Widget HTML #1

Askep Bronchiolitis Obliteran Dengan Pneumonia Terorganisir (BOOP)

Bronkiolitis obliterans dengan pneumonia terorganisir (bronchiolitis obliterans with organizing pneumonia  BOOP) idiopatik, yang juga dikenal sebagai pneumonia pengorganisasi kriptogenik, merupakan satu dari beberapa tipe bronkiolitis obliterans. 

Bronkiblitis obliterans merupakan istilah generik yang mendeskripsikan panyakit inflamatorik di jalan napas kecil. Pneumonia pengorganisasi mengacu pada pneumonia yang tidak bisa sembuh, saat eksudat alveolar inflamatorikk tetap ada dan akhirnya mengalami fibrosis.

BOOP makin sering didiagnosis sejak pertama kali ditemukan, walau masih ada debat mengenai berbagai patologi dan klasifikasi dari bronkiolitis obliterans. Sebagian besar penderita BOOP berusia 50 sampai 60 tahun. Insidensi terbagi rata antara pria dan wanita. Riwayat merokok tampaknya tidak meningkatkan risiko mengalami BOOP. 

Bronkiolitis Obliteran dengan Pneumonia (BOOP)
Image by MBq from: wikimedia.org

BOOP responsif terhadap penanganan dan biasanya bisa disembuhkan secara menyeluruh dengan terapi kortikosteroid. Kematian karena BOOP yang dilaporkan hanya sedikit, terutama pada pasien yang mengalami perubahan patologis yang lebih tersebar di paru-paru dan pasien yang mengalami inteksi oportunistik atau komplikasi lain yang berkaitan dengan terapi steroid. 

Penyebab 

a. Tidak diketahui 

b. Bentuk BOOP lain bisa berkaitan dengan penyakit atau situasi spesifik, misalnya:

  • Infeksi traktus respiratorik akibat bakteri, atau mikoplasma 
  • Transplantasi sumsum tulang, jantung, atau jantung-paru-paru 
  • Terapi obat dengan amiodarone, bleomycin, penicillamine, atau lomustine 
  • Penyakit inflamatorik, misalnya penyakit Crohn, kolitis ulseratif, atau poliarteritis nodosa 
  • lnhalasi gas toksik 

Tanda dan gejala 

  • Anoreksia dan berat badan turun 
  • Dedas kering saat dilakukan auskultasi dada Dispnea (terutama saat mengerahkan tenaga)
  • Sindrom mirip-flu yang berlangsung dari beberapa minggu sampai beberapa bulan 
  • Tidak enak badan 
  • Batuk persisten dan tidak produktif 
  • Batuk produktif, hemoptisis, nyeri dada, pegal tergeneralisasi, dan keringat di malam hari (tidak umum terjadi) 

Uji diagnostik 

  • Sinar-X dada biasanya menunjukkan opasitas ruang-udara yang tidak sempurna dan terdifusi, disertai tampilan kaca asahan yang bisa bermigrasi dari satu lokasi ke lokasi lain. Computed tomography scan resolusi tinggi menunjukkan area konsolidasi. Kecuali opasitas yang bermigrasi, temuan ini spesifik dan ada di banyak gangguan respiratorik. 
  • Uji fungsi pulmoner bisa normal atau menunjukkan penurunan kapasitas. Kapasitas yang difusi bagi karbonmonoksida umumnya rendah.
  • Analisis gas darah arterial biasanya menunjukkan hipoksemia ringan sampai sedang saat pasien beristirahat, yang memburuk saat pasien berolahraga. 
  • Uji darah memperlihatkan kenaikan tingkat sedimentasi eritrosit, kenaikan kadar protein reaktif-C, dan peningkatan jumlah sel darah putih dengan sedikit peningkatan proporsi neutrofil dan peningkatan kecil dalam eosinofil. Kadar imunoglobulin (Ig) G dan IgM normal atau sedikit naik, dan kadar IgE normal. 
  • Bronkoskopi memperlihatkan jalan napas normal atau sedikit terinflamasi. Cairan lavase bronkoalveolar yang didapat saat bronkoskopi menunjukkan kenaikan menengah dalam kadar limfosit dan, kadang-kadang, kenaikan kadar neutrofil dan eosinofil. Makrofag alveolar yang terlihat berbusa juga bisa ditemukan. 
  • Biopsi paru-paru, torakoskopi, atau bronkoskopi dibutuhkan untuk memastikan diagnosis BOOP. Perubahan patologis dalam jaringan paru-paru meliputi sumbatan jaringan ikat dalam lumen bronkiola, duktus alveolar, dan ruang alveolar. Perubahan-perubahan tersebut bisa muncul di bronkiolitis tipe lain dan di penyakit lain yang menyebabkan pneurnonia terorganisir. Perubahan ini juga membedakan BOOP dengan bronkiolitis konstriktif, yang ditandai dengan inflamasi dan flbrosis yang mengelilingi dan bisa menyempitkan atau menyebabkan jalan napas bronkiolar mengalami obliterasi menyeluruh. Walaupun bronkiolitis proliferatif dan konstriktif memiliki temuan patologis yang berbeda, penyebab dan keberadaannya bisa tumpang-tindih. Penyebab bronkiolitis obliterans atau pneumonia terorganisir apa pun yang diketahui harus dicegah sebelum diagnosis BOOP dibuat. 

Penanganan 

  • Kortikosteroid merupakan pilihan penanganan bagi BOOP, walaupun dosis dan durasi ideal masih kontroversial. Di sebagian besar kasus, penanganan dimulai dengan prednisone 1 mg/kg/hari selama setidaknya beberapa hari sampai beberapa minggu; kemudian, secara bertahap dosis dikurangi setelah beberapa bulan sampai beberapa tahun, tergantung pada respons pasien. Relaps umum terjadi jika dosis steroid dikurangi atau dihentikan tetapi biasanya bisa dikembalikan seperti semula jika dosis ditingkatkan atau dimulai lagi. Kadang-kadang, pasien perlu melanjutkan terapi kortikosteroid untuk jangka waktu yang tak terbatas. 
  • Obat sitotoksik-imunosupresan, misalnya cyclophosphamide (Cytoxan), digunakan jika pasien tidak bisa menoleransi atau tidak merespons kortikosteroid. 
  • Oksigen digunakan untuk mengoreksi hipoksemia. Pasien bisa jadi tidak memerlukan oksigen maupun memerlukan sedikit oksigen saat beristirahat dan memerlukan lebih banyak oksigen saat berolahraga. 
  • Penanganan lain bervariasi, tergantung pada gejala pasien, dan bisa meliputi bronkodilator dalam bentuk inhalasi, supresan batuk, dan terapi kebersihan bronkial. 

Intervensi Asuhan Keperawatan 

Intervensi asuhan keperawatan pada bronchiolitis obliteran dengan pneumonia terorganisir (BOOP) antara lain:

  • Jelaskan semua uji diagnostik. Pasien bisa merasa resah dan frustasi karena lamanya waktu dan banyaknya uji yang diperlukan untuk menyusun diagnosis. 
  • Pantau adakah reaksi merugikan terhadap terapi kortikosteroid: berat badan naik.."wajah bulan", intoleransi glukosa, ketidakseimbangan cairan dan elektrolit, ayunan mood, katarak, penyakit ulser peptik, infeksi oportunistik, dan osteoporosis yang menyebabkan fraktur tulang. Efek-efek ini bisa membuat pasien tidak mampu menoleransi penanganan. Beri tahu pasien dan keluarganya mengenai rekasi merugikan tersebut, untuk menegaskan reaksi mana yang harus dilaporkan pada praktisi. 
  • Ajarkan tindakan yang bisa membantu mencegah komplikasi yang berkaitan dengan penanganan, misalnya kontrol infeksi dan peningkatan nutrisi. 
  • Ajarkan teknik bernapas, relaksasi, dan penghematan energi untuk membantu pasien mengelola gejala. 
  • Pantau oksigenasi, saat pasien beristirahat dan mengerahkan tenaga. Praktisi mungkin akan memberikan satu tingkat aliran oksigen untuk digunakan saat pasien beristirahat dan memberi tingkat yang lebih tinggi lagi saat pasien mengerahkan tenaga. Ajari pasien cara menambah tingkat aliran oksigen sampai yang sesuai untuk berlatih. 
  • Jika pasien memerlukan oksigen di rumah, pastikan adanya perawatan kontinu dengan membuat acuan yang tepat untuk perencana saat pasien pulang, praktisi perawatan respiratorik, dan penjual peralatan di rumah. 


Referensi:

  1. Amy Hajari Case. 2020. About Bronchiolitis Obliterans with Organizing Pneumonia. Chest Foundation
  2. Pamela.C.A.et.al.2008. Nursing: Understanding Disease. Lippincott William & Wilkins : Norristown Road.
Marthilda Suprayitna, Ners., M.Kep
Marthilda Suprayitna, Ners., M.Kep Praktisi dan Dosen Keperawatan di Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Yarsi Mataram