Widget HTML #1

Askep Gagal Jantung Kongestif (CHF) SDKI SLKI Dan SIKI

Gagal jantung Kongestif atau CHF adalah sindrom klinis kompleks di mana jantung tidak dapat memompa darah dengan kecepatan dan jumlah yang cukup untuk memenuhi kebutuhan metabolisme tubuh. Pada Artikel ini Repro Note akan merangkum mengenai Konsep Medik dan Askep CHF atau Gagal jantung kongestif. Konsep medik mulai dari definisi sampai penatalaksanaan dan konsep askep CHF dengan pendekatan sdki slki dan siki meliputi pengkajian, diagnosa keperawatan, luaran, dan intervensi.

Tujuan:

  • Memahami konsep medik gagal jantung kongetif atau CHF
  • Memahami pengkajian keperawatan pada askep gagal jantung kongestif atau CHF
  • Merumuskan diagnosa keperawatan pada askep gagal jantung kongestif atau CHF menggunakan pendekatan SDKI
  • Merumuskan Luaran dan kriteria hasil pada askep gagal jantung kongestif atau CHF berdasarkan pendekatan SLKI
  • Merumuskan Intervensi keperawatan pada askep gagal jantung kongestif atau CHF berdasarkan pendekatan SIKI

Askep Gagal Jantung Kongestif atau CHF SDKI SLKI SIKI

Konsep Medik dan Askep Gagal Jantung Kongestif (CHF)

Definisi

Gagal jantung kongestif (CHF) adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan apa yang terjadi ketika jantung tidak mampu memompa cukup darah untuk memenuhi kebutuhan tubuh.

CHF adalah penggambaran dari fungsi otot jantung yang tidak memadai,  bisa akut atau kronis. Kata "kongestif" mengacu pada penumpukan atau tersumbatnya cairan di pembuluh darah, jaringan paru-paru dan bagian tubuh lainnya.

Gagal jantung adalah sindrom klinis kompleks yang dihasilkan dari gangguan fungsional atau struktural jantung, mengganggu pengisian ventrikel atau ejeksi darah ke sirkulasi sistemik untuk memenuhi kebutuhan metabolisme sistemik.

Gagal jantung dapat disebabkan oleh penyakit pada endokardium, miokardium, perikardium, katup jantung, pembuluh darah atau gangguan metabolisme.  

Ketika gagal jantung berkembang, mekanisme kompensasi berusaha untuk meningkatkan tekanan pengisian jantung, massa otot dan denyut jantung. Namun, dalam banyak kasus, biasanya terjadi penurunan fungsi jantung secara progresif.

Klasifikasi  

Klasifikasi fungsional yang dikeluarkan oleh New York Heart Association (NYHA) atau sistem stadium CHF yang dikeluarkan oleh American College of Cardiology (ACC) dan American Heart Association (AHA).

Klasifikasi Gagal jantung kongestif  secara fungsional menurut New York Heart Association ( NYHA )  berdasarkan kapasitas fisik untuk aktivitas dan munculnya gejala :

  • Kelas I :  Tidak ada batasan dalam aktivitas apa pun dan tidak ada gejala yang timbul akibat aktivitas
  • Kelas II :  Keterbatasan aktivitas bersifat  ringan, gejala muncul saat melakukan aktifitas sedang atau berat namun tidak ada gejala yang timbul saat melakukan  aktivitas ringan
  • Kelas III : Keterbatasan aktivitas, gejala muncul saat melakukan aktifitas walaupun aktifitas ringan, dan tidak muncul saat  istirahat
  • Kelas IV : Ketidaknyamanan dan gejala muncul baik saat beraktifitas maupun saat istirahat .

Sistem klasifikasi menurut American College of Cardiology (ACC) dan American Heart Association (AHA) :

  • Tahap A : Tahap "pra-gagal jantung" di mana tidak ada gangguan jantung fungsional atau struktural tetapi memilki risiko di masa depan
  • Tahap B :  Gangguan jantung struktural tetapi tanpa gejala saat istirahat atau aktivitas
  • Tahap C :  Gagal jantung stabil yang dapat dikelola dengan perawatan medis
  • Tahap D :  Gagal jantung lanjut yang membutuhkan rawat inap, transplantasi jantung, atau perawatan paliatif.

Penyebab

Penyebab Gagal Jantung kongestif (CHF) antara lain penyakit arteri koroner, tekanan darah tinggi, penyakit katup jantung, infeksi, penggunaan alkohol berlebihan, atau serangan jantung sebelumnya.

CHF disebabkan oleh sejumlah kondisi yang merusak otot jantung itu sendiri  yang disebut sebagai kardiomiopati.

Penyebab umum Gagal Jantung kongestif antara lain:

  • Penyakit arteri koroner (CAD), di mana arteri yang memasok darah dan oksigen ke jantung menjadi menyempit atau terhambat
  • Infark miokard (MI), juga dikenal sebagai serangan jantung  di mana arteri koroner tersumbat, yang menyebabkan gangguan suplai oksigen dan nutrisi sehingga menyebabkan kematioan  jaringan otot jantung
  • Kelebihan beban jantung, di mana jantung bekerja terlalu keras oleh berbagai  kondisi seperti hipertensi, penyakit ginjal, diabetes melitus, penyakit katup jantung, cacat jantung bawaan, penyakit Paget, sirosis, atau multiple myeloma
  • Infeksi, yang meliputi infeksi virus seperti campak Jerman (rubella), virus coxsackie B, dan  HIV.  
  • Penyalahgunaan alkohol  dan obat-obatan.
  • Obat kemoterapi kanker seperti daunorubicin, cyclophosphamide, dan trastuzumab
  • Amiloidosis, suatu kondisi di mana protein amiloid menumpuk di otot jantung, sering dikaitkan dengan gangguan peradangan kronis seperti lupus, rheumatoid arthritis, dan penyakit radang usus (IBD)
  • Sleep Apnea obstruktif, suatu bentuk gangguan  tidur yang dianggap sebagai faktor risiko independen untuk CHF bila disertai dengan obesitas, hipertensi, atau diabetes
  • Paparan racun timbal atau kobalt

Tanda Dan Gejala

Gejala CHF dapat bervariasi menurut lokasi kerusakan jantung, secara luas digambarkan sebagai gagal jantung kiri,  gagal jantung sisi kanan, atau gagal biventricular.

Gagal Jantung  Kiri

Sisi kiri jantung bertanggung jawab untuk menerima darah yang kaya oksigen dari paru-paru dan memompanya ke seluruh tubuh.

Jika jantung gagal di sisi kiri (disebut sebagai gagal jantung kiri),  maka darah akan kembali ke paru-paru, menyebabkan sesak nafas dan kekurangan oksigen di seluruh tubuh.

Gagal jantung  kiri disebabkan oleh disfungsi sistolik, yaitu ketika jantung tidak mampu  memompa darah, atau disfungsi diastolik di mana jantung tidak terisi darah secara sempurna sebagaimana mestinya.

Gejala gagal jantung kiri antara lain:

  • Kelelahan
  • Pusing
  • Sesak napas terutama saat berbaring atau beraktivitas.
  • Mengi
  • Rales dan suara berderak di paru-paru
  • Bunyi jantung  yang tidak normal (irama gallop)
  • Sesak napas malam hari (paroxysmal nocturnal dyspnea)
  • Suhu kulit dingin
  • Warna kulit kebiruan karena kekurangan oksigen (sianosis)
  • Kebingungan

Gagal Jantung Kanan

Bagian kanan jantung bertanggung jawab untuk menerima darah miskin oksigen dari tubuh dan memompanya ke paru-paru untuk dituksr dengan oksigen.

Jika Bagian kanan jantung gagal (dikenal dengan gagal jantung kanan), maka pengisian jantung akan terganggu  menyebabkan darah kembali ke vena.

Gejala gagal jantung kanan antara lain:

  • Kelelahan
  • Kelemahan
  • Sesak napas, terutama saat olahraga
  • Akumulasi cairan ataau edema, biasanya di tungkai bawah (edema perifer) atau punggung bawah (edema sakral).
  • Pembengkakan vena jugularis di leher
  • Takikardia
  • Nyeri dada atau rasa seperti tertekan
  • Pusing
  • Batuk kronis
  • Sering kencing malam (nokturia)
  • Penumpukan cairan pada rongga perut (asites)
  • Pembesaran hati
  • Mual
  • Kehilangan nafsu makan

Gagal Jantung Biventricular

Gagal jantung biventricular melibatkan kegagalan kedua ventrikel kiri dan kanan jantung.  Gagal jantung biventricular adalah jenis yang paling sering ditemui dalam praktik klinis dan akan bermanifestasi dengan gejala khas gagal jantung kiri dan kanan

Salah satu ciri umum gagal jantung biventricular adalah efusi pleura, yaitu pengumpulan cairan antara paru-paru dan dinding dada atau rongga pleura.

Gejala yang biasanya timbul meliputi:

  • Nyeri dada yang tajam
  • Sesak napas, terutama saat melakukan aktivitas
  • Batuk kering kronis
  • Demam
  • Kesulitan bernafas saat berbaring
  • Kesulitan mengambil napas dalam
  • Cegukan terus-menerus

Komplikasi

Gagal jantung kongestif (CHF) dapat memacu komplikasi lebih lanjut, meningkatkan risiko penyakit, ketidakmampuan, bahkan  kematian.

Komplikasi  gagal jantung kongestif meliputi:

  • Tromboemboli vena, yang merupakan bekuan darah yang terbentuk ketika darah mulai menggenang di pembuluh darah. Jika bekuan pecah dan masuk ke paru-paru, dapat menyebabkan emboli paru. Jika pecah dan masuk ke otak bisa menyebabkan stroke.
  • Gagal ginjal  dapat terjadi ketika sirkulasi darah berkurang memungkinkan produk limbah menumpuk di dalam tubuh.
  • Kerusakan hati  biasanya terjadi pada  gagal jantung kanan lanjut ketika jantung gagal memasok kebutuhan darah ke  hati, yang menyebabkan hipertensi portal, sirosis, dan kerusakan  hati.
  • Kerusakan paru-paru, antara lain empiema, pneumotoraks, dan fibrosis paru  yang merupakan komplikasi umum dari efusi pleura.
  • Kerusakan katup jantung, yang dapat terjadi karena jantung  bekerja lebih keras untuk memompa darah, menyebabkan katup membesar secara tidak normal. Peradangan yang berkepanjangan dan kerusakan jantung dapat menyebabkan aritmia parah, serangan jantung, dan kematian mendadak.

Diagnosa

Diagnosis didasarkan pada  tinjauan gejala, pemeriksaan fisik, pemeriksaan darah, pemeriksaan pencitraan, dan pemerikssaan diagnostik lain untuk mengukur fungsi jantung.

Pemeriksaan fisik

Pemeriksaan fisik untuk mengidentifikasi gejala yang mengindikasikan gagal jantung kongestif antara lain:

  • Tekanan darah
  • Detak jantung
  • Bunyi jantung untuk memeriksa irama abnormal
  • Suara paru-paru untuk menilai kongesti, ronki, atau efusi
  • Ekstremitas bawah untuk memeriksa tanda-tanda edema
  • Vena jugularis di leher

Pemeriksaan laboratorium

Pemeriksaan laboratorium sebagian besar ditujukan untuk mengidentifikasi penyebab yang mendasari gagal jantung kongestif, antara lain hitung darah lengkap, C-reaktif Protein, fungsi hati, fungsi ginjal, atau tes fungsi tiroid.

Pemeriksaan yang paling penting adalah tes B-type natriuretic peptide (BNP) untuk mendeteksi hormon tertentu yang dikeluarkan oleh jantung sebagai respons terhadap perubahan tekanan darah. Saat jantung stres dan bekerja lebih keras untuk memompa darah, konsentrasi BNP dalam darah akan mulai meningkat. 

Pemeriksaan Pencitraan

Pemeriksaan pencitraan utama untuk mendiagnosis Gagal Jantung Kongestif  adalah ekokardiogram. Pemeriksaan lain seperti  angiografi sangat berguna dalam menentukan penyumbatan yang dapat merusak otot jantung.

Sinar-X dada dapat membantu mengidentifikasi kardiomegali  dan bukti pembesaran pembuluh darah di jantung. Sinar-X dada dan ultrasound juga dapat digunakan untuk membantu mendiagnosis efusi pleura yang terjadi.

Pemeriksaan  lain

Selain BNP dan ekokardiogram, pemeriksaan lain dapat digunakan untuk mendukung diagnosis antara lain:

  • Elektrokardiogram (EKG)
  • Tes stres jantung, yang mengukur fungsi jantung saat berada di bawah tekanan (seperti  treadmill atau mengayuh siklus stasioner)

Penatalaksanaan

Pengobatan gagal jantung kongestif difokuskan pada pengurangan gejala dan mencegah perkembangan penyakit. Juga dilakukan pengobatan untuk mengatasi penyebab gagal jantung kongestif tersebut, apakah itu infeksi, kelainan jantung, atau penyakit radang kronis.

Panatalaksanaan mencaku  perubahan gaya hidup, obat-obatan, perangkat implan, dan operasi jantung.

Perubahan Gaya Hidup

Salah satu langkah pertama dalam mengelola Gagal Jantung Kongestif  adalah membuat perubahan gaya hidup untuk meningkatkan diet dan kebugaran fisik serta untuk memperbaiki kebiasaan buruk yang berkontribusi terhadap penyakit.

Perubahan gaya hidup tersebut mencakup:

  • Pengurangan  Asupan Natrium
  • Pembatasan  Asupan Cairan
  • Pengontrolan Berat Badan
  • Berhenti Merokok
  • Berolahraga Secara Teratur dan terukur

Obat-obatan

Beberapa jenis  obat yang biasa diresepkan untuk meningkatkan fungsi jantung antara lain:

  • Diuretik
  • Angiotensin-converting enzyme (ACE) inhibitor
  • Angiotensin receptor blocker (ARB)
  • Entresto (sacubitril/valsartan)
  • Apresoline (hydralazine) dan isosorbide dinitrat
  • Lanoxin (digoxin)
  • Antagonis reseptor vasopresin seperti Vaprisol (conivaptan)
  • Beta-blocker

Perangkat Implan

  • Defibrillator kardioverter implan otomatis (AICD), mirip dengan alat pacu jantung, digunakan untuk memperbaiki aritmia saat terjadi.
  • Terapi resinkronisasi jantung (CRT) melibatkan sinkronisasi ventrikel kanan dan kiri sehingga bekerja lebih efektif.
  • Modulasi kontraktilitas jantung (CCM) untuk memperkuat kontraksi ventrikel kiri.

Operasi

Pembedahan dapat diindikasikan untuk memperbaiki penyebab gagal jantung yang mendasari atau berkontribusi,  antara lain memperbaiki atau mengganti katup jantung yang bocor atau melakukan cangkok bypass arteri koroner (CABG) untuk mengarahkan aliran darah di arteri yang tersumbat.

Penanaman alat bantu ventrikel (VAD) sebagai  solusi jangka pendek yang digunakan oleh dokter ketika menunggu jantung donor.

Transplantasi jantung biasanya diindikasikan dengan EF telah turun di bawah 20 persen atau risiko kematian dalam satu tahun tinggi.

Asuhan Keperawatan (Askep) Gagal Jantung Kongestif Pendekatan SDKI, SLKI, dan SIKI

Meskipun kemajuan dalam pengobatan Gagal Jantung Kongestif, morbiditas dan mortalitas tetap tinggi. Pelaksanaan askep gagal jantung kongestif yang adekuat oleh Perawat memiliki dampak besar pada perbaikan kondisi pasien.

Pengkajian Keperawatan

Pengkajian keperawatan pada askep gagal jantung kongestif berfokus pada pengamatan keefektifan terapi dan kemampuan pasien untuk memahami dan menerapkan strategi manajemen diri.

  • Kaji tanda dan gejala seperti dispnea, sesak napas, kelelahan, dan edema.
  • Kaji adanya gangguan tidur, terutama tidur yang tiba-tiba terganggu oleh sesak napas.
  • Identifikasi pemahaman pasien tentanggagal jantung kongestif, strategi manajemen diri, dan kemampuan dan kemauan untuk mematuhi strategi tersebut.

  • Auskultasi paru-paru untuk adanya ronki dan mengi.
  • Auskultasi jantung untuk mengetahui adanya bunyi jantung S3.
  • Kaji adanya distensi vena jugularis.
  • Evaluasi sensorium dan tingkat kesadaran.
  • Kaji adanya gangguan perfusi dan edema.
  • Kaji adanya tanda tanda refluks hepatojugular.
  • Ukur haluaran urin dengan hati-hati untuk menilai efektivitas terapi diuretik.
  • Timbang pasien setiap hari di rumah sakit atau di rumah.

Diagnosa, Luaran, dan Intervensi Keperawatan

1. Intoleransi Aktivitas b/d Ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen (D.0056)

Luaran: Toleransi Aktivitas meningkat

  • Saturasi oksigen meningkat
  • Frekwensi Nadi meningkat
  • Kemudahan dalam melakukan aktivitas sehari hari meningkat
  • Kekuatan tubuh bagian atas dan bawah meningkat
  • Dyspnea saat dan setelah melakukan aktivitas menurun
  • Perasaan lemah menurun
  • Warna kulit membaik

Intervensi Keperawatan:

a. Manajemen Energi (I.05178)

  • Identifkasi gangguan fungsi tubuh yang mengakibatkan kelelahan
  • Monitor kelelahan fisik dan emosional
  • Monitor pola dan jam tidur
  • Monitor lokasi dan ketidaknyamanan selama melakukan aktivitas
  • Sediakan lingkungan nyaman dan rendah stimulus seperti cahaya, suara, dan kunjungan
  • Lakukan rentang gerak pasif dan/atau aktif
  • Berikan aktivitas distraksi yang menyenangkan
  • Fasilitas duduk di sisi tempat tidur, jika tidak dapat berpindah atau berjalan
  • Anjurkan tirah baring
  • Anjurkan melakukan aktivitas secara bertahap
  • Anjurkan menghubungi perawat jika tanda dan gejala kelelahan tidak berkurang
  • Ajarkan strategi koping untuk mengurangi kelelahan
  • Kolaborasi dengan ahli gizi tentang cara meningkatkan asupan makanan

b.Terapi Aktivitas (I.05186)

  • Identifikasi deficit tingkat aktivitas
  • Identifikasi kemampuan berpartisipasi dalam aktivotas tertentu
  • Identifikasi sumber daya untuk aktivitas yang diinginkan
  • Identifikasi strategi meningkatkan partisipasi dalam aktivitas
  • Monitor respon emosional, fisik, social, dan spiritual terhadap aktivitas
  • Fasilitasi focus pada kemampuan, bukan deficit yang dialami
  • Koordinasikan pemilihan aktivitas sesuai usia
  • Fasilitasi makna aktivitas yang dipilih
  • Fasilitasi aktivitas fisik rutin (mis. ambulansi, mobilisasi, dan perawatan diri), sesuai kebutuhan
  • Fasilitasi aktivitas pengganti saat mengalami keterbatasan waktu, energy, atau gerak
  • Tingkatkan aktivitas fisik untuk memelihara berat badan, jika sesuai
  • Fasilitasi aktivitas motorik untuk merelaksasi otot
  • Libatkan keluarga dalam aktivitas, jika perlu
  • Fasilitasi mengembankan motivasi dan penguatan diri
  • Fasilitasi pasien dan keluarga memantau kemajuannya sendiri untuk mencapai tujuan
  • Berikan penguatan positfi atas partisipasi dalam aktivitas
  • Jelaskan metode aktivitas fisik sehari-hari, jika perlu
  • Ajarkan cara melakukan aktivitas yang dipilih
  • Anjurkan melakukan aktivitas fisik, social, spiritual, dan kognitif, dalam menjaga fungsi dan kesehatan
  • Anjurka terlibat dalam aktivitas kelompok atau terapi, jika sesuai
  • Anjurkan keluarga untuk member penguatan positif atas partisipasi dalam aktivitas
  • Kolaborasi dengan terapi okupasi dalam merencanakan dan memonitor program aktivitas, jika sesuai
  • Rujuk pada pusat atau program aktivitas komunitas, jika perlu

2. Hipervolemia b/d Gangguan mekanisme regulasi (D.0022)

Luaran: Keseimbangan Cairan Meningkat (L.03020)

  • Haluaran Urin meningkat
  • Asupan Makanan meningkat
  • Edema menurun
  • Asites menurun
  • Konfusi menurun
  • Denyut nadi radial membaik
  • Tekanan darah membaik
  • Tekanan arteri rata-rata membaik
  • Turgor kulit dan berat badan membaik

Intervensi Keperawatan:

a. Manajemen Hipervolemia (I.03114)

  • Periksa tanda dan gejala hypervolemia
  • Identifikasi penyebab hypervolemia
  • Monitor status hemodinamik, tekanan darah, MAP, CVP, PAP, PCWP, CO jika tersedia
  • Monitor intaje dan output cairan
  • Monitor tanda hemokonsentrasi ( kadar Natrium, BUN, hematocrit, berat jenis urine)
  • Monitor tanda peningkatan tekanan onkotik plasma
  • Monitor kecepatan infus secara ketat
  • Monitor efek samping diuretik
  • Timbang berat badan setiap hari pada waktu yang sama
  • Batasi asupan cairan dan garam
  • Tinggikan kepala tempat tidur 30-40 derajat
  • Anjurkan melapor jika haluaran urine <0.5 ml/kg/jam dalam 6 jam
  • Anjurkan melapor jika BB bertambah > 1 kg dalam sehari
  • Ajarkan cara mengukur dan mencatat asupan dan haluaran cairan
  • Ajarkan cara membatasi cairan
  • Kolaborasi
  • Kolaborasi pemberian diuritik
  • Kolaborasi penggantian kehilangan kalium akibat diuretic
  • Kolaborasi pemberian continuous renal replacement therapy

b.Pemantauan Cairan (I.03121)

  • Monitor frekuensi dan kekuatan nadi
  • Monitor frekuensi nafas
  • Monitor tekanan darah
  • Monitor berat badan
  • Monitor waktu pengisian kapiler
  • Monitor elastisitas atau turgor kulit
  • Monitor jumlah, waktu dan berat jenis urine
  • Monitor kadar albumin dan protein total
  • Monitor hasil pemeriksaan serum (mis. Osmolaritas serum, hematocrit, natrium, kalium, BUN)
  • Identifikasi tanda-tanda hipovolemia (mis. Frekuensi nadi meningkat, nadi teraba lemah, tekanan darah menurun, tekanan nadi menyempit, turgor kulit menurun, membrane mukosa kering, volume urine menurun, hematocrit meningkat, haus, lemah, konsentrasi urine meningkat, berat badan menurun dalam waktu singkat)
  • Identifikasi tanda-tanda hypervolemia 9mis. Dyspnea, edema perifer, edema anasarka, JVP meningkat, CVP meningkat, refleks hepatojogular positif, berat badan menurun dalam waktu singkat)
  • Identifikasi factor resiko ketidakseimbangan cairan (mis. Prosedur pembedahan mayor, trauma/perdarahan, luka bakar, apheresis, obstruksi intestinal, peradangan pankreas, penyakit ginjal dan kelenjar, disfungsi intestinal)
  • Atur interval waktu pemantauan sesuai dengan kondisi pasien
  • Dokumentasi hasil pemantauan
  • Jelaskan tujuan dan prosedur pemantauan
  • Informasikan hasil pemantauan, jika perlu

3. Penurunan Curah Jantung b/d perubahan kontraktilitas (D.0008)

Luaran : Curah jantung meningkat (L.02008)

  • Kekuatan nadi perifer meningkat
  • Cardiac index (CI), Left ventrikular stroke work indekx(LVSWI), stroke volume indekx (SVI meningkat)
  • Gambaran ecg aritmia, sianosis, palpitasi, lelah, edema, distensi vena jugularis, dispnea, bradikardi, takikardia, batuk, paroxysmal nocturnal menurun.
  • Tekanan darah,capillary refill time (CRT),central venous pressure (CVP)membaik.

Intervensi Keperawatan:

a. Perawatan Jantung (I.02075)

  • Identifikasi tanda/gejala primer Penurunan curah jantung (meliputi dispenea, kelelahan, adema ortopnea paroxysmal nocturnal dyspenea, peningkatan CPV)
  • Identifikasi tanda /gejala sekunder penurunan curah jantung (meliputi peningkatan berat badan, hepatomegali ditensi vena jugularis, palpitasi, ronkhi basah, oliguria, batuk, kulit pucat)
  • Monitor tekanan darah (termasuk tekanan darah ortostatik, jika perlu)
  • Monitor intake dan output cairan
  • Monitor berat badan setiap hari pada waktu yang sama
  • Monitor saturasi oksigen
  • Monitor keluhan nyeri dada (mis. Intensitas, lokasi, radiasi, durasi, presivitasi yang mengurangi nyeri)
  • Monitor EKG 12 sadapoan
  • Monitor aritmia (kelainan irama dan frekwensi)
  • Monitor nilai laboratorium jantung (mis. Elektrolit, enzim jantung, BNP, Ntpro-BNP)
  • Monitor fungsi alat pacu jantung
  • Periksa tekanan darah dan frekwensi nadisebelum dan sesudah aktifitas
  • Periksa tekanan darah dan frekwensi nadi sebelum pemberian obat (mis. Betablocker, ACEinhibitor, calcium channel blocker, digoksin)
  • Posisikan pasien semi-fowler atau fowler dengan kaki kebawah atau posisi nyaman
  • Berikan diet jantung yang sesuai (mis. Batasi asupan kafein, natrium, kolestrol, dan makanan tinggi lemak)
  • Gunakan stocking elastis atau pneumatik intermiten, sesuai indikasi
  • Fasilitasi pasien dan keluarga untuk modifikasi hidup sehat
  • Berikan terapi relaksasi untuk mengurangi stres, jika perlu
  • Berikan dukungan emosional dan spiritual
  • Berikan oksigen untuk memepertahankan saturasi oksigen >94%
  • Anjurkan beraktivitas fisik sesuai toleransi
  • Anjurkan beraktivitas fisik secara bertahap
  • Anjurkan berhenti merokok
  • Ajarkan pasien dan keluarga mengukur berat badan harian
  • Ajarkan pasien dan keluarga mengukur intake dan output cairan harian
  • Kolaborasi pemberian antiaritmia, jika perlu
  • Rujuk ke program rehabilitasi jantung

4. Gangguan Pertukaran Gas b/d ketidakseimbangan ventilasi perfusi (D.0003)

Luaran: Pertukaran gas (L.01003)

  • Tingkat kesadaran meningkat
  • Dispnea, bunyi nafas tambahan, pusing, penglihatan kabur, diaforesis, gelisah, nafas cuping hidung menurun.
  • PCO2, PO2, takikardia, pH arteri, sianosis, pola nafas, warna kulit membaik.

Intervensi: Terapi oksigen (I. 01026)

  • Monitor kecepatan aliran oksigen
  • Monitor posisi alat terapi oksigen
  • Monitor tanda tanda hipoventilasi
  • Monitor tanda gejala toksikasi oksigen dan atelektasis
  • Monitor efektifitas terapi oksigen
  • Monitor tingkat kecemasan akibat terapi oksigen
  • Monitor kemampuan melepas oksigen saat makan
  • Bersihkan sekret pada mulut,hidung dan trakea,jika perlu
  • Pertahankan kepatenan jalan nafas
  • Berikan oksigen tambahan, jika perlu

Edukasi Pasien Pulang (Discharge Planning) 

  • Perawat harus memberikan pendidikan dan melibatkan pasien dalam rejimen terapeutik.
  • Ajarkan pasien dan keluarganya tentang manajemen pengobatan, diet rendah natrium, rekomendasi aktivitas dan olahraga, berhenti merokok, dan belajar mengenali tanda dan gejala perburukan gagal jantung.
  • Ajarkan pasien tentang cara mengelola pembengkakan akibat kelebihan cairan selama di rumah
  • Ajarkan pasien untuk menjaga berat badan agar tetap ideal dan jenis aktifitas yang direkomendasikan
  • Dorong pasien dan keluarga untuk memtauhi regimen pengobatan yang diberikan termasuk agar disiplin mengikuti program rehabilitasi jantung jika diinstruksikan
  • Dorong pasien dan keluarganya untuk mengajukan pertanyaan sehingga informasi dapat diklarifikasi dan pemahaman ditingkatkan.

Referensi:
  1. Ahmad Malik et.al. 2021. Congestive Heart Failure. Stat Pearls. https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK430873/
  2. Ioana Dumitru. 2021. Heart Failure. Emedicine. Medscape.
  3. James Myhre & Dennis Sifris. 2020. What Is Congestive Heart Failure. Verywell Health.
  4. InformedHealth.org.2006. Heart failure: Overview. Updated 2018. https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK279539/
  5. https://www.heart.org/en/health-topics/heart-failure/what-is-heart-failure/types-of-heart-failure
  6. PPNI, 2017.  Standart Diagnosis Keperawatan Indonesia (SDKI) edisi 1 cetakan II. DPP PPNI. Jakarta
  7. PPNI, 2018.  Standart Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI) edisi 1 cetakan II. DPP PPNI. Jakarta
  8. PPNI, 2019.  Standart I Luaran Keperawatan Indonesia (SLKI) edisi 1 cetakan II. DPP PPNI. Jakarta
Zul Hendry
Zul Hendry Dosen Program Studi Keperawatan di Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Yarsi Mataram