Widget HTML #1

Penyakit Bells Palsy, Kelumpuhan Saraf Wajah

Bells palsy atau kelumpuhan wajah idiopatik (IFP) merupakan salah satu gangguan neurologis paling umum yang mempengaruhi saraf kranial, dan merupakan penyebab paling umum kelumpuhan wajah di seluruh dunia. Diperkirakan sekitar 60-75% kasus kelumpuhan wajah unilateral akut. Bells palsy lebih sering terjadi pada orang dewasa, pada penderita diabetes melitus, dan pada wanita hamil.

Penyakit Bells Palsy, Kelumpuhan Saraf Wajah
foto by Andrea Kamphuis from: wikimedia.org

Penyakit Bells Palsy, Konsep Dasar

Anatomi Saraf Wajah

Pada tahun 1550, Fallopius mencatat foramen sempit di tulang temporal yang dilalui oleh sebagian dari saraf kranial ketujuh (Nervus Facialis). Saluran ini kemusdian sering disebut sebagai kanal Falopi.

Pada tahun 1828, Charles Bells membuat perbedaan antara saraf kranial kelima dan ketujuh. Dia mencatat bahwa saraf ketujuh terlibat terutama dalam fungsi motorik wajah sedangkan saraf kelima lebih terkait ke sensasi dari wajah.

Saraf wajah mengandung serat parasimpatis ke hidung, langit-langit, dan kelenjar lakrimal. Nervus fasialis berjalan 30 mm intraoseus melalui kanalis auditorius interna dengan nervus kranialis kedelapan dan melalui kanal falopi interna di tulang temporal.

Nukleus nervus fasialis terletak di dalam formasi reticularis pons, bersebelahan dengan ventrikel keempat. Serabut parasimpatis preganglionik yang berasal dari nukleus salivatorius bergabung dengan serabut dari nukleus solitarius untuk membentuk nervus intermedius.

Nervus intermedius terdiri dari serat sensorik dari lidah, mukosa, dan kulit postauricular, serta serat parasimpatis ke kelenjar ludah dan lakrimal. Serabut ini kemudian bersinaps dengan ganglion submandibular, yang memiliki serabut yang mensuplai kelenjar sublingual dan submandibular. 

Serabut dari nervus intermedius juga mempersarafi ganglion pterigopalatina, yang memiliki serabut parasimpatis yang mempersarafi kelenjar hidung, langit-langit mulut, dan lakrimal.

Serabut nervus fasialis kemudian berputar mengelilingi nukleus nervus kranialis keenam dan keluar dari pons pada sudut serebelopontin. Serabut melewati saluran pendengaran internal bersama dengan bagian vestibular dari saraf kranial kedelapan.

Nervus fasialis melewati foramen stilomastoid di tengkorak dan berakhir ke cabang zigomatikus, bukal, mandibula, dan servikal. Saraf ini melayani otot-otot ekspresi wajah yang meliputi otot frontalis, orbicularis oculi, orbicularis oris, buccinator, dan platysma.

Otot lain yang dipersarafi oleh saraf wajah antara lain stapedius, stylohyoid, bagian posterior otot digastrik, oksipitalis, dan aurikularis anterior dan posterior. Semua otot yang dipersarafi oleh nervus fasialis berasal dari arkus brankial kedua.

Definisi

Bells palsy adalah suatu kondisi yang menyebabkan kelemahan pada satu sisi wajah, bisa sebagian atau seluruhnya.

Bells palsy  adalah sejenis kelumpuhan saraf wajah atau kelemahan otot secara tiba-tiba di satu sisi wajah akibat malfungsi saraf kranial ke-7 (nervus facialis). Saraf ini menggerakkan otot wajah, menstimulasi kelenjar ludah dan air mata, reseptor dua pertiga bagian depan lidah untuk mendeteksi rasa, dan mengontrol otot yang terlibat dalam pendengaran.

Bells palsy adalah jenis kelumpuhan saraf wajah, yang awalnya dianggap tidak memiliki penyebab yang dapat diidentifikasi atau kelumpuhan saraf wajah idiopatik. Namun, bukti terkini menunjukkan bahwa dalam beberapa kasus, Bells palsy dapat disebabkan oleh infeksi virus atau kelainan lain.

Kadang muncul sakit di belakang telinga, kemudian satu sisi wajah menjadi lemah atau lumpuh total, dan mungkin tidak dapat merasakan dengan bagian depan lidah di sisi yang terkena.

Epidemiologi

Di Amerika Serikat, insiden tahunan Bells palsy mencapai sekitar 23 kasus per 100.000 orang. Sedangkan secara internasional, insiden tertinggi ditemukan dalam sebuah penelitian di Seckori  Jepang pada tahun 1986, dan insiden terendah ditemukan di Swedia pada tahun 1971. Sebagian besar penelitian umumnya menunjukkan insiden tahunan 15-30 kasus per 100.000 penduduk.

Bell palsy diperkirakan menyebabkan sekitar 60-75% kasus kelumpuhan wajah unilateral akut, dengan sisi kanan terkena 63%. Bells palsy  juga bisa berulang, dengan kisaran kekambuhan yang dilaporkan 4-14%.

Meskipun Bell palsy bilateral simultan dapat berkembang, namun kasisnya  jarang terjadi. Sekitar 23% dari kelumpuhan wajah bilateral memiliki tingkat kejadian yang kurang dari 1% dibandingkan kelumpuhan saraf wajah unilateral.

Mayoritas pasien dengan kelumpuhan wajah bilateral memiliki sindrom Guillain-Barré, sarkoidosis, penyakit Lyme, meningitis (baik neoplastik atau infeksi), atau neurofibroma bilateral pada pasien dengan neurofibromatosis tipe 2.

Orang dengan diabetes melitus memiliki risiko 29% lebih tinggi terkena Bells palsy dibandingkan orang tanpa diabetes. Dengan demikian, mengukur kadar glukosa darah pada saat diagnosis Bells palsy dapat mendeteksi diabetes yang tidak terdiagnosis.

Bells palsy juga lebih sering terjadi pada orang dengan gangguan sistem imun atau pada wanita dengan preeklamsia.

Wanita hamil memiliki risiko 3,3 kali lebih tinggi terkena Bells palsy daripada wanita tidak hamil, dimana paling sering terjadi pada trimester ketiga.

Penyebab

Bukti menunjukkan bahwa penyebab umum Bells palsy adalah:

  • Infeksi virus atau kelainan kekebalan yang menyebabkan saraf wajah membengkak.
  • Infeksi oleh virus herpes simpleks tipe 1 (yang menyebabkan infeksi mulut, seperti luka dingin)
  • Herpes zoster
  • Virus lain, seperti coxsackievirus, cytomegalovirus, dan virus yang menyebabkan gondongan, rubellsa, mononukleosis, atau influenza, juga dapat menyebabkan Bells palsy.

Infeksi menyebabkan saraf membengkak. Ketika saraf membengkak, ia terjepit atau terkompresi  oleh lorong-lorong sempit di tengkorak yang dilewatinya.

Gangguan lain bisa menyebabkan kelumpuhan saraf wajah. Penyakit Lyme dapat menyebabkan kelumpuhan saraf wajah yang, tidak seperti Bells palsy, tapi dapat memengaruhi kedua sisi wajah. Di Afrika-Amerika, sarkoidosis adalah penyebab umum kelumpuhan saraf wajah. Terkadang tumor dan patah tulang tengkorak menyebabkan kelumpuhan wajah.

Patofisiologi

Sampai saat ini, patofisiologi Bells palsy yang pasti masih menjadi perdebatan. Sebuah teori populer menyatakan bahwa edema dan iskemia mengakibatkan kompresi saraf wajah dalam kanal tulang  falopi. Penyebab edema dan iskemia belum dapat dipastikan. Kompresi ini telah terlihat pada pemindaian MRI dengan peningkatan saraf wajah.

Bagian pertama dari saluran wajah yaitu segmen labirin, adalahbagian  yang tersempit. Foramen meatus di segmen ini memiliki diameter hanya sekitar 0,66 mm. Lokasi inilah yang dianggap sebagai area paling umum dari kompresi saraf wajah di bells palsy. Mengingat keterbatasan diameter kanal wajah, tampaknya logis dan beralasan  bahwa proses inflamasi, demielinasi, iskemik, atau kompresi dapat mengganggu konduksi saraf di area ini.

Cedera pada saraf wajah di bells palsy bersifat perifer ke inti saraf. Cedera diperkirakan terjadi di dekat ganglion genikulatum. Jika lesi berada di proksimal ganglion genikulatum, paralisis motorik disertai dengan kelainan gustatorik dan otonom.

Jika Lesi terjadi antara ganglion genikulatum dan asal korda timpani akan  menghasilkan efek yang sama, kecuali jika lesi tersebut tidak menyebabkan lakrimasi. Jika lesi terjadi pada foramen stilomastoid, maka  hanya dapat menyebabkan kelumpuhan wajah.

Gejala

Pada Bells palsy, nyeri di belakang telinga mungkin merupakan gejala pertama. Otot wajah melemah secara tiba-tiba dalam beberapa jam. Efeknya berkisar dari kelemahan ringan hingga kelumpuhan total. Selanjutnya  48 hingga 72 jam, kelemahannya sudah semakin parah. Hanya satu sisi wajah yang terpengaruh.

Kelumpuhan saraf wajah menyebabkan  wajah menjadi datar dan tanpa ekspresi. Namun, jika hanya satu sisi yang terpengaruh, yang terkjadi adalah wajah bengkok atau mencong  karena otot-otot di sisi yang tidak terpengaruh cenderung menarik wajah ke sisi tersebut setiap kali mereka membuat ekspresi wajah.  Pasien akan kesulitan mengerutkan dahi, berkedip, dan meringis pada sisi yang terkena. Bagi kebanyakan orang, wajah terasa kebas atau berat, meski sensasinya tetap normal.

Mata pada sisi yang terkena biasanya sulit di tutup atau tidak dapat ditutup sepenuhnya, termasuk jarang berkedip dan cenderung mengarah ke atas saat akan  tertutup. Karena jarang berkedip mata menjadi kering, mengakibatkan nyeri dan kerusakan mata. Kerusakan mata biasanya kecil tetapi bisa serius jika mata tidak dibasahi dan dilindungi dengan cara lain

Produksi air liur juga biasanya terganggu sehingga cenderung mengalami mulut kering, atau sebaliknya terus menerus  mengeluarkan air liur.  .

Pada Lidah,  Pasien mungkin tidak dapat merasakan dengan bagian depan lidah di sisi yang sakit. Telinga di sisi yang terkena mungkin merasakan suara keras yang tidak normal (hyperacusis) karena otot yang meregangkan gendang telinga lumpuh. Otot ini terletak di telinga tengah.

Kadang-kadang, ketika saraf wajah sembuh bisa  membentuk koneksi yang tidak normal, yang mengakibatkan gerakan tak terduga dari beberapa otot wajah atau mata berair.Karena otot-otot wajah tidak digunakan dalam waktu lama, kadang-kadang terjadi kontraktur.


Diagnosa

Kelumpuhan saraf wajah biasanya dapat didiagnosis dan dibedakan dari kelainan lain berdasarkan gejalanya. Misalnya, kelumpuhan saraf wajah dapat dibedakan dengan stroke, karena stroke biasanya menyebabkan kelemahan hanya di bagian bawah satu sisi wajah daripada di seluruh sisi wajah.

Orang yang pernah mengalami stroke bisa menutup mata dengan rapat dan mengerutkan alis. Selain itu, stroke biasanya juga  menyebabkan kelemahan pada lengan dan tungkai.

Dokter biasanya dapat membedakan Bells palsy dari gangguan lain yang kurang umum yang menyebabkan kelumpuhan saraf wajah seperti tumor, penyakit Lyme, infeksi lain, sarkoidosis, diabetes, dan patah tulang tengkorak.

Sistem Grading Saraf Wajah House-Brackmann dapat digunakan untuk menggambarkan tingkat kelemahan saraf wajah.

Studi konduksi saraf dan Electromyography (EMG) dapat membantu menentukan hasil pada pasien dengan Bells Palsy berat.

Electroneurgraphy menggunakan EMG untuk memantau perbedaan potensial yang dihasilkan oleh otot-otot wajah di kedua sisi.

Jika dicurigai  gangguan pendengaran, maka bisa dilakukan pemeriksaan audiografi.

Tes lain termasuk pengujian aliran air liur, fungsi air mata, dan rangsangan saraf.

Prognosa

Kelumpuhan wajah parsial biasanya sembuh total dalam beberapa bulan .

Ketika kelumpuhan total, hasilnya bervariasi. Tes konduksi saraf dan elektromiografi dapat dilakukan untuk membantu memprediksi kemungkinan pemulihan. Beberapa orang tidak sembuh total, Otot wajah mungkin tetap lemah, menyebabkan wajah terkulai.

Pengobatan

Jika gejala muncul kurang dari 48 jam, kortikosteroid  seperti prednison  diberikan oral  untuk mengurangi pembengkakan saraf. Kortikosteroid mempercepat dan meningkatkan pemulihan gerakan.

Kortikosteroid adalah pengobatan utama dengan rejimen umum yang terdiri dari 60 mg sampai 80 mg sehari selama kurang lebih 1 minggu. Ada juga beberapa bukti yang menyatakan kortikosteroid dan antivirus yang dikombinasikan meningkatkan hasil pada Bells Palsy dibandingkan dengan kortikosteroid saja.

Untuk pasien dengan kelumpuhan saraf wajah yang parah (House-Brackmann IV atau lebih besar) dapat ditawarkan terapi kombinasi steroid dengan antivirus.

Pilihan bedah dapat dipertimbangkan bila tidak ada perbaikan gejala setelah berminggu-minggu atau berbulan-bulan. Dekompresi saraf wajah belum ditemukan sebagai pilihan pengobatan yang direkomendasikan dan dipertimbangkan berdasarkan kasus per kasus.

Jika mata tidak bisa menutup sepenuhnya, maka harus dilindungi dari kekeringan untuk mengurangi resiko kerusakan mata. Tetes mata yang terdiri dari air mata buatan atau larutan fisiologis diberikan ke mata sampai menutup sepenuhnya. Pasien mungkin perlu memakai penutup mata terutama saat tidur.


Referensi

  1. Michael Rubin. 2020. Bells’s Palsy; Facial Nerve Palsy. New York Presbyterian Hospital-Cornell Medical Center. MSD Manual.
  2. Warner MJ, Hutchison J, Varacallo M. 2021.  Bell Palsy. StatPearls Publishing. https://www.ncbi.nlm.nih.gov/ books/ NBK482290/
  3. Heidi Moawad. 2020. What Is Bell’s Palsy. Verywell Health.
  4. Danette C Taylor. 2021. Bell Palsy. Med Scape. Emedicine.com
  5. Cleveland Clinic. 2020. Bell’s Palsy. https://my.clevelandclinic.org/health/diseases/5457-bells-palsy

Zul Hendry
Zul Hendry Dosen Program Studi Keperawatan di Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Yarsi Mataram