Widget HTML #1

Asuhan Keperawatan Infeksi Clostridium Difficile

Clostridium difficile merupakan bakterium anaerobik gram positif yang biasanya berhubungan dengan diare terkait antibiotik. Gejalanya bisa berkisar dari keadaan pembawa atau carrier asimtomatik sampai kolitis pseudomembranosa parah dan disebabkan oleh eksotoksin yang diproduksi organisme yaitu toksin A enterotoksin dan toksin B sitotoksin. 

Infeksi ini paling sering menyerang pasien yang menjalani pembedahan abdominal, pasien yang mengalami gangguan imun, pasien pediatrik terutama yang dirawat di pusat perawatan, dan penghuni panti jompo.

Image by Dr. Sahay on wikimedia.org

Clostridium difficile bisa ditularkan langsung melalui tangan yang terkontaminasi atau tidak langsung melalui kontak dengan benda yang terkontaminasi, seperti pispot, bel pemanggil, termometer rektal,  pipa nasogastrik, melalui permukaan palang ranjang, lantai, dan dudukan toilet.

Penyebab 

  • Hampir semua antibiotik yang mengganggu flora intestinal terutama clindamycin atau antineoplastik yang memiliki aktivitas antibiotik 

  • Faktor lain yang mengubah flora intestinal normal seperti enema dan stimulan intestinal.

Tanda dan gejala 

  • Nyeri, kram, atau perih abdominal 
  • Keabnormalan elektrolit, syok hipovolemik, edema anasarka disebabkan oleh hipoalbuminemia, hemoragi, dan bisa juga kematian 
  • Demam dengan jumlah sel darah putih meningkat sampai 20.000/ul)
  • Dalam kasus parah: megakolon toksik, perforasis kolonik, dan peritonitis 
  • Tinja lunak dan tak berbentuk atau diare berair lebih dari 3 kali dalam 24 jam yang bisa berbau busuk atau berdarah secara kasat mata.


Uji diagnostik 

  • Infeksi dipastikan dengan identifikasi toksin, menggunakan uji sitotoksin sel membutuhkan 2 sampai 3 hari, enzyme immunoassay kurang sensitif namun hasilnya didapat dalam waktu beberapa jam, atau kultur tinja paling sensitif, hasil bisa didapat dalam 2 hari. 
  • Endoskopi sigmoidoskopi fleksibel mendeteksi pseudomembran. 

Penanganan 

  • Hentikan penggunaan antibiotik penyebab pada pasien yang mengalami gejala ringan
  • Di kasus yang lebih parah, metronidazole (Flagyl) atau vancomycin (Vancocin) merupakan terapi efektif. Metronidazole adalah medikasi yang lebih banyak dipilih. Pada 10% sampai 20% pasien.
  • Clostridium difficile bisa muncul kembali dalam 14 sampai 30 hari setelah penanganan. Setelah 30 hari, masih diragukan apakah rekurensi ini merupakan relaps atau reinfeksi Clostridium diflicile. Jika rnetronidazole merupakan pengobatan awal, vancomycin dosis rendah bisa efektif.
  • Beri laktobasilus, Saccharomyces boulardii, dan vaksin biologis untuk mengembalikan flora intestinal normal. 
  • Imunoglobulin I.V. bisa membantu jika infeksi relaps. 

Intervensi Asuhan Keperawatan

  • Risiko infeksi mulai muncul 1 sampai 2 hari setelah terapi antibiotik dimulai dan bertahan selama 2 sampai 3 bulan setelah dosis terakhir diberikan.
  • Jika pasien mengalami atau diduga mengalami diare Clostridium difficile dan tidak mampu menjaga kebersihan dengan baik, ia sebaiknya ditempatkan sendiri dalam satu kamar atau dengan pasien lain yang memiliki status kesehatan serupa. 
  • Jika pasien tidak mengalami gejala tanpa disertai diare atau inkontinensi fekal selama 72 jam dan mampu menjaga kebersihan dengan baik, ia bisa dipindahkan ke kamar pribadi. 
  • Tindakan pencegahan standar terhadap kontak dengan darah dan cairan tubuh sebaiknya dilakukan untuk semua kontak langsung pasien dan kontak dengan lingkungan pasien secara langsung. Lakukan teknik mencuci tangan yang baik dengan sabun antiseptik setelah kontak langsung dengan pasien atau lingkungan.
  • Benda yang bisa digunakan kembali harus diberi disinfektan sebelum digunakan pada pasien lain. 

Sumber:

Nursing. Seri Untuk Keunggulan Klinis (2011). Menafsirkan Tanda dan Gejala Penyakit. Jakarta: PT Indeks

Marthilda Suprayitna, Ners., M.Kep
Marthilda Suprayitna, Ners., M.Kep Praktisi dan Dosen Keperawatan di Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Yarsi Mataram