Widget HTML #1

Askep Angina Pectoris Sdki Slki Siki

Angina pektoris merupakan gejala paling umum dari penyakit jantung iskemik yang disebabkan oleh ketidakseimbangan antara suplai darah dan kebutuhan oksigen miokard,  dan merupakan penyebab utama morbiditas dan mortalitas di seluruh dunia. Pada tulisan ini, Repro Note akan merangkum mengenai askep angina pectoris meliputi konsep medik sampai intervensi keperawatan menggunakan pendekatan Sdki Slki Siki.

Tujuan

  • Memahami definisi, epidemiologi, penyebab, sedta tanda dan gejala angina pectoris
  • Memahami pemeriksaan, komplikasi, dan penatalaksanaan pasien dengan angina pectoris
  • Merumuskan diagnosa keperawatan yang sering muncul pada askep angina pectoris menggunakan pendekatan Sdki
  • Merumuskan Luaran dan kriteria hasil pada askep angina pektoris menggunakan pendekatan Slki
  • Melaksanakan intervensi keperawatan pada askep angina pektoris menggunakan pendekatan Siki
  • Melakukan edukasi pasien dan keluarga pada askep angina pektoris

Askep Angina Pectoris Sdki Slki Siki
Image by Marco Verch Professional Photographer on Flickr

Konsep Medik dan Askep Angina Pektoris

Pendahuluan

Angina pektoris didefinisikan sebagai nyeri dada substernal, perasaan seperti tertekan, atau ketidaknyamanan yang biasanya diperburuk oleh aktivitas atau stres emosional, berlangsung lebih dari 30 hingga 60 detik, dan berkurang dengan istirahat dan nitrogliserin.

Rasa nyeri atau ketidaknyamanan dapat menyebar ke lengan, naik ke leher, ke rahang bawah, ke epigastrium, dan kadang-kadang ke punggung. Biasanya berlangsung antara 5 dan 15 menit. Kadang-kadang digambarkan sebagai nyeri atau terbakar.

Pada wanita dan populasi lanjut usia, angina dapat muncul dengan cara yang lebih atipikal dan dapat ditandai dengan dispnea, kelelahan, kelemahan, palpitasi, atau pusing.

Beberapa penelitian menunjukkan bahwa angina itu sendiri merupakan prediktor kejadian utama yang merugikan jantung. Selain itu, angina adalah morbiditas serius yang menghambat kualitas hidup dan harus diobati.

Angina pektoris merupakan hasil dari iskemia miokard yang disebabkan oleh ketidakseimbangan antara suplai darah miokard dan kebutuhan oksigen. Angina merupakan gejala umum yang muncul dalam bentuk  nyeri dada pada pasien dengan penyakit arteri koroner.

Nyeri dada sendiri dapat disebabkan oleh penyebab jantung dan non-jantung,, dan anamnesis serta pemeriksaan fisik sangat penting dalam membedakan penyebab ini serta mengidentifikasi pasien yang mengalami sindrom koroner akut.

Angina pectoris adalah salah satu tanda sindrom koroner akut (SKA) dan selanjutnya dapat dibagi lagi menjadi angina stabil dan tidak stabil.

Angina stabil didefinisikan sebagai terjadinya gejala dengan pengerahan tenaga saja.  Sedangkan angina tidak stabil gejala yang terjadi muncul juga saat istirahat, dan kondisi ini memerlukan evaluasi dan manajemen yang lebih cepat.

Epidemiologi

Sekitar 9,8 juta orang di Amerika Serikat diperkirakan mengalami angina setiap tahun, dengan 500.000 kasus baru angina terjadi setiap tahun. Pada tahun 2009, diperkirakan 785.000 orang Amerika akan mengalami serangan pada asretri koroner baru dan sekitar 470.000 akan mengalami serangan berulang. Hanya 18% serangan koroner yang didahului oleh angina.

Angina pektoris lebih sering merupakan gejala penyakit arteri koroner pada wanita dibandingkan pada pria dengan rasio wanita-pria 1,7:1. Perkiraan prevalensi angina pecctoris adalah  4,6 juta pada wanita dan 3,3 juta pada pria.

Rasio yang lebih tinggi pada perempuan ini ditemukan hampir di seluruh negara dan lebih tinggi di antara kelompok etnis non-kulit putih daripada di antara orang kulit putih. Frekuensi presentasi atipikal juga lebih sering terjadi pada wanita dibandingkan dengan pria.

Wanita memiliki tingkat kematian akibat penyakit arteri koroner yang sedikit lebih tinggi dibandingkan dengan pria, sebagian karena usia yang lebih tua saat datang dan kurangnya gejala angina klasik.

Prevalensi angina pektoris meningkat seiring bertambahnya usia. Usia merupakan faktor risiko independen yang kuat untuk kematian. Lebih dari 150.000 orang Amerika meninggal akibat CVD pada tahun 2005 berusia di bawah 65 tahun.

Namun, pada tahun 2005, 32% kematian akibat penyakit kardiovaskular terjadi sebelum usia 75 tahun, jauh sebelum harapan hidup rata-rata 77,9 tahun.

Angina stabil kronis mempengaruhi sekitar 30.000 hingga 40.000 orang per juta orang di negara-negara barat. Prevalensi meningkat dengan bertambahnya usia pada pria dan wanita. Perkiraan prevalensi untuk pria dan wanita berusia 45 - 64 tahun adalah masing-masing 4 - 7% dan 5 - 7%. Pada pria dan wanita berusia 65 - 84 tahun, perkiraan prevalensi masing-masing adalah 14 - 15% dan 10 - 12%.

Etiologi

Penyebab utama angina adalah ketidakseimbangan antara suplai oksigen dan kebutuhan oksigen di jantung. Penyebab paling umum adalah penyakit arteri koroner di mana plak aterosklerotik telah menyempitkan lumen pembuluh yang memasok oksigen dan nutrisi ke kardiomiosit.

Etiologi lainnya adalah peningkatan kekuatan ekstravaskular, seperti hipertrofi ventrikel kiri berat yang disebabkan oleh hipertensi, stenosis aorta, kardiomiopati hipertrofik, peningkatan tekanan diastolik ventrikel kiri, atau penurunan kapasitas pembawa oksigen darah seperti peningkatan karboksihemoglobin atau anemia berat (hemoglobin, <8 g/dL)

Ketika ada peningkatan kebutuhan oksigen, seperti yang terjadi pada saat pengerahan tenaga, terdapat ketidaksesuaian pasokan dan kebutuhan oksigen, sehingga kebutuhan oksigen lebih besar daripada pasokan melalui pembuluh yang menyempit.

Bahkan pembuluh darah yang berada pada fase awal aterosklerosis, sebelum lesi yang membatasi aliran muncul, dapat berkontribusi pada iskemia jika plak rentan dan pecah. Beberapa pasien mengalami angina karena suplai oksigen berkurang ketika arteri koroner mengalami vasospasme.

Meskipun penyakit arteri koroner biasanya dianggap sebagai penyakit arteri koroner epikardial besar yang berjalan di sepanjang permukaan jantung, sekarang terdapat bukti bahwa arteri koroner intramural kecil atau pembuluh mikro dapat berkontribusi pada iskemia miokard.

Penyebab lain angina pectoris antara lain kardiomiopati hipertrofik, penyakit katup, dan stenosis aorta. dalam kasus ini, juga terjadi ketidaksesuaian antara suplai oksigen dan kebutuhan oksigen oleh jantung.

Angina lebih sering terjadi pada populasi lanjut usia yang berusia > 65 tahun, yang mencakup sekitar setengah dari semua kasus. Pasien lanjut usia cenderung memiliki penyakit arteri koroner yang lebih parah dan tidak selalu mentoleransi terapi antiangina.

Terdapat peningkatan prevalensi angina seiring dengan pertambahan usia pada pria dan wanita. Wanita cenderung menunjukkan penyakit arteri koroner pada usia yang lebih tua daripada pria. Namun, penyakit jantung iskemik dan stroke tetap menjadi penyebab utama kematian pada wanita.

Sebagai catatan, angina sering merupakan presentasi awal yang lebih umum dari penyakit arteri koroner pada wanita daripada pria. Pada pria, sindrom koroner akut  atau SKA lebih mungkin menjadi manifestasi yang muncul.

Wanita lebih cenderung mengalami angina pada usia yang lebih tua, dan gejalanya lebih cenderung atipikal dan karena itu mereka cenderung tidak terdiagnosis dan diobati. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa wanita yang mengalami penyakit arteri koroner memiliki mortalitas kardiovaskular yang lebih tinggi daripada pria.

Pasien dengan angina lebih mungkin memiliki penyakit penyerta tertentu seperti hipertensi, diabetes melitus, penyakit paru obstruktif kronik, penyakit pembuluh darah perifer, dan gagal jantung kongestif.

Faktor risiko utama untuk aterosklerosis antara lain riwayat keluarga penyakit arteri koroner, merokok, diabetes melitus, hiperkolesterolemia, atau hipertensi sistemik.

Faktor risiko lain termasuk hipertrofi ventrikel kiri, obesitas, dan peningkatan kadar serum homosistein, lipoprotein (a), penghambat aktivator plasminogen, fibrinogen, trigliserida serum, atau rendahnya kadar high-density lipoprotein (HDL).

Sindrom metabolik ditandai dengan kadar glukosa puasa lebih dari 100 mg/dL, obesitas abdomen yaitu lingkar pinggang >40 in untuk pria atau >35 in untuk wanita, penurunan kadar kolesterol HDL <40 mg/dL untuk pria atau <50 mg/dL untuk wanita, hipertrigliseridemia >150 mg/dL, dan hipertensi ≥130/85 mm Hg.

Pasien dengan sindrom metabolik memiliki 3 kali lipat peningkatan risiko aterosklerosis koroner dan stroke dibandingkan dengan mereka yang tidak memiliki sindrom ini.

Patofisiologi

Iskemia miokard berkembang ketika aliran darah koroner tidak memadai untuk memenuhi kebutuhan oksigen miokard. Hal ini menyebabkan sel miokard beralih dari metabolisme aerobik ke anaerobik, dengan gangguan progresif fungsi metabolisme, mekanik, dan listrik.

Angina pektoris adalah manifestasi klinis yang paling umum dari iskemia miokard. Hal ini disebabkan oleh stimulasi kimia dan mekanik dari ujung saraf aferen sensorik di pembuluh koroner dan miokardium. Serabut saraf ini memanjang dari saraf tulang belakang toraks pertama hingga keempat, naik melalui sumsum tulang belakang ke talamus, dan dari sana ke korteks serebral.

Penelitian telah menunjukkan bahwa adenosin mungkin merupakan mediator kimia utama nyeri angina. Selama iskemia, ATP didegradasi menjadi adenosin yang setelah difusi ke ruang ekstraseluler, menyebabkan dilatasi arteriol dan nyeri angina. Adenosin menginduksi angina terutama dengan merangsang reseptor A1 di ujung saraf aferen jantung.

Denyut jantung, keadaan inotropik miokard, dan ketegangan dinding miokard adalah penentu utama aktivitas metabolisme miokard dan kebutuhan oksigen miokard. Peningkatan denyut jantung dan keadaan kontraktil miokard mengakibatkan peningkatan kebutuhan oksigen miokard.

Peningkatan afterload  dan preload menghasilkan elevasi ketegangan dinding miokard sehingga meningkatkan kebutuhan oksigen miokard. Suplai oksigen ke setiap sistem organ ditentukan oleh aliran darah dan ekstraksi oksigen.

Kemampuan arteri koroner untuk meningkatkan aliran darah dalam menanggapi peningkatan kebutuhan metabolik jantung disebut sebagai cadangan aliran koroner (CFR). Pada orang sehat, aliran darah koroner maksimal setelah dilatasi penuh arteri koroner kira-kira 4-6 kali aliran darah koroner istirahat. CFR tergantung pada setidaknya 3 faktor, yaitu resistensi arteri koroner besar dan kecil, resistensi ekstravaskular miokard dan interstisial, dan komposisi darah.

Iskemia miokard dapat terjadi akibat:

  • Penurunan aliran darah koroner yang disebabkan oleh stenosis arteri koroner epikardial tetap atau dinamis (pembuluh konduktif)
  • Penyempitan abnormal atau kurangnya relaksasi mikrosirkulasi koroner, yaitu pembuluh resistensi
  • Berkurangnya kapasitas pembawa oksigen darah.

Aterosklerosis adalah penyebab paling umum dari stenosis arteri koroner epikardial. Pasien dengan lesi aterosklerotik koroner tetap minimal 50% menunjukkan iskemia miokard selama peningkatan kebutuhan metabolik miokard sebagai akibat dari penurunan CFR yang signifikan.

Pasien-pasien ini tidak dapat meningkatkan aliran darah koroner mereka selama stres untuk mengimbangi peningkatan kebutuhan metabolisme miokard, sehingga mereka mengalami angina. Lesi aterosklerotik yang terfiksasi setidaknya 90% hampir sepenuhnya menghilangkan cadangan aliran. Pasien dengan lesi ini mungkin mengalami angina saat istirahat.

Spasme koroner juga dapat menurunkan CFR secara signifikan dengan menyebabkan stenosis dinamis arteri koroner. Angina Prinzmetal didefinisikan sebagai angina istirahat yang berhubungan dengan elevasi segmen ST yang disebabkan oleh spasme arteri koroner fokal.

Meskipun sebagian besar pasien dengan angina Prinzmetal memiliki lesi koroner tetap yang mendasari, beberapa memiliki arteri koroner yang normal secara angiografi. Beberapa mekanisme telah diusulkan untuk angina Prinzmetal, defisiensi fokal produksi oksida nitrat, hiperinsulinemia, kadar magnesium intraseluler rendah dan merokok.

Sekitar 30% pasien dengan nyeri dada yang dirujuk untuk kateterisasi jantung memiliki aterosklerosis arteri koroner yang normal atau minimal. Sebagian dari pasien ini menunjukkan penurunan CFR yang diyakini disebabkan oleh perubahan fungsional dan struktural arteri koroner kecil dan arteriol, yaitu pembuluh resistensi.

Dalam kondisi normal, resistensi pembuluh darah bertanggung jawab sebanyak 95% dari resistensi arteri koroner, dengan 5% sisanya berasal dari arteri koroner epikardial, yaitu pembuluh konduktif.

Angina karena disfungsi arteri koroner kecil dan arteriol disebut angina mikrovaskular. Beberapa penyakit, seperti diabetes melitus, hipertensi, dan penyakit vaskular kolagen sistemik misalnya, lupus eritematosus sistemik, poliarteritis nodosa, diyakini menyebabkan kelainan mikrovaskular dengan penurunan CFR berikutnya.

Sindrom yang mencakup angina pektoris, perubahan segmen ST iskemia dan defek perfusi miokard selama stress testing, dan arteri koroner yang normal secara angiografi disebut sebagai sindrom X. Kebanyakan pasien dengan sindrom ini adalah wanita pascamenopause, dan mereka biasanya memiliki prognosis yang sangat baik.

Sindrom X diyakini disebabkan oleh angina mikrovaskular. Beberapa mekanisme mungkin bertanggung jawab untuk sindrom ini, antara lain gangguan disfungsi endotel, peningkatan pelepasan vasokonstriktor lokal, fibrosis dan hipertrofi medial mikrosirkulasi, fungsi saraf adrenergik jantung yang abnormal, defisiensi estrogen.

Sejumlah kekuatan ekstravaskular yang dihasilkan oleh kontraksi miokardium yang berdekatan dan tekanan intraventrikular dapat mempengaruhi resistensi mikrosirkulasi koroner dan dengan demikian mengurangi CFR.

Gaya tekan ekstravaskular paling tinggi di subendokardium dan menurun ke arah subepikardium. Hipertrofi ventrikel kiri (LV) bersama dengan kebutuhan oksigen miokard yang lebih tinggi misalnya, selama takikardia menyebabkan kerentanan yang lebih besar terhadap iskemia pada lapisan subendokardial.

Iskemia miokard juga dapat disebabkan oleh faktor-faktor yang mempengaruhi komposisi darah, seperti penurunan kapasitas pembawa oksigen darah, seperti yang terlihat pada anemia berat (hemoglobin, <8 g/dL), atau peningkatan kadar karboksihemoglobin. Yang terakhir mungkin akibat menghirup karbon monoksida di area tertutup atau merokok jangka panjang.

Pemantauan EKG pada instalasi rawat jalan telah menunjukkan bahwa silent iskemia adalah fenomena umum pada pasien dengan penyakit arteri koroner. Dalam sebuah penelitian, sebanyak 75% episode iskemia yang terjadi pada pasien dengan angina stabil cenderung tidak teridentifikasi secara klinis.

Silent Iskemia paling sering terjadi pada dini hari dan dapat menyebabkan disfungsi kontraktil miokard sementara. Mekanisme pasti terjadinya silent iskemia ini tidak diketahui secara pasti. Namun, disfungsi otonom terutama pada pasien dengan diabetes, ambang nyeri yang lebih tinggi pada beberapa individu, dan produksi endorfin dalam jumlah berlebihan adalah merupakan beberapa hipotesis terjadinya.

Tanda dan Gejala

Kebanyakan pasien dengan angina pektoris melaporkan ketidaknyamanan dada retrosternal atau nyeri. Ketidaknyamanan biasanya digambarkan sebagai sensasi tekanan, berat, diremas, terbakar, atau tersedak. Nyeri angina dapat terlokalisasi terutama di epigastrium, punggung, leher, rahang, atau bahu. Lokasi khas untuk radiasi nyeri adalah lengan, bahu, dan leher.

Biasanya, angina dipicu oleh aktivitas seperti makan, paparan dingin, atau stres emosional. Nyeri Ini berlangsung selama sekitar 1-5 menit dan berkurang dengan istirahat atau nitrogliserin. Nyeri dada yang berlangsung hanya beberapa detik biasanya bukan angina pektoris. Intensitas angina tidak berubah dengan respirasi, batuk, atau perubahan posisi. Nyeri di atas mandibula dan di bawah epigastrium jarang bersifat angina.

Angina dekubitus merupakan varian dari angina pektoris yang terjadi pada malam hari saat pasien dalam keadaan berbaring. Beberapa pendapat menyatakan bahwa hal itu diinduksi oleh peningkatan kebutuhan oksigen miokard yang disebabkan oleh ekspansi volume darah dengan peningkatan aliran balik vena selama berbaring.

Untuk sebagian besar pasien dengan angina stabil, temuan pemeriksaan fisik adalah normal. Mendiagnosis penyebab sekunder angina, seperti stenosis aorta, adalah penting.

Tanda Levine positif yaitu kepalan tangan pasien yang terkepal di atas tulang dada saat menggambarkan ketidaknyamanan menunjukkan angina pektoris.

Tanda-tanda fisik metabolisme lipid abnormal seperti xanthelasma, xanthoma atau aterosklerosis difus seperti tidak adanya atau berkurangnya denyut perifer, peningkatan refleks cahaya atau nicking arteriovenosa pada pemeriksaan mata, dan bruit karotis.

Pemeriksaan pasien selama serangan angina mungkin lebih membantu. Temuan fisik yang berguna seperti bunyi jantung ketiga atau keempat karena disfungsi sistolik dan diastolik LV dan regurgitasi mitral sekunder akibat disfungsi otot papiler.

Pemeriksaan Diagnostik

Pemeriksaan awal meliputi elektrokardiogram (EKG) 12 sadapan, rontgen dada, dan pemeriksaan laboratorium seperti hitung darah lengkap (CBC), profil metabolisme dasar (BMP) bersama dengan tingkat troponin serial jika dicurigai Sindrom koroner akut (SKA).

Pemeriksaan EKG mungkin tidak menunjukkan kelainan pada kasus angina pectoris stabil, angina tidak stabil, atau NSTEMI. Temuan EKG dari iskemia miokard antara lain pendataran gelombang T , inversi atau depresi segmen ST.

Pengujian lebih lanjut antara lain termasuk latihan atau pengujian stres farmakologis dengan atau tanpa pencitraan perfusi dan kateterisasi jantung diagnostik.

Perubahan EKG akan muncul pada STEMI dan segera membutuhkan revaskularisasi koroner.

Penatalaksanaan

Pengobatan angina stabil kronis ditujukan untuk mengelola gejala serta memperlambat perkembangan kejadian jantung. Manajemen multifaktorial dan melibatkan modifikasi gaya hidup, modifikasi faktor risiko, dan terapi medis sebagai komponen penting dari pengobatan.

Dalam kasus di mana gejala refrakter terhadap terapi medis, revaskularisasi dapat dicoba, meskipun mungkin berhasil dalam mengendalikan gejala, tidak terbukti mengurangi kejadian kardiovaskular utama dibandingkan dengan terapi medis.

Modifikasi gaya hidup termasuk olahraga teratur, pengendalian berat badan, dan berhenti merokok harus didorong. Modifikasi faktor risiko meliputi pengendalian tekanan darah, kolesterol, dan gula darah.

Obat-obatan untuk modifikasi faktor risiko dan untuk mencegah perkembangan penyakit antara lain aspirin, statin, ACE Inhobitor, atau penghambat reseptor angiotensin.

Terapi medis dapat digunakan untuk mengontrol gejala serta membantu mengurangi risiko perkembangan aterosklerosis dan kejadian jantung. Agen antiangina dapat dipisahkan berdasarkan mekanisme pengurangan gejala pada angina. Secara umum, kontrol simtomatik dicapai dengan cara mengurangi konsumsi oksigen miokard.

Karena detak jantung adalah pengaruh utama konsumsi oksigen, sebagian besar kejadian angina dipicu oleh peningkatan detak jantung. Tiga kelas obat yang digunakan untuk angina mengurangi gejala melalui penurunan denyut jantung yaitu beta blocker, ivabradine, dan non dihydropyridine calcium channel blockers. Penghambat saluran kalsium harus dihindari pada pasien dengan disfungsi ventrikel kiri dan penurunan fraksi ejeksi.

Mekanisme lain dimana gejala angina dapat diobati adalah dengan relaksasi otot polos pembuluh darah. Hal ini menyebabkan dilatasi arteri koroner, sehingga meningkatkan kemampuan perfusi. Obat-obatan yang bekerja pada mekanisme ini adalah penghambat saluran kalsium dihidropiridin, nitrat, dan nikorandil.

Obat lain yang juga digunakan untuk angina stabil kronis adalah ranolazine, yang menghambat arus natrium akhir dalam sel miokard ventrikel. Hal ini mengurangi disfungsi kontraktil diastolik.

Pengobatan untuk angina tidak stabil ditujukan untuk mengurangi rasa sakit, membatasi kerusakan pada miokardium, serta menurunkan morbiditas dan mortalitas, yaitu:

  • Nitrat digunakan untuk meredakan nyeri dada. Bekerja dengan  menyebabkan vasodilatasi, yang menurunkan preload dan volume akhir diastolik ventrikel kiri sehingga mengurangi konsumsi oksigen miokard. Kontra indikasinya adalah kasus hipotensi dan penggunaan inhibitor fosfodiesterase sebelumnya dalam 48 jam terakhir.
  • Morfin digunakan untuk menghilangkan rasa sakit ketika nitrat tidak bisa menghilangkan rasa sakit sepenuhnya. Selain efek analgesia, morfin juga menyebabkan vasodilatasi.
  • Beta-blocker menyebabkan penurunan denyut jantung, kontraktilitas, dan tekanan darah sehingga mengurangi kebutuhan oksigen miokard.
  • Agen antiplatelet dalam terapi ganda dengan aspirin dan clopidogrel, ticagrelor, atau prasugrel menurunkan risiko kejadian kardiovaskular pada pasien dengan sindrom koroner akut, infark miokard akut, kematian kardiovaskular, dan stroke.
  • Antikoagulan menurunkan tingkat infark ulang dalam kombinasi dengan agen antiplatelet. Digunakan secara intravena untuk pengobatan akut.

Komplikasi

Sebagai gejala awal penyakit arteri koroner dalam banyak kasus, komplikasi utama angina pectoris adalah kejadian penyakit jantung di masa depan, seperti infark miokard. Dalam sebuah penelitian, perkiraan bahwa risikoinfark miokard dalam 10 tahun lebih dari 10 persen pada wanita dengan angina pectoris stabil kronis mulai dari saat pertama terkena angina pectoris tersebut.

Selain komplikasi yang berpotensi fatal ini, angina pectoris memiliki implikasi bagi masyarakat dan juga pasien. Hal ini termasuk kualitas hidup yang lebih rendah karena penurunan kemampuan untuk melakukan aktivitas sehari-hari, serta peningkatan beban masyarakat dari biaya tidak langsung, seperti pensiun dini atau cacat.

Oleh karena itu, pengobatan angina harus ditujukan tidak hanya untuk meningkatkan angka kematian tetapi juga untuk mengobati gejala sehingga pasien dapat lebih aktif.

Asuhan Keperawatan

Diagnosa, Luaran, dan Intervensi Keperawatan Sdki Slki Siki

1. Nyeri Akut b/d agen pencedera Fisiologis (D.0077)

Luaran: Tingkat nyeri menurun (L.08066)

  • Keluhan nyeri menurun
  • Merigis menurun
  • Sikap protektif menurun
  • Gelisah dan kesulitan tidur menurun
  • Anoreksia, mual, muntah menurun
  • Ketegangan otot dan pupil dilatasi menurun
  • Pola napas dan tekanan darah membaik

Intervensi Keperawatan:

a. Manajemen Nyeri (I.08238)

  • Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas, intensitas nyeri
  • Identifikasi skala nyeri
  • Identifikasi respon nyeri non verbal
  • Identifikasi faktor yang memperberat dan memperingan nyeri
  • Identifikasi pengetahuan dan keyakinan tentang nyeri
  • Identifikasi pengaruh budaya terhadap respon nyeri
  • Identifikasi pengaruh nyeri pada kualitas hidup
  • Monitor keberhasilan terapi komplementer yang sudah diberikan
  • Monitor efek samping penggunaan analgetik
  • Berikan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi rasa nyeri (mis. TENS, hypnosis, akupresur, terapi musik, biofeedback, terapi pijat, aroma terapi, teknik imajinasi terbimbing, kompres hangat/dingin, terapi bermain)
  • Kontrol lingkungan yang memperberat rasa nyeri (mis. Suhu ruangan, pencahayaan, kebisingan)
  • Fasilitasi istirahat dan tidur
  • Pertimbangkan jenis dan sumber nyeri dalam pemilihan strategi meredakan nyeri
  • Jelaskan penyebab, periode, dan pemicu nyeri
  • Jelaskan strategi meredakan nyeri
  • Anjurkan memonitor nyri secara mandiri
  • Anjurkan menggunakan analgetik secara tepat
  • Ajarkan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi rasa nyeri
  • Kolaborasi pemberian analgetik, jika perlu

b. Pemberian Analgetik (I.08243)

  • Identifikasi karakteristik nyeri (mis. Pencetus, pereda, kualitas, lokasi, intensitas, frekuensi, durasi)
  • Identifikasi riwayat alergi obat
  • Identifikasi kesesuaian jenis analgesik (mis. Narkotika, non-narkotika, atau NSAID) dengan tingkat keparahan nyeri
  • Monitor tanda-tanda vital sebelum dan sesudah pemberian analgesik
  • Monitor efektifitas analgesik
  • Diskusikan jenis analgesik yang disukai untuk mencapai analgesia optimal, jika perlu
  • Pertimbangkan penggunaan infus kontinu, atau bolus opioid untuk mempertahankan kadar dalam serum
  • Tetapkan target efektifitas analgesic untuk mengoptimalkan respon pasien
  • Dokumentasikan respon terhadap efek analgesic dan efek yang tidak diinginkan
  • Jelaskan efek terapi dan efek samping obat
  • Kolaborasi pemberian dosis dan jenis analgesik, sesuai indikasi

2. Penurunan curah jantung (D.0008)

Luaran : Curah jantung meningkat (L.02008)

  • Kekuatan nadi perifer meningkat
  • Cardiac index (CI), Left ventrikular stroke work indekx(LVSWI), stroke volume indekx (SVI meningkat)
  • Gambaran ecg aritmia, sianosis, palpitasi, lelah, edema, distensi vena jugularis, dispnea, bradikardi, takikardia, batuk, paroxysmal nocturnal menurun.
  • Tekanan darah,capillary refill time (CRT),central venous pressure (CVP)membaik.

Intervensi : Perawatan jantung akut(I.02076)

  • Identifikasi karakteristik nyeri dada (meliputi faktor pemicu, pereda, kualitas, lokasi, radiasi, skala, durasi, dan frekuensi)
  • Monitoring ekg 12 sadapan untuk perubahan segmen ST dan segmen T
  • Monitoring kelainan irama dan frekuensi jantung
  • Monitoring saturasi oksigen
  • Monitoring enzim jantung dan elektrolit (kalium, magnesium, CK, CK-MB, troponinT, Troponin I)
  • Pasang akses intravena
  • Puasakan hingga bebas nyeri
  • Pertahankan tirah baring minimal 12 jam
  • Berikan terapi relaksasi untuk mengurangi ansiets dan stres
  • Sediakan lingkungan yang kondusif untuk beristirahat dan pemulihan
  • Siapkan menjalani intervensi koroner perkutan, jika perlu
  • Berikan dukungan emosional dan spiritual.

3. Intoleransi Aktivitas b/d Ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen (D.0056)

Luaran: Toleransi Aktivitas meningkat

  • Saturasi oksigen meningkat
  • Frekwensi Nadi meningkat
  • Kemudahan dalam melakukan aktivitas sehari hari meningkat
  • Kekuatan tubuh bagian atas dan bawah meningkat
  • Dyspnea saat dan setelah melakukan aktivitas menurun
  • Perasaan lemah menurun
  • Warna kulit membaik

Intervensi Keperawatan:

a. Manajemen Energi (I.05178)

  • Identifkasi gangguan fungsi tubuh yang mengakibatkan kelelahan
  • Monitor kelelahan fisik dan emosional
  • Monitor pola dan jam tidur
  • Monitor lokasi dan ketidaknyamanan selama melakukan aktivitas
  • Sediakan lingkungan nyaman dan rendah stimulus seperti cahaya, suara, dan kunjungan
  • Lakukan rentang gerak pasif dan/atau aktif
  • Berikan aktivitas distraksi yang menyenangkan
  • Fasilitas duduk di sisi tempat tidur, jika tidak dapat berpindah atau berjalan
  • Anjurkan tirah baring
  • Anjurkan melakukan aktivitas secara bertahap
  • Anjurkan menghubungi perawat jika tanda dan gejala kelelahan tidak berkurang
  • Ajarkan strategi koping untuk mengurangi kelelahan
  • Kolaborasi dengan ahli gizi tentang cara meningkatkan asupan makanan

b. Terapi Aktivitas (I.05186)

  • Identifikasi deficit tingkat aktivitas
  • Identifikasi kemampuan berpartisipasi dalam aktivotas tertentu
  • Identifikasi sumber daya untuk aktivitas yang diinginkan
  • Identifikasi strategi meningkatkan partisipasi dalam aktivitas
  • Monitor respon emosional, fisik, social, dan spiritual terhadap aktivitas
  • Fasilitasi fokus pada kemampuan, bukan defisit yang dialami
  • Koordinasikan pemilihan aktivitas sesuai usia
  • Fasilitasi makna aktivitas yang dipilih
  • Fasilitasi aktivitas fisik rutin (mis. ambulansi, mobilisasi, dan perawatan diri), sesuai kebutuhan
  • Fasilitasi aktivitas pengganti saat mengalami keterbatasan waktu, energy, atau gerak
  • Tingkatkan aktivitas fisik untuk memelihara berat badan, jika sesuai
  • Fasilitasi aktivitas motorik untuk merelaksasi otot
  • Libatkan keluarga dalam aktivitas, jika perlu
  • Fasilitasi mengembankan motivasi dan penguatan diri
  • Fasilitasi pasien dan keluarga memantau kemajuannya sendiri untuk mencapai tujuan
  • Berikan penguatan positfi atas partisipasi dalam aktivitas
  • Jelaskan metode aktivitas fisik sehari-hari, jika perlu
  • Ajarkan cara melakukan aktivitas yang dipilih
  • Anjurkan melakukan aktivitas fisik, social, spiritual, dan kognitif, dalam menjaga fungsi dan kesehatan
  • Anjurka terlibat dalam aktivitas kelompok atau terapi, jika sesuai
  • Anjurkan keluarga untuk member penguatan positif atas partisipasi dalam aktivitas
  • Kolaborasi dengan terapi okupasi dalam merencanakan dan memonitor program aktivitas, jika sesuai
  • Rujuk pada pusat atau program aktivitas komunitas, jika perlu

4. Ansietas b/d Kurang Terpapar Informasi (D.0080)

Luaran: Tingkat Ansietas menurun (L.09093)

  • Verbalisasi kebingungan dan khawatir akibat kondisi yang dihadapi menurun
  • Perilaku gelisah dan tegang menurun
  • Palpitasi, tremor, dan pucat menurun
  • Konsentrasi dan pola tidur membaik
  • Orientasi membaik

Intervensi Keperawatan: Reduksi ansietas (I.09314)

  • Identifikasi saat tingkat ansietas berubah seperti Kondisi, waktu, dan stressor.
  • Identifikasi kemampuan mengambil keputusan
  • Monitor tanda anxietas baik verbal dan non verbal
  • Ciptakan suasana terapeutik untuk menumbuhkan kepercayaan
  • Temani pasien untuk mengurangi kecemasan, jika memungkinkan
  • Pahami situasi yang membuat ansietas
  • Dengarkan dengan penuh perhatian
  • Gunakan pedekatan yang tenang dan meyakinkan
  • Motivasi mengidentifikasi situasi yang memicu kecemasan
  • Diskusikan perencanaan realistis tentang peristiwa yang akan datang
  • Jelaskan prosedur, termasuk sensasi yang mungkin dialami
  • Informasikan secara faktual mengenai diagnosis, pengobatan, dan prognosis
  • Anjurkan keluarga untuk tetap bersama pasien, jika perlu
  • Anjurkan melakukan kegiatan yang tidak kompetitif, sesuai kebutuhan
  • Anjurkan mengungkapkan perasaan dan persepsi
  • Latih kegiatan pengalihan, untuk mengurangi ketegangan
  • Latih penggunaan mekanisme pertahanan diri yang tepat
  • Latih teknik relaksasi

5. Defisit Pengetahuan b/d kurang terpapar informasi (D.0111)

Luaran: Tingkat pengetahuan (L.12111)

  • Perilaku sesuai anjuran meningkat
  • Verbalisasi minat dalam belajar meningkat
  • Kemampuan menjelaskan pengetahuan tentang suatu topik meningkat
  • Kemampuan menggambarkan pengalaman sebelumnya yang sesuai dengan topik meningkat
  • Perilaku sesuai dengan pengetahuan meningkat
  • Pertanyaan tentang masalah yang dihadapi menurun
  • Persepsi yang keliru terhadap masalah menurun
  • Perilaku membaik

Intervensi Keperawatan: Edukasi kesehatan

  • Identifikasi kesiapan dan kemampuan menerima informasi
  • Identifikasi faktor-faktor yang dapat meningkatkan dan menurunkan motivasi perilaku hidup bersih dan sehat
  • Sediakan materi dan media pendidikan kesehatan
  • Jadwalkan pendidikan kesehatan sesuai kesepakatan
  • Berikan kesempatan untuk bertanya
  • Jelaskan faktor resiko yang dapat mempengaruhi kesehatan
  • Ajarkan perilaku hidup bersih dan sehat
  • Ajarkan strategi yang dapat digunakan untuk meningkatkan perilaku hidup bersih dan sehat

Edukasi Pasien

Pada pasien dengan faktor risiko jantung harus selalu dipantau terjadinya gejala angina pectoris dan menerima pendidikan kesehatan tentang tanda-tanda yang mengkhawatirkan seperti gejala yang terjadi saat istirahat dan gejala yang tidak lagi hilang dengan nitrat.

Sangat penting untuk menekankan modifikasi faktor risiko sebagai komponen penting dari pengobatan untuk memperlambat perkembangan ke arah yang lebih parah.

Jadi, pendidikan diet dan olahraga, bersama dengan konseling berhenti merokok, akan sangat bermanfaat.

Selain itu, penting juga untuk menekankan kepatuhan terhadap penggunaan obat-obatan.


Referenasi :

  • Hermiz C, Sedhai YR. Angina. 2021. Treasure Island (FL): StatPearls Publishing. https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK557672/
  • Kloner, R. A., & Chaitman, B. 2016. Angina and Its Management. Journal of Cardiovascular Pharmacology and Therapeutics, 22(3), 199–209. doi:10.1177/1074248416679733
  • Jamshid Alaeddini MD. 2018. Angina Pectoris. The Hearth Org. Med Scape Emedicine. https://emedicine.medscape.com/article/150215-overview
  • PPNI, 2017.  Standart Diagnosis Keperawatan Indonesia (SDKI) edisi 1 cetakan II. DPP PPNI. Jakarta
  • PPNI, 2018.  Standart Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI) edisi 1 cetakan II. DPP PPNI. Jakarta
  • PPNI, 2019.  Standart  Luaran Keperawatan Indonesia (SLKI) edisi 1 cetakan II. DPP PPNI. Jakarta

Zul Hendry
Zul Hendry Dosen Program Studi Keperawatan di Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Yarsi Mataram