagai penyakit rentan terhadap tumor otak dalam selang waktu hampir 15 tahun setelah terpapar.

Perkembangan tumor otak akibat radiasi relatif umum terjadi pada anak muda yang mengalami leukemia. Meskipun diperkirakan faktor genetika juga ikut berperan, terdapat beberapa kondisi kanker yang diturunkan seperti neurofibromatosis tipe I & II, penyakit Von Hippel-Lindau, Tuberous sclerosis, sindrom Li-Fraumeni, penyakit Coden, sindrom Gorlin, sindrom Turcot juga berkontribusi terhadap terjadinya tumor otak.

Faktor risiko lain yang juga di duga terlibat dalam insiden tumor otak adalah  ponsel, virus, alergen, alkohol, senyawa N-nitroso, infeksi, bahan kimia dan kebiasaan merokok. Meskipun tidak ada pernyataan khusus mengenai penggunaan ponsel berlebihan sebagai faktor risiko, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyarankan penggunaan ponsel sebisa mungkin dibatasi mengingat kemungkinan resiko ini.

Tanda dan Gejala

Perubahan sistem saraf pusat oleh jaringan yang menyebar dan menghancurkan, dan oleh efek sekunder yang paling sering adalah kompresi otak, saraf kranial, dan pembuluh serebral, edema serebral, dan kenaikan tekanan intrakranial (intracranial pressure - ICP)

Beberapa gejala akibat peningkatan tekanan di dalam tengkorak:

  • Penurunan fungsi mental
  • Masalah akibat tekanan pada struktur tertentu di dalam atau di dekat otak, seperti saraf ke mata (saraf optik)

Bergantung pada area otak mana yang terpengaruh,  tumor dapat menyebabkan salah satu hal berikut:

  • Menyebabkan lengan, tungkai, atau salah satu sisi tubuh menjadi lemah atau lumpuh
  • Ganggu kemampuan merasakan panas, dingin, tekanan, sentuhan ringan, atau benda tajam
  • Membuat orang tidak bisa mengekspresikan atau memahami bahasa
  • Meningkatkan atau menurunkan denyut nadi dan frekuensi pernapasan jika tumor menekan batang otak
  • Gangguan kemampuan mendengar, mencium, atau melihat (menyebabkan gejala seperti penglihatan ganda dan kehilangan penglihatan)

Pemeriksaan Diagnostik

Biopsi jaringan yang dilakukan dengan pembedahan stereotaktis. Dalam prosedur ini, cincin kepala dilekatkan pada tengkorak, dan alat eksisional diarahkan ke lesi dengan panduan computed tomography (CT) scan atau magnetic resonance imaging (MRI).

Sinar-X tengkorak, scan otak, CT scan, MRI, dan angiografi serebral memastikan diagnosis dan mengidentifikasi lokasi tumor.

Pungsi lumbar menunjukkan kenaikan tekanan dan kadar protein, penurunan kadar glukosa, dan kadang-kadang sel tumor dalam cairan serebrospinal (cerebrospinal fluid - CSF).

Penatalaksanaan

Pendekatan remedial meliputi pembuangan tumor yaag bisa direseksi, penyembuhan edema serebral, kenaikan ICP, dan pencegahan kerusakan neurologis yang lebih jauh.

Modus terapi tergantung pada tipe histologis radiosensitivitas, dan lokasi, dan membutuhkan pembedahan, radiasi, krmoterapi, atau dekompresi kenaikan ICP diuretik, kortikosteroid, atau bisa fuga pemasangan shunt ventrikuloatrial atau ventrikuloperitoneal untuk CSF.

Astrositoma : Reseksi astrositoma serebral sistik tingkat rendah melalui pembedahan akan membuat pasien bisa bertahan nidup dalam jangka panjang. Penanganan astrositoma lain meliputi pembedahan ulang, terapi radiasi, dan pemasangan shunt cairan dari jalan CSF yang mengalami obstruksi. Beberapa astrositoma sangat radiosensitif, namun lainnya radioresistan.

Glioma: Penanganannya biasanya membutuhkan reseksi dengan kraniotomi, yang diikuti dengan terapi radiasi dan kemoterapi. Kombinasi nitrosourea carmustine (BCNU), lomustine atau procarbazine dan radiasi postoperatif lebih efektif daripada radiasi saja.

Moduloblastoma: Penanganannya meliputi reseksi, dan bisa juga infusi methotrexate atau antineoplastik lainnya secara intrarektal.

Meningoma: Penanganannya membutuhkan reseksi, termasuk dura mater dan tulang (mortalitas saat operasi bisa mencapai 10% akibat besarnya ukuran tumor).

Oligodendraglioma dan ependimoma: Penanganannya meliputi reseksi dan terapi radiasi.

Schwannoma: Teknik pembedahan mikro (microsurgical) memungkinkan reseksi lengkap pada tumor dan pemeliharaan saraf fasial. Terapi radiasi setelah operasi diperlukan walaupun schwannoma agak radioresistan.

Kemoterapi untuk tumor otak ganas meliputi nitrosourea untuk membantu memecah sawar darah otak dan memungkinkan obat kemoterapeutik mengalir. Pemberian obat secara intrarektal dan intraarterial akan memaksimalkan tindakan obat.

Obat yang meringankan glioma, astrositoma, oligodendroglioma, dan ependimoma meliputi dexamethasone untuk edema serebral dan antasid dan antagonis reseptor-histamine untuk menekan ulser. Tumor-tumor tersebut dan schwannoma juga bisa membutuhkan antikonvulsan.

Asuhan Keperawatan

Fokus Intervensi Keperawatan

Lakukan kajian komprehensif (antara lain evaluasi neurologis lengkap) untuk memberikan data mendasar dan memandu perawatan berikutnya. Dapatkan riwayat kesehatan mendalam mengenai serangan gejala.

Bantu pasien dan keluarganya menjalani pengobatan, ketidakmampuan yang berpotensi terjadi, dan perubahan gaya hidup akibat tumornya.

Selama dirawat inap

  • Secara seksama, dokumentasikan aktivitas kejang (kemunculan, sifat, dan durasi).
  • Pertahankan kepatenan jalan napas.
  • Pantau keamanan pasien.
  • Beri antikonvulsan sesuai resep.
  • Secara kontinu, periksa perubahan pada status neurologis, dan lihat adakah kenaikan ICP
  • Lihat adakah dilasi pupil unilateral mendadak yang disertai hilangnya refleks terhadap cahaya, dan laporkan secepatnya. Perubahan yang tidak baik ini mengindikasikan herniasi transtentorial yang akan muncul.
  • Secara saksama, pantau perubahan respiratorik.
  • Perhatikan tingkat dan kedalaman respiratorik abnormal bisa menunjukkan kenaikan ICP atau herniasi tonsil serebral karena meluasnya gumpalan infratentorial.
  • Secara saksama, pantau suhu tubuh pasien. Umumnya, demam akan mengikuti anoksia hipotalamik namun juga bisa mengindikasikan meningitis. Gunakan selimut hipotermia sebelum dan setelah operasi untuk menjaga suhu pasien dan meminimalkan tuntutan metabolik serebral.
  • Beri steroid dan diuretik osmotik, misalnya mannitol, seperlunya, untuk mengurangi edema serebral. Cairan bisa dibatasi sampai 1 ½ qt (1,4 L) tiap 24 jam. Pantau keseimbangan cairan dan elektrosit untuk menghindari dehidrasi.
  • Lihat adakah tanda dan gejala ulser tekanan: distensi abdominal, nyeri, muntah, dan tinja hitam dan seperti ter. Beri antasid dan antagonis histamin-2-reseptor seperlunya.

Setelah Pembedahan

  • Lanjutkan pemantauan status neurologis umum dan lihat adakah tanda kenaikan 1CP, misalnya naiknya penutup tulang dan perubahan neurologis yang khas. Untuk mengurangi risiko ICP naik, batasi cairan sampai 1 ½ qt tiap 24 jam.
  • Naikkan kepala ranjang pasien sekitar 30 derajat untuk membantu drainase venosa dan mengurangi edema serebral akibat kraniotomi supratentorial. Posisikan tubuhnya di sisi untuk memungkinkan drainase sekresi dan mencegah aspirasi.
  • Bila perlu, minta pasien menghindari manuver Valsava atau kontraksi otot isometrik saat bergerak atau duduk di ranjang, karena bisa menaikkan tekanan intratoraks, sehingga menyebabkan kenaikan ICP.
  • Jangan memberi cairan oral seperlunya karena bisa memicu muntah dan akibatnnya menaikkan ICP.
  • Setelah kraniotomi infratentorial, jaga agar tubuh pasien berbaring datar selama 48 jam, tetapi lakukan logroll padanya setiap 2 jam untuk meminimalkan komplikasi berupa imobilisasi. Cegah komplikasi lain dengan memperhatikan status ventilatorik secara saksama dan memperhatikan pula fungsi kardiovaskular, GI, dan muskuloskeletal.
  • Lihat luka secara seksama, adakah infeksi dan pembentukan sinus.Terapi radiasi biasanya ditunda sampai luka operasi sembuh, namun bisa menyebabkan gangguan luka setelah itu.
  • Setelah radiasi, lihat adakah tanda kenaikan ICP karena radiasi bisa menyebabkan inflamasi otak.
  • Minta pasien melihat adakah tanda infeksi atau pendarahan yang muncul dalam waktu 4 minggu setelah dimulainya kemoterapi dan segera melaporkannya, karena nitrosourea yang digunakan sebagai pelengkap radioterapi dan pembedahan bisa menyebabkan tertundanya depresi sumsum tulang.
  • Sebelum kemoterapi, beri prochlorperazine (Compazine) atau antiemetik lain bila perlu, untuk meminimalkan mual dan muntah.
  • Beritahu pasien mengenai tanda-tanda rekurensi, dan minta la mematuhi aturan pengobatan.
  • Mulai lakukan rehabilitasi sejak dini karena tumor otak bisa menyebabkan defisit neurologis residual yang melemahkan pasien secara fisik dan mental.
  • Konsultasikan dengan terapis okupasional dan fisik untuk mendorong pasien melakukan akivitas sehari-hari secara mandiri.
  • Bila perlu, sediakan bantuan untuk perawatan diri dan mobilisasi, misalnya palang pegangan di kamar mandi bagi pasien yang menggunakan kursi roda.
  • Jika pasien mengalami afasia, konsultasikan dengan ahli terapi wicara.

Diagnosa, Luaran, dan Intervensi Keperawatan Sdki Slki Siki

1. Nyeri Akut (D.0077)

Luaran: Tingkat nyeri menurun (L.08066)

  • Keluhan nyeri menurun
  • Merigis menurun
  • Sikap protektif menurun
  • Gelisah dan kesulitan tidur menurun
  • Anoreksia, mual, muntah menurun
  • Ketegangan otot dan pupil dilatasi menurun
  • Pola napsa dan tekanan darah membaik

Intervensi Keperawatan: 

a. Manajemen Nyeri (I.08238)

  • Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas, intensitas nyeri
  • Identifikasi skala nyeri
  • Identifikasi respon nyeri non verbal
  • Identifikasi faktor yang memperberat dan memperingan nyeri
  • Identifikasi pengetahuan dan keyakinan tentang nyeri
  • Identifikasi pengaruh budaya terhadap respon nyeri
  • Identifikasi pengaruh nyeri pada kualitas hidup
  • Monitor keberhasilan terapi komplementer yang sudah diberikan
  • Monitor efek samping penggunaan analgetik
  • Berikan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi rasa nyeri (mis. TENS, hypnosis, akupresur, terapi musik, biofeedback, terapi pijat, aroma terapi, teknik imajinasi terbimbing, kompres hangat/dingin, terapi bermain)
  • Kontrol lingkungan yang memperberat rasa nyeri (mis. Suhu ruangan, pencahayaan, kebisingan)
  • Fasilitasi istirahat dan tidur
  • Pertimbangkan jenis dan sumber nyeri dalam pemilihan strategi meredakan nyeri
  • Jelaskan penyebab, periode, dan pemicu nyeri
  • Jelaskan strategi meredakan nyeri
  • Anjurkan memonitor nyri secara mandiri
  • Anjurkan menggunakan analgetik secara tepat
  • Ajarkan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi rasa nyeri
  • Kolaborasi pemberian analgetik, jika perlu

b. Pemberian Analgetik (I.08243)

  • Identifikasi karakteristik nyeri (mis. Pencetus, pereda, kualitas, lokasi, intensitas, frekuensi, durasi)
  • Identifikasi riwayat alergi obat
  • Identifikasi kesesuaian jenis analgesik (mis. Narkotika, non-narkotika, atau NSAID) dengan tingkat keparahan nyeri
  • Monitor tanda-tanda vital sebelum dan sesudah pemberian analgesik
  • Monitor efektifitas analgesik
  • Diskusikan jenis analgesik yang disukai untuk mencapai analgesia optimal, jika perlu
  • Pertimbangkan penggunaan infus kontinu, atau bolus opioid untuk mempertahankan kadar dalam serum
  • Tetapkan target efektifitas analgesic untuk mengoptimalkan respon pasien
  • Dokumentasikan respon terhadap efek analgesic dan efek yang tidak diinginkan
  • Jelaskan efek terapi dan efek samping obat
  • Kolaborasi pemberian dosis dan jenis analgesik, sesuai indikasi

2. Penurunan Kapasitas Adaptif Intrakranial (D.0066)

Luaran: Kapasitas Adaptif Intrakranial Meningkat ( L.06049 )

  • Tingkat kesadaran dan fungsi kognitif meningkat
  • Sakit kepala, gelisah, agitasi, dan muntah menurun
  • Postur deserebrasi (ekstensi) dan papilledema menurun
  • Tekanan darah dan tekanan nadi membaik
  • Bradikardia membaik
  • Pola napas membaik
  • Respon pupil dan reflex neurologis membaik

Intervensi Keperawatan: Pemantauan tekanan intrakranial (I.06198)

  • Observasi penyebab peningkatan TIK
  • Monitor peningkatan TD
  • Monitor pelebaran tekanan nadi (selish TDS dan TDD)
  • Monitor penurunan frekuensi jantung
  • Monitor ireguleritas irama jantung
  • Monitor penurunan tingkat kesadaran
  • Monitor perlambatan atau ketidaksimetrisan respon pupil
  • Monitor kadar CO2 dan pertahankan dalm rentang yang diindikasikan
  • Monitor tekanan perfusi serebral
  • Monitor jumlah, kecepatan, dan karakteristik drainase cairan serebrospinal
  • Monitor efek stimulus lingkungan terhadap TIK
  • Ambil sampel drainase cairan serebrospinal
  • Kalibrasi transduser
  • Pertahankan sterilitas system pemantauan
  • Pertahankan posisi kepala dan leher netral
  • Bilas sitem pemantauan, jika perlu
  • Atur interval pemantauan sesuai kondisi pasien
  • Dokumentasikan hasil pemantauan
  • Jelaskan tujuan dan prosedur pemantauan
  • Informasikan hasil pemantauan, jika perlu

3. Resiko Perfusi Serebral Tidak efektif (D.0017)

Luaran: Perfusi Serebral meningkat (L.02014)

  • Tingkat kesadaran meningkat
  • Kognitif meningkat
  • Tekanan intraktranial menurun
  • Sakit kepala menurun
  • Gelisah, kecemasan, dam agitasi menurun
  • Demam menurun
  • Refleks saraf membaik

Intervensi Keperawatan: Manajemen peningkatan tekanan intrakranial (I.06198)

  • Identifikasi penyebab peningkatan TIK (mis. Lesi, gangguan metabolisme, edema serebral)
  • Monitor tanda/gejala peningkatan TIK (mis. Tekanan darah meningkat, tekanan nadi melebar, bradikardia, pola napas ireguler, kesadaran menurun)
  • Monitor MAP (Mean Arterial Pressure)
  • Monitor CVP (Central Venous Pressure), jika perlu
  • Monitor PAWP, jika perlu
  • Monitor PAP, jika perlu
  • Monitor ICP (Intra Cranial Pressure), jika tersedia
  • Monitor CPP (Cerebral Perfusion Pressure)
  • Monitor gelombang ICP
  • Monitor status pernapasan
  • Monitor intake dan output cairan
  • Monitor cairan serebro-spinalis (mis. Warna, konsistensi)
  • Minimalkan stimulus dengan menyediakan lingkungan yang tenang
  • Berikan posisi semi fowler
  • Hindari maneuver Valsava
  • Cegah terjadinya kejang
  • Hindari penggunaan PEEP
  • Hindari pemberian cairan IV hipotonik
  • Atur ventilator agar PaCO2 optimal
  • Pertahankan suhu tubuh normal
  • Kolaborasi pemberian sedasi dan antikonvulsan, jika perlu
  • Kolaborasi pemberian diuretic osmosis, jika perlu
  • Kolaborasi pemberian pelunak tinja, jika perlu

4. Risiko Defisit Nutrisi (D.0032)

Luaran : Status Nutrisi Membaik (L.03030)

  • Porsi makan yang dihabiskan meningkat
  • Serum albumin meningkat
  • Verbalisasi keinginan untuk meningkatkan nutrisi meningkat
  • Pengetahuan tentang pilihan makanan sehat mmeningkat
  • Pengetahuan tentang standar nutrisi yang teat meningkat
  • Sikap terhadap makanan/minuman sesuai dengan tujuan kesehatan meningkat
  • Perasaan cepat kenyang menurun
  • Rambut rontok menurun
  • Berat badan membaik
  • Indeks Massa tubuh membaik
  • Frekwensi makan membaik
  • Nafsu makan membaik
  • Bising usus membaik
  • Tebal lipatan kulit trisep dan membran mukosa membaik

Intervensi Keperawatan: Manajemen Nutrisi (I.03119)

  • Identifikasi status nutrisi
  • Identifikasi alergi dan intoleransi makanan
  • Identifikasi makanan yang disukai
  • Identifikasi kebutuhan kalori dan jenis nutrient
  • Identifikasi perlunya penggunaan selang nasogastrik
  • Monitor asupan makanan
  • Monitor berat badan
  • Monitor hasil pemeriksaan laboratorium
  • Lakukan oral hygiene sebelum makan, jika perlu
  • Fasilitasi menentukan pedoman diet (mis. Piramida makanan)
  • Sajikan makanan secara menarik dan suhu yang sesuai
  • Berikan makan tinggi serat untuk mencegah konstipasi
  • Berikan makanan tinggi kalori dan tinggi protein
  • Berikan suplemen makanan, jika perlu
  • Hentikan pemberian makan melalui selang nasigastrik jika asupan oral dapat ditoleransi
  • Anjurkan posisi duduk, jika mampu
  • Ajarkan diet yang diprogramkan
  • Kolaborasi pemberian medikasi sebelum makan (mis. Pereda nyeri, antiemetik), jika perlu
  • Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah kalori dan jenis nutrient yang dibutuhkan, jika perlu

5. Ansietas (D.0080)

Luaran: Tingkat Ansietas menurun (L.09093)

  • Verbalisasi kebingungan dan khawatir akibat kondisi yang dihadapi menurun
  • Perilaku gelisah dan tegang menurun
  • Palpitasi, tremor, dan pucat menurun
  • Konsentrasi dan pola tidur membaik
  • Orientasi membaik

Intervensi Keperawatan: Reduksi ansietas (I.09314)

  • Identifikasi saat tingkat ansietas berubah seperti Kondisi, waktu, dan stressor.
  • Identifikasi kemampuan mengambil keputusan
  • Monitor tanda anxietas baik verbal dan non verbal
  • Ciptakan suasana terapeutik untuk menumbuhkan kepercayaan
  • Temani pasien untuk mengurangi kecemasan, jika memungkinkan
  • Pahami situasi yang membuat ansietas
  • Dengarkan dengan penuh perhatian
  • Gunakan pedekatan yang tenang dan meyakinkan
  • Motivasi mengidentifikasi situasi yang memicu kecemasan
  • Diskusikan perencanaan realistis tentang peristiwa yang akan datang
  • Jelaskan prosedur, termasuk sensasi yang mungkin dialami
  • Informasikan secara faktual mengenai diagnosis, pengobatan, dan prognosis
  • Anjurkan keluarga untuk tetap bersama pasien, jika perlu
  • Anjurkan melakukan kegiatan yang tidak kompetitif, sesuai kebutuhan
  • Anjurkan mengungkapkan perasaan dan persepsi
  • Latih kegiatan pengalihan, untuk mengurangi ketegangan
  • Latih penggunaan mekanisme pertahanan diri yang tepat
  • Latih teknik relaksasi


Referensi :

Herholz, K., Langen, K. J., Schiepers, C., & Mountz, J. M. 2012. Brain tumors. Seminars in nuclear medicine, 42(6), 356–370. https://doi.org/10.1053/j.semnuclmed.2012.06.001

McFaline-Figueroa JR, Lee EQ. 2018.Brain Tumors. Am J Med. Aug;131(8):874-882. doi: 10.1016/j.amjmed.2017.12.039. Epub 2018 Jan 31. PMID: 29371158.

Melissa Conrad Stoppler. 2020. Brain Tumor. Medicine Net. https://www.medicinenet.com/brain_cancer/article.htm

Maurie Markman. 2021. Brain Cancer Risk Factor. Cancer Treatment Center of America: cancercenter.com

Pamela.C.A.et.al.2008. Nursing: Understanding Disease. Lippincott William & Wilkins : Norristown Road.

Paul Martin RN. 2022. Brain Tumor Nursing Care Plans. Nurses Labs. https://nurseslabs.com/brain-tumor-nursing-care-plans/

PPNI. 2017.  Standart Diagnosis Keperawatan Indonesia (SDKI) edisi 1 cetakan II. DPP PPNI. Jakarta

PPNI. 2018.  Standart Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI) edisi 1 cetakan II. DPP PPNI. Jakarta

PPNI. 2019.  Standart Luaran Keperawatan Indonesia (SLKI)edisi 1 cetakan II. DPP PPNI. Jakarta

Marthilda Suprayitna, Ners., M.Kep
Marthilda Suprayitna, Ners., M.Kep Praktisi dan Dosen Keperawatan di Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Yarsi Mataram