Widget HTML #1

Askep Ca Colon atau Kanker Kolorektal Sdki Slki Siki

Kanker Usus besar atau Ca Colon merupakan jenis kanker yang paling umum terjadi pada sistem gastrointestinal. Ca Colon adalah proses penyakit multifaktorial dengan etiologi yang mencakup faktor genetik, paparan lingkungan termasuk diet, dan kondisi inflamasi saluran pencernaan. Pada tulisan ini Repro Note akan merangkum mengenai konsep medik dan Askep Ca Colon menggunakan pendekatan Sdki Slki Siki.

Tujuan

  • Memahami definisi, epidemiologi, penyebab dan tanda gejala yang muncul pada pasien dengan kanker usus besar atau Ca Colon
  • Memahami patofisiologi, pemeriksaan, komplikasi, dan penatalaksanaan pasien dengan Ca Colon 
  • Merumuskan diagnosa keperawatan pada askep Ca Colon menggunakan pendekatan Sdki
  • Merumuskan Luaran dan kriteria hasil pada askep Ca Colon dengan menggunakan pendekatan Slki
  • Melaksanakan intervensi keperawatan pada askep Ca Colon menggunakan pendekatan Siki
  • Melaksanakan evaluasi keperawatan pada askep Ca Colon atau kanker usus besar
  • Melakukan edukasi pasien dan keluarga pada askep Ca Colon
Askep Ca Colon atau Kanker Kolorektal Sdki Slki Siki
Image by Blausen Medical Communications, Inc. On Wikimedia.org

Konsep Medik dan Askep Ca Colon

Pendahuluan

Istilah kanker usus besar atau Ca Colon kadang-kadang digunakan secara bergantian dengan kanker kolorektal karena kanker usus besar dan rektum memiliki ciri yang sama, rektum dan kolon membentuk usus besar. 

Sebagian besar ca colon disebabkan oleh pertumbuhan di dalam lapisan dalam usus besar yang disebut polip. Kemungkinan polip berkembang menjadi kanker tergantung pada berbagai faktor seperti jenis polip seperti polip adenomatosa dianggap prakanker, atau jika memiliki sel abnormal atau displasia.

Kanker kolorektal berkembang secara bertahap selama bertahun-tahun. Tahap pertama adalah pertumbuhan non-kanker atau jinak di lapisan lendir colon dan belum dianggap berbahaya berupa polip atau adenoma. 

Beberapa polip atau adenoma ini terlihat seperti gundukan kecil seperti kutil atau seperti jamur kecil dengan batang. Polip kolorektal menjadi semakin umum seiring bertambahnya usia. Sekitar sepertiga dari semua orang dewasa di atas usia 55 memiliki setidaknya satu polip kolorektal.

Sebagian besar polip ini tetap kecil dan tidak menimbulkan ancaman. Tetapi beberapa terus tumbuh selama beberapa tahun dan beberapa berubah menjadi kanker ganas.

Jika polip berubah menjadi ganas, terdapat risiko sel kanker akan tumbuh lebih dalam ke dinding usus besar. Jika ca colon ini terus tumbuh, bisa menyebar ke organ lain seperti hati.

Terdapat berbagai faktor berbeda yang akan mempengaruhi bagaimana kanker berkembang dari waktu ke waktu. Jika tumor stadium awal dengan massa kecil dan terlokalisasi dapat diangkat maka prognosisnya cukup baik, dimana sebagian besar pasien bisa pulih sepenuhnya setelah operasi. 

Jika kanker lebih sudah pada tahap lanjut maka kemungkinan pemulihan menurun. Dan jika tumor metastatik ditemukan, pemulihan penuh biasanya tidak bisa diharapkan lagi. Dalam hal ini, tujuan pengobatan adalah untuk memperlambat pertumbuhan tumor dan membantu mempertahankan kualitas hidup yang baik selama mungkin.

Epidemiologi

Kanker kolorektal adalah kanker ketiga yang paling umum dan menyumbang 9,7% dari semua kanker tidak termasuk kanker kulit non-melanoma. 

Pada tahun 2012, sekitar 614.000 wanita atau 9,2% dari semua kasus kanker baru dan 746.000 pria atau 10,0% dari kasus kanker baru didiagnosis menderita kanker kolorektal di seluruh dunia. Lebih dari setengah kasus terjadi di wilayah yang lebih maju di dunia. 

Angka kejadian berdasarkan standar usia kanker kolorektal lebih tinggi pada pria yaitu 20,6 per 100.000 individu dibandingkan pada wanita yaitu 14,3 per 100.000. Mayoritas pasien dengan kanker sporadis berusia >50 tahun, dengan 75% pasien dengan kanker rektum dan 80% pasien dengan pasien kanker usus besar berusia 60 tahun pada saat diagnosis.

Insiden bervariasi secara geografis, dengan insiden tertinggi di Australia dan Selandia Baru 44,8 dan 32,2 per 100.000 , sedangkan Afrika Barat memiliki insiden terendah yaitu 4,5 dan 3,8 per 100.000 pada pria dan wanita. 

Pada tahun 2013, 771.000 orang meninggal akibat kanker kolorektal secara global, menjadikan penyakit ini penyebab paling umum keempat kematian terkait kanker di seluruh dunia setelah kanker paru-paru, hati, dan perut. 

Pada tahun 2020, diperkirakan 1.931.590 kasus baru kanker kolorektal terjadi dan merupakan 10% dari semua kanker. Secara geografis, insiden bervariasi sebanyak enam kali lipat. Perkiraan angka tertinggi berada di Eropa bagian selatan, dimana per 100.000 penduduk, insiden rata-rata mencapai 40,6 pada pria dan 24,5 pada wanita. Sedangkan wilayah geografis dengan Insiden terendah Ca Colon adalah Asia tengah-selatan dimana per 100.000 penduduk, insiden rata-rata hanya  6,6 pada pria dan 4,4 pada wanita. 

Di seluruh dunia pada tahun 2020, kanker kolorektal menyebabkan sekitar 935.173 kematian  dan menyumbang 9,4% dari kematian akibat kanker secara keseluruhan. Seperti halnya angka kejadian, angka kematian di seluruh dunia bervariasi dengan perkiraan angka kematian tertinggi di Eropa tengah dan timur yaitu 14,5 per 100.000 penduduk, dan terendah di Asia Tengah Selatan yaitu 3,2 per 100.000 penduduk. 

Sebuah penelitian epidemiologi dari Uni Eropa menyimpulkan bahwa pada tahun 2018, kanker kolorektal akan menjadi nomor dua kematian akibat kanker tertinggi, dengan 98.000 kematian pada pria dan 79.400 pada wanita. 

Namun, sementara jumlah total kematian kolorektal di Uni Eropa telah meningkat sejak 2012 karena populasi yang menua, sejak 2012 tingkat kematian menurut usia telah turun sebesar 6,7% (menjadi 15,8 per 100.000 pada pria) dan 7,5% (menjadi 9,2 per 100.000). ) pada wanita.

Penyebab

Ca Colon atau Kanker usus besar dapat muncul secara sporadis (70%), pengelompokan familial (20%) dan sindrom yang diturunkan (10%). Diagnosis Ca Colon sporadis usia rata-rata lebih tua dari 50 tahun dan sebagian besar terkait dengan faktor lingkungan. 

Berbeda dari sebagian kecil pasien dengan pola bawaan yang membawa risiko lebih tinggi pada usia yang lebih muda, dan 20% sisanya adalah pengelompokan familial tanpa adanya sindrom bawaan yang dapat diidentifikasi. 

Beberapa faktor yang meningkatkan risiko terkena Ca Colon antara lain:

Usia: Semakin tua usia seseorang, semakin besar resiko terkena Ca Colon. Menurut Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit (CDC), sekitar 90% kasus kanker kolorektal terjadi pada orang berusia 50 tahun ke atas

Etnis dan Ras: Etnis dan ras juga merupakan faktor yang terkait dengan risiko kanker. Ras Afrika Amerika lebih mungkin untuk mengembangkan dan meninggal karena kanker usus besar daripada ras kaukasia. Kelompok lain yang berisiko tinggi terkena kanker usus besar adalah orang-orang Yahudi keturunan Eropa Timur.

Obesitas: Hubungan antara kanker usus besar dan obesitas sangat kuat. Secara keseluruhan, orang yang mengalami obesitas memiliki kemungkinan lebih dari 30% untuk mengembangkan Ca Colon daripada orang dengan berat badan normal.

Diabetes Melitus tipe 2: Penelitian secara konsisten menunjukkan hubungan antara diabetes melitus tipe 2 dan perkembangan kanker kolon. Selain itu, risiko kanker usus besar meningkat untuk orang dengan diabetes tipe 2 yang telah mengalami obesitas setidaknya selama empat tahun.

Riwayat Polip Usus Besar: Polip usus besar adalah pertumbuhan abnormal pada lapisan usus besar. Paling umum, Ca Colon besar berkembang dari polip adenomatosa, dengan adenokarsinoma menjadi jenis kanker kolorektal yang paling umum. Polip adenomatosa dapat berupa vili seperti pelepah atau daun, menonjol, atau datar.

Riwayat Penyakit Radang Usus: Penyakit radang usus (IBD) termasuk kondisi seperti kolitis ulseratif dan penyakit Crohn. Keduanya terkait dengan perkembangan kanker usus besar, dan risikonya meningkat semakin lama seseorang menderita IBD.

Radiasi: Pengobatan radiasi ke perut, panggul, atau tulang belakang meningkatkan risiko terkena kanker usus besar. Inilah sebabnya mengapa Children's Oncology Group merekomendasikan skrining kanker kolorektal untuk orang yang dirawat dengan terapi radiasi ke perut, panggul, tulang belakang, atau seluruh tubuh selama masa kanak-kanak, remaja, atau dewasa muda. 

Poliposis Adenomatous Familial (FAP): FAP adalah sindrom yang diturunkan dari keluarga yang menyebabkan perkembangan ratusan bahkan ribuan polip pra-kanker di usus besar. Orang dengan FAP memiliki peluang hampir 100% terkena kanker kolorektal, seringkali pada usia 40,2 tahun.  Meski terbilang jarang, pengidap FAP bisa didiagnosis menderita kanker usus besar di usia remaja. Gejala FAP antara lain perubahan kebiasaan buang air besar, sakit perut, atau tinja berdarah.

Kanker Kolorektal Non Poliposis Herediter (HNPCC): Kondisi ini juga disebut sebagai sindrom Lynch, ini adalah kondisi bawaan yang dapat meningkatkan risiko terkena kanker usus besar sebanyak 80%. Tidak ada gejala luar HNPCC, tetapi pemeriksaan genetik, riwayat keluarga kanker usus besar, dan skrining pemeriksaan, seperti kolonoskopi, akan membantu mendiagnosis sindrom ini.

Sindrom Peutz-Jeghers (PJS): Sindrom ini adalah kondisi bawaan yang menyebabkan polip usus besar yang lebih rentan menjadi kanker. PJS dapat diturunkan kepada seorang anak atau berkembang secara sporadis dengan alasan yang tidak diketahui. Beberapa gejala yang terkait dengan sindrom yang biasanya terlihat saat lahir seperti bintik hitam berpigmen di bibir atau di mulut, jari tangan atau kuku jari kaki menonjol, dan tinja berdarah.

Konsumsi alkohol: Alkohol dianggap sebagai salah satu faktor risiko utama kanker usus besar, dan risikonya terkait langsung dengan jumlah alkohol yang dikonsumsi. Faktanya, bahkan konsumsi alkohol dalam jumlah sedang dapat membuat seseorang berisiko.

Faktor Diet: Diet tinggi lemak dan kolesterol, terutama daging merah telah dikaitkan dengan kanker usus besar. Sebuah penelitian yang menunjukkan bahwa makan lebih dari 1,5 ons daging olahan per hari dapat meningkatkan risiko kematian akibat kanker usus besar. American Cancer Society juga merekomendasikan untuk membatasi daging merah dan olahan dan memperbanyak makan buah, sayuran, dan biji-bijian untuk menurunkan risiko terkena kanker usus besar.

Kebiasaan Merokok: Merokok sangat terkait dengan peningkatan risiko kanker kolorektal. Menurut sebuah tinjauan di American Journal of Gastroenterology, resiko seseorang terkena kanker kolorektal meningkat secara proporsional dengan jumlah tahun merokok dan intensitas merokok mereka. Namun, segera setelah seseorang berhenti merokok, risiko kanker usus besar mereka. mulai berkurang.

Patofisiologi

Secara genetik, kanker kolorektal merupakan penyakit yang kompleks dan perubahan genetik sering dikaitkan dengan perkembangan dari lesi prakanker atau adenoma menjadi adenokarsinoma invasif. Urutan peristiwa molekuler dan genetik yang mengarah pada transformasi dari polip adenomatosa menjadi keganasan yang nyata telah dicirikan oleh Vogelstein dan Fearon.

Peristiwa awal adalah mutasi APC (adenomatous polyposis gene), yang pertama kali ditemukan pada individu dengan familial adenomatous polyposis (FAP). Protein yang dikodekan oleh APC penting dalam aktivasi onkogen c-myc dan cyclin D1, yang mendorong perkembangan menjadi fenotipe ganas. 

Meskipun FAP adalah sindrom herediter yang jarang, terhitung hanya sekitar 1% dari kasus kanker usus besar, mutasi APC sangat sering terjadi pada kanker kolorektal sporadis.

Gen penting lainnya dalam karsinogenesis usus besar antara lain onkogen KRAS, kromosom 18 loss of heterozygosity (LOH) yang menyebabkan inaktivasi SMAD4 (DPC4), dan gen supresor tumor DCC. 

Penghapusan 17p lengan kromosom dan mutasi yang mempengaruhi gen supresor tumor p53 memberikan resistensi terhadap kematian sel terprogram atau apoptosis dan dianggap sebagai peristiwa akhir dalam karsinogenesis usus besar.

Sebuah subset dari kanker kolorektal ditandai dengan perbaikan ketidakcocokan DNA yang kurang. Fenotipe ini telah dikaitkan dengan mutasi gen seperti MSH2, MLH1, dan PMS2. Mutasi ini menghasilkan apa yang disebut ketidakstabilan mikrosatelit frekuensi tinggi (H-MSI), yang dapat dideteksi dengan uji imunositokimia. 

H-MSI adalah ciri dari sindrom kanker usus besar nonpolyposis herediter (HNPCC, sindrom Lynch), yang menyumbang sekitar 6% dari semua kanker usus besar. H-MSI juga ditemukan pada sekitar 20% dari kanker usus besar sporadis.

Selain mutasi, peristiwa epigenetik seperti metilasi DNA abnormal juga dapat menyebabkan gangguan gen supresor tumor atau aktivasi onkogen. Peristiwa ini membahayakan keseimbangan genetik dan akhirnya mengarah pada transformasi ganas.

Sel kanker menghasilkan vesikel ekstraseluler (EVs) terutama mikrovesikel dan eksosom yang dapat mendorong pertumbuhan, kelangsungan hidup, invasi, dan aktivitas metastasis tumor. 

Zhao et al melaporkan bahwa dalam model hewan kanker kolorektal stadium akhir yang agresif, EV yang disekresikan tumor meningkatkan resistensi terhadap blokade sistem kekebalan. 

Sel kanker kolorektal dalam model ini mengeluarkan eksosom yang membawa mikroRNA imunosupresif yang memblokir CD28 pada sel T dan CD80 pada sel dendritik yang menyusup ke tumor, menonaktifkan respons imun antitumor yang dimediasi sel T. 

Tanda dan Gejala

Pada tahap awal kanker usus besar sering tidak menimbulkan gejala. Inilah sebabnya mengapa pemeriksaan rutin yang dimulai pada usia 45 atau lebih awal bagi mereka yang memiliki faktor risiko.

Gejala Ca Colon atau kanker usus besar terdiri dari gejala lokal berdasarkan di mana tumor berada dan gejala sistemik yang melibatkan seluruh tubuh.

Gejala Lokal

Gejala kanker lokal Ca colon biasanya mempengaruhi kebiasaan Buang Air dan usus besar itu sendiri. Gejala-gejala tersebut antara lain:

Perubahan kebiasaan buang air besar: Terjadi perubahan ukuran, warna, dan konsistensi tinja dari pola normal sebelumnya.

Ketidaknyamanan perut: Munculnya keluhan Abdominal pain (Nyeri perut, kram) dapat terjadi pada mereka yang menderita kanker usus besar.

Konstipasi dan diare intermiten: Gejala diare dan konstipasi yang berselang-seling dapat terjadi bila ada obstruksi parsial di usus karena tumor. Konstipasi dapat terjadi karena kesulitan buang air besar akibat obstruksi, diikuti dengan diare ketika isi yang Colon kemudian dikeluarkan.

Gas dan kembung: Gas yang berlebihan dan kembung bisa menjadi tanda kanker usus besar. Namun, gas juga bisa diakibatkan pemicu lain seperti minuman berkarbonasi, produk susu, makanan berserat tinggi dan penyakit radang usus. Gas dan kembung cenderung merupakan gejala akhir yang disebabkan oleh tumor yang menghalangi di usus besar. Kembung juga dapat terjadi sebagai akibat dari kanker yang menyebar ke kelenjar getah bening di dekatnya.

Mual muntah: Ketika mual dan muntah merupakan gejala kanker usus besar, biasanya karena tumor menyebabkan obstruksi usus. Jika mual dan muntah disertai dengan tanda-tanda lain yang mengkhawatirkan seperti konstipasi, kram perut, dan distensi perut, kemungkinan kanker usus besar bisa menjadi penyebabnya.

Sifat perubahan buang air besar dapat berupa:

Perubahan frekuensi tinja: Perubahan terus-menerus lebih dari beberapa hari dalam frekuensi tinja adalah salah satu tanda potensial kanker usus besar. 

Perubahan bentuk tinja: Tinja tipis atau sempit, sering digambarkan seperti pita atau pensil, juga bisa menjadi tanda Ca Colon. Pada sebagian orang, tinja tipis mungkin disebabkan oleh penyempitan usus besar, juga disebut penyumbatan parsial usus besar karena kanker usus besar.

Perubahan warna tinja: Pendarahan di usus besar karena kanker usus besar dapat menyebabkan darah merah terang atau merah tua. Lebih khusus lagi, jika perdarahan terjadi di kolon asendens, tinja mungkin berwarna lebih merah marun atau ungu karena perdarahan terjadi lebih jauh dari rektum. Jika tumor berada di kolon desendens maka perdarahan cenderung menghasilkan tinja berwarna merah cerah segar disebut hematochezia.

Kesulitan dengan evakuasi tinja: Perasaan terus-menerus perlu buang air besar, bahkan ketika baru saja buang air besar atau disebut tenesmus, mungkin merupakan gejala kanker usus besar.

Gejala sistemik

Gejala sistemik Ca Colon antara lain:

Penurunan berat badan: Jika terjadi penurunan berat badan bisa jadi merupakan gejala Ca Colon yang tidak boleh diabaikan. Namun perlu dicatat, Ca Colon bukan satu satunya penyakit yang menimbulkan penurunan berat badan yang tidak dapat dijelaskan. Diperkirakan penurunan berat badan bisa terjadi pada Ca Colon dikarenakan tumor menggunakan darah dan nutrisi tubuh untuk berkembang dan tumbuh. Selain itu, beberapa tumor melepaskan bahan kimia yang meningkatkan metabolisme tubuh, yang selanjutnya dapat menyebabkan penurunan berat badan yang tidak dapat dijelaskan.

Kehilangan nafsu makan: Kehilangan nafsu makan yang tidak biasa adalah tanda lain yang harus diwaspadai. Sementara hilangnya nafsu makan paling sering terjadi pada kanker stadium lanjut telah dicatat pada beberapa orang dengan kanker usus besar awal.

Kelelahan yang tidak dapat dijelaskan: Kelelahan ekstrim adalah gejala yang tidak spesifik, tetapi sangat umum pada orang dengan Ca Colon. 

Gejala Lain

Jika kanker usus besar tidak terdiagnosis sampai stadium lanjut, dapat menimbulkan beberapa gejala berikut ini:

Demam: Jika tumor di usus besar menerobos usus, abses dapat terbentuk dan  menyebabkan demam.

Gelembung udara dalam urin: Gelembung udara dalam urin atau  pneumaturia dapat terjadi jika tumor di usus besar bermetastasis ke dalam kandung kemih.

Masalah pernapasan: Jika kanker usus besar telah menyebar ke paru-paru, sesak napas, batuk, dan nyeri dada dapat terjadi.

Sakit kepala dan masalah neurologis: Jika kanker usus besar menyebar ke otak atau sumsum tulang belakang, bisa muncul gejala sakit kepala, perubahan penglihatan, kebingungan, dan kejang.

Nyeri tulang: Fraktur, nyeri tulang, dan kadar kalsium yang tinggi dapat terjadi jika kanker menyebar ke tulang.

Pemeriksaan

Hampir semua kanker kolorektal bisa teridentifikasi dengan kolonoskopi diagnostik untuk tanda dan gejala yang mencurigakan, skrining rutin, atau temuan insidental pada rawat inap darurat akut abdomen. 

Pasien yang terdiagnosis pada skrining kanker rutin seringkali merupakan stadium awal dibandingkan dengan penyakit lanjut dari temuan bedah insidental. Indikasi kolonoskopi diagnostik adalah darah per rektum, Nyeri perut dan anemia. Indikasi paling umum dari operasi darurat adalah obstruksi, peritonitis dan perforasi. 

Lakukan pemeriksaan fisik menyeluruh untuk tanda-tanda asites, hepatomegali, dan limfadenopati. Riwayat keluarga yang komprehensif sangat penting untuk mengidentifikasi kelompok keluarga dan pola bawaan pada pasien berisiko tinggi.

Pemeriksaan laboratorium yang bisa membantu antara lain :

  • Hitung darah lengkap
  • Tes kimia dan fungsi hati
  • Antigen karsinoembrionik serum
  • Pemeriksaan pencitraan yang bisa dilaksanakan meliputi:
  • Radiografi dada
  • Computed tomography dada
  • Pemeriksaan barium perut
  • CT abdomen/panggul
  • Ultrasonografi kontras perut dan hati
  • MRI perut/panggul
  • Tomografi emisi positron, termasuk pemindaian PET-CT fusi
  • Kolonoskopi
  • Sigmoidoskopi
  • Biopsi lesi yang mencurigakan
  • Barium enema kontras ganda

Penatalaksanaan

Pembedahan adalah satu-satunya modalitas kuratif untuk kanker usus besar lokal stadium I-III. Reseksi bedah berpotensi memberikan satu-satunya pilihan kuratif untuk pasien dengan penyakit metastasis terbatas di hati atau paru-paru pada stadium IV). Pilihan pembedahan antara lain :

  • Hemikolektomi kanan untuk lesi di sekum dan usus besar kanan
  • Hemikolektomi kanan yang diperluas untuk lesi di kolon transversum proksimal atau tengah
  • Hemikolektomi kiri untuk lesi pada fleksura limpa dan kolon kiri
  • Kolektomi sigmoid untuk lesi kolon sigmoid

Kolektomi abdomen total dengan anastomosis ileorektal: Untuk pasien tertentu dengan kanker kolon non poliposis herediter, poliposis adenomatosa familial, kanker metachronous pada segmen kolon yang terpisah, atau obstruksi kolon maligna akut dengan status usus proksimal yang tidak diketahui

Pilihan terapi lain untuk pasien yang bukan kandidat bedah meliputi:

  • Krioterapi
  • Ablasi frekuensi radio
  • Infus arteri hepatik dari agen kemoterapi

Terapi adjuvan pasca operasi digunakan pada pasien terpilih dengan kanker usus besar stadium II yang berisiko tinggi untuk kambuh, dan merupakan standar untuk kanker usus besar stadium III. Regimen yang digunakan untuk kemoterapi sistemik termasuk yang berikut:

  • 5-Fluorourasil (5-FU)
  • Capecitabine
  • Oksaliplatin
  • Kombinasi beberapa agen (misalnya, capecitabine atau 5-FU dengan oxaliplatin, FOLFOX, FOLFIRI, cetuximab atau panitumumab dengan encorafenib)
  • Regimen yang digunakan untuk kemoterapi ajuvan biasanya mencakup 5-FU dengan leucovorin atau capecitabine, baik sendiri atau dalam kombinasi dengan oxaliplatin. 

Untuk kanker usus besar metastatik, kemoterapi sistemik adalah standar dengan kemoterapi neoadjuvant digunakan untuk mengubah metastasis hati terisolasi yang tidak dapat direseksi menjadi metastasis hati yang dapat direseksi. 

Asuhan Keperawatan

Diagnosa, Luaran, dan Intervensi Keperawatan Sdki Slki Siki

1. Diare (D.0020)

Luaran : Eliminasi Fekal membaik(L.04033)

  • Kontrol pengeluaran feses meningkat
  • Urgensi menurun
  • Nyeri abdomen menurun
  • Kram abdomen menurun
  • Konsistensi feses membaik
  • Frekuensi defekasi membaik
  • Peristaltik usus membaik

Intervensi : Manajemen Diare (I.03101)

  • Identifikasi penyebab diare
  • Identifikasi riwayat pemberian makanan
  • Identifikasi gejala invaginasi
  • Monitor warna, volume, frekuensi, dan konsistensi tinja
  • Monitor tanda dan gejala hipovolemia
  • Monitor iritasi dan ulserasi kulit di daerah perianal
  • Monitor jumlah pengeluaran diare
  • Monitor keamanan penyiapan makanan
  • Berikan asupan cairan oral, misalnya larutan gula garam, oralit, atau pedialit
  • Pasang jalur kanulasi intravena (infus)
  • Berikan cairan intravena jika perlu
  • Ambil sampel darah untuk pemeriksaan darah lengkap dan elektrolit
  • Ambil sampel feses untuk kultur jika perlu
  • Anjurkan makanan porsi kecil dan sering secara bertahap
  • Anjurkan menghindari makanan pembentuk gas, pedas, dan mengandung laktosa
  • Anjurkan melanjutkan pemberian ASI
  • Kolaborasi pemberian obat antimotilitas
  • Kolaborasi pemberian obat antispasmodik
  • Kolaborasi pemberian obat pengeras feses seperti atapulgit

2. Risiko Konstipasi (D.0052)

Luaran: Eliminasi fekal membaik

  • Kontrol pengeluaran meningkat
  • Feses Nafsu makan meningkat
  • Asupan cairan meningkat
  • Distensi abdomen menurun
  • Teraba massa padat menurun
  • Rektal Keluhan defekasi lama dan sulit menurun
  • Nyeri abdomen menurun
  • Mual dan Muntah menurun
  • Hematemesis menurun
  • Edema menurun
  • Konsistensi Feses membaik
  • Frekuensi Defekasi membaik
  • Jumlah Feses membaik
  • Peristaltik Usus membaik
  • Berat Badan membaik

Intervensi Keperawatan: Pencegahan Konstipasi (I.04160)

  • Identifikasi faktor risiko konstipasi (mis. Asupan serat tidak adekuat, asupan cairan tidak adekuat, kelemahan otot  abdomen)   
  • Monitor tanda dan gejala konstipasi (mis. Defekasi lama atau sulit, defekasi kurang 2 kali seminggu) Identifikasi penggunaan obat-obatan yang menyebabkan konstipasi 
  • Identifikasi status kognitif untuk mengkomunikasi kebutuhan.
  • Batasi minuman yang mengandung kafein dan alkohol
  • Jadwalkan rutinitas BAK
  • Lakukan masase abdomen Berikan terapi akupresur
  • Jelaskan penyebab dan faktor risiko konstipasi
  • Anjurkan minum air putih sesuai dengan kebutuhan (1500-2000 ml/hari)
  • Anjurkan meningkatkan aktivitas fisik sesuai kebutuhan
  • Anjurkan berjalan 15-20 menit 1-2 kali/hari
  • Anjurkan berjongkok untuk memfasilitasi proses BAB
  • Kolaborasi dengan ahli gizi

3. Nausea (D.0076)

Luaran: Tingkat Nausea Menurun (L.08065)

  • Nafsu makan meningkat
  • Keluhan mual menurun
  • Perasaan ingin muntah menurun
  • Perasaan asam dimulut menurun
  • Sensasi panas atau dingin menurun
  • Diaforesis menurun
  • Jumlah Saliva menurun
  • Pucat, Takikardia, dan dilatasi pupil menurun

Intervensi Keperawatan: Manajemen Mual (I. 03117)

  • Identifikasi pengalaman mual
  • Identifikasi isyarat nonverbal ketidaknyamanan (mis. Bayi, anak-anak, dan mereka yang tidak dapat berkomunikasi secara efektif)
  • Identifikasi dampak mual terhadap kualitas hidup (mis. Nafsu makan, aktivitas, kinerja, tanggung jawab peran, dan tidur)
  • Identifikasi faktor penyebab mual (mis. Pengobatan dan prosedur)
  • Identifikasi antiemetik untuk mencegah mual (kecuali mual pada kehamilan)
  • Monitor mual (mis. Frekuensi, durasi, dan tingkat keparahan)
  • Monitor asupan nutrisi dan kalori
  • Kendalikan faktor lingkungan penyebab mual (mis. Bau tak sedap, suara, dan rangsangan visual yang tidak menyenangkan)
  • Kurangi atau hilangkan keadaan penyebab mual (mis. Kecemasan, ketakutan, kelelahan)
  • Berikan makan dalam jumlah kecil dan menarik
  • Berikan makanan dingin, cairan bening, tidak berbau dan tidak berwarna, jika perlu
  • Anjurkan istirahat dan tidur yang cukup
  • Anjurkan sering membersihkan mulut, kecuali jika merangsang mual
  • Anjurkan makanan tinggi karbohidrat dan rendah lemak
  • Ajarkan penggunaan teknik non farmakologis untuk mengatasi mual (mis. Biofeedback, hipnosis, relaksasi, terapi musik, akupresur)
  • Kolaborasi pemberian antiemetik, jika perlu

4. Risiko Defisit Nutrisi (D.0032)

Luaran: Status Nutrisi membaik (L.03030)

  • Porsi makan yang dihabiskan meningkat
  • Verbalisasi keinginan untuk meningkatkan nutrisi
  • Pengetahuan tentang pilihan makanan dan minuman yang sehat meningkat
  • Pengetahuan tentang standar asupan nutrisi yang tepat meningkat
  • Perasaan cepat kenyang menurun
  • Nyeri abdomen menurun
  • Berat badan dan Indeks massa tubuh (IMT) membaik
  • Frekuensi dan nafsu makan membaik
  • Tebal lipatan kulit trisep dan membran mukosa membaik

Intervensi Keperawatan: Manajemen Nutrisi (I.03119)

  • Identifikasi status nutrisi
  • Identifikasi alergi dan intoleransi makanan
  • Identifikasi makanan yang disukai
  • Identifikasi kebutuhan kalori dan jenis nutrient
  • Identifikasi perlunya penggunaan selang nasogastrik
  • Monitor asupan makanan
  • Monitor berat badan
  • Monitor hasil pemeriksaan laboratorium
  • Lakukan oral hygiene sebelum makan, jika perlu
  • Fasilitasi menentukan pedoman diet (mis. Piramida makanan)
  • Sajikan makanan secara menarik dan suhu yang sesuai
  • Berikan makan tinggi serat untuk mencegah konstipasi
  • Berikan makanan tinggi kalori dan tinggi protein
  • Berikan suplemen makanan, jika perlu
  • Hentikan pemberian makan melalui selang nasogastrik jika asupan oral dapat ditoleransi
  • Anjurkan posisi duduk, jika mampu
  • Ajarkan diet yang diprogramkan
  • Kolaborasi pemberian medikasi sebelum makan (mis. Pereda nyeri, antiemetik), jika perlu
  • Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah kalori dan jenis nutrien yang dibutuhkan, jika perlu

5. Risiko Infeksi (D.0141)

Luaran : Tingkat Infeksi Menurun (L.14137)

  • Kebersihan dan nafsu makan meningkat
  • Demam menurun
  • Periode malaise menurun
  • Kadar sel darah putih membaik

Intervensi Keperawatan: Pencegahan Infeksi (I.14137)

  • Monitor tanda dan gejala infeksi lokal dan sistemik
  • Batasi jumlah pengunjung
  • Berikan perawatan kulit pada daerah edema
  • Cuci tangan sebelum dan sesudah kontak dengan pasien dan lingkungan pasien
  • Pertahankan teknik aseptik pada pasien beresiko tinggi
  • Jelaskan tanda dan gejala infeksi

6. Nyeri Kronis (D.0078)

Luaran: Tingkat Nyeri menurun (L.08066)

  • Keluhan nyeri menurun
  • Meringis menurun
  • Sikap protektif menurun
  • Gelisah dan kesulitan tidur menurun
  • Anoreksia, mual, muntah menurun
  • Ketegangan otot dan pupil dilatasi menurun
  • Pola nafas dan tekanan darah membaik

Intervensi Keperawatan:

a. Manajemen Nyeri (I.08238)

  • Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas, intensitas nyeri
  • Identifikasi skala nyeri
  • Identifikasi respon nyeri non verbal
  • Identifikasi faktor yang memperberat dan memperingan nyeri
  • Identifikasi pengetahuan dan keyakinan tentang nyeri
  • Identifikasi pengaruh budaya terhadap respon nyeri
  • Identifikasi pengaruh nyeri pada kualitas hidup
  • Monitor keberhasilan terapi komplementer yang sudah diberikan
  • Monitor efek samping penggunaan analgetik
  • Berikan teknik non farmakologis untuk mengurangi rasa nyeri (mis. TENS, hypnosis, akupresur, terapi musik, biofeedback, terapi pijat, aromaterapi, teknik imajinasi terbimbing, kompres hangat/dingin, terapi bermain)
  • Kontrol lingkungan yang memperberat rasa nyeri (mis. Suhu ruangan, pencahayaan, kebisingan)
  • Fasilitasi istirahat dan tidur
  • Pertimbangkan jenis dan sumber nyeri dalam pemilihan strategi meredakan nyeri
  • Jelaskan penyebab, periode, dan pemicu nyeri
  • Jelaskan strategi meredakan nyeri
  • Anjurkan memonitor nyeri secara mandiri
  • Anjurkan menggunakan analgetik secara tepat
  • Ajarkan teknik non farmakologis untuk mengurangi rasa nyeri
  • Kolaborasi pemberian analgetik, jika perlu

b, Perawatan Kenyamanan (I.08245)

  • Identifikasi gejala yang tidak menyenangkan
  • Identifikasi pemahaman tentang kondisi, situasi dan perasaannya
  • Identifikasi masalah emosional dan spiritual
  • Berikan posisi yang nyaman
  • Berikan kompres dingin atau hangat
  • Ciptakan lingkungan yang nyaman
  • Berikan pemijatan
  • Berikan terapi akupresur
  • Berikan terapi hipnotis
  • Dukung keluarga dan pengasuh terlibat dalam terapi
  • Diskusikan mengenai situasi dan pilihan terapi
  • Jelaskan mengenai kondisi dan pilihan terapi/ pengobatan
  • Ajarkan terapi relaksasi
  • Ajarkan latihan pernafasan
  • Ajarkan teknik distraksi dan imajinasi terbimbing
  • Kolaborasi pemberian analgesic, antipruritus, antihistamin, jika perlu

7. Ansietas (D.0080)

Luaran: Tingkat Ansietas menurun (L.09093)

  • Verbalisasi kebingungan dan khawatir akibat kondisi yang dihadapi menurun
  • Perilaku gelisah dan tegang menurun
  • Palpitasi, tremor, dan pucat menurun
  • Konsentrasi dan pola tidur membaik
  • Orientasi membaik

Intervensi Keperawatan: Reduksi ansietas (I.09314)

  • Identifikasi saat tingkat ansietas berubah seperti Kondisi, waktu, dan stressor.
  • Identifikasi kemampuan mengambil keputusan
  • Monitor tanda anxietas baik verbal dan non verbal
  • Ciptakan suasana  terapeutik untuk menumbuhkan kepercayaan
  • Temani pasien untuk mengurangi kecemasan, jika memungkinkan
  • Pahami situasi yang membuat ansietas
  • Dengarkan dengan penuh perhatian
  • Gunakan pendekatan yang tenang dan meyakinkan
  • Motivasi mengidentifikasi situasi yang memicu kecemasan
  • Diskusikan perencanaan  realistis tentang peristiwa yang akan datang
  • Jelaskan prosedur, termasuk sensasi yang mungkin dialami
  • Informasikan secara faktual mengenai diagnosis, pengobatan, dan prognosis
  • Anjurkan keluarga untuk tetap bersama pasien, jika perlu
  • Anjurkan melakukan kegiatan yang tidak kompetitif, sesuai kebutuhan
  • Anjurkan mengungkapkan perasaan dan persepsi
  • Latih kegiatan pengalihan, untuk mengurangi ketegangan
  • Latih penggunaan mekanisme pertahanan diri yang tepat
  • Latih teknik relaksasi

Referensi:

Douglas A Nelson MD. 2021. Colon Cancer. Verywell Health. https://www.verywellhealth.com/colon-cancer-4014742

InformedHealth.org. 2011. Colorectal cancer: Overview. Cologne, Germany: Institute for Quality and Efficiency in Health Care (IQWiG). https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK279198/

Kuipers, E. J., et.al. 2015. Colorectal cancer. Nature reviews. Disease primers, 1, 15065. https://doi.org/10.1038/nrdp.2015.65

Mármol, I., et.al. 2017. Colorectal Carcinoma: A General Overview and Future Perspectives in Colorectal Cancer. International journal of molecular sciences, 18(1), 197. https://doi.org/10.3390/ijms18010197

PPNI, 2017.  Standart Diagnosis Keperawatan Indonesia (SDKI) edisi 1 cetakan II. DPP PPNI. Jakarta

PPNI, 2018.  Standart Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI) edisi 1 cetakan II. DPP PPNI. Jakarta

PPNI, 2019.  Standart Luaran Keperawatan Indonesia (SLKI) edisi 1 cetakan II. DPP PPNI. Jakarta

Recio-Boiles A, Cagir B. 2022. Colon Cancer. Treasure Island (FL): StatPearls Publishing. https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK470380/

Tomislav Dragovich MD. 2022. Colon Cancer. Medscape Emedicine. https://emedicine.medscape.com/article/277496-overview

Zul Hendry
Zul Hendry Dosen Program Studi Keperawatan di Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Yarsi Mataram