Widget HTML #1

Asuhan Keperawatan Pada Pheochromocytoma - Intervensi

Pheochromocytoma adalah tumor sel-kromafin di medula adrenal yang mensekresi epinefrin katekolamin dan norepinefrin secara berlebihan, sehingga menyebabkan hipertensi parah, metabolisme meningkat, dan hiperglikemia. 

Rangkaian simtomatik bisa jarang muncul kembali, yaitu satu kali tiap 2 bulan atau bisa juga sering muncul kembali, yaitu 25 kali per hari. Rangkaian ini bisa muncul secara spontan atau mengikuti kejadian sebelumnya, misalnya perubahan postural, latihan, tertawa, merokok, induksi anestesia, buang air kecil, perubahan suhu lingkungan atau suhu tubuh, atau pemberian medikasi tertentu atau media kontras radiografis intra-arterial. Gangguan ini berpotensi fatal, tetapi prognosisnya umumnya baik jika ditangani. Walaupun biasanya jinak, tumor bisa ganas pada 10% pasien. 

Asuhan Keperawatan Pada Pheochromocytoma
image by Galati Antonello on wikipedia.org

Penyebab 

Sifat dominan autosomal turun-temurun (kemungkinan) 

Tanda dan gejala 

  • Nyeri abdominal 
  • Tidak ada tanda dan gejala saat fase laten 
  • Diaforesis 
  • Bersemangat, gugup 
  • Firasat akan ada malapetaka 
  • Glikosuria, hiperglikemia 
  • Pucat 
  • Palpitasi 
  • Respons paradoksikal terhadap antihipertensif 
  • Parestesia 
  • Riwayat pasien: rangkaian akut hipertensi, sakit kepala, berkeringat, dan takikardia, terutama pada penderita hiperglikemia, glikosuria, dan hipermetabolisme 
  • Takikardia 
  • Takipnea 
  • Gemetar 
  • Rasa hangat atau kulit memerah 

Femokromositoma umumnya didiagnosis saat hamil, yaitu ketika tekanan uterin pada tumor memicu serangan lebih sering terjadi. 

Serangan semacam ini terbukti bisa berakibat fatal bagi ibu maupun fetus karena terjadinya hipertensi dan vasokonstriksi, yang bisa menyebabkan stroke, edema pulmoner akut, aritmia kardiak, atau hipoksia. 

Pasien semacam ini berisiko tinggi mengalami aborsi, tetapi sebagian besar kematian fetus terjadi saat labor (kelahiran) atau segera setelah lahir.

Uji diagnostik 

  • Gumpalan bisa dilihat dengan scintiscan yodium-31-metaiodobenzylguanidine, magnetic resonance imaging (MRI) abdominal, atau computed tomography (CT) scan abdominal. 
  • Biopsi adrenal mendeteksi feokromositonna.
  • CT scan atau MRI kelenjar adrenal biasanya berhasil mengidentifikasi lesi intra-adrenal.
  • Meningkatnya ekskresi katekolamin bebas total dalam urin dan metabolitnya, yaitu asam vanillyinandelic (VMA) dan metanefrine, seperti yang ditikur dengan analisis spesimen urin 24-jam, membantu memastikan feokromositoma. 
  • Tekanan darah yang labil memerlukan pengumpulan urin dalam rangkaian hipertensif dan perbandingan antara spesimen ini dengan spesimen mendasar. Uji langsung pada katekolamin plasma total menunjukkan kadar 10 sampai 50 kali lebih tinggi daripada normal. 
  • Uju supresi clonidine akan menyebabkan kadar katekolamin plasma turun pada pasien normal tetapi tidak ada perubahan pada pasien feokromositoma. 
  • Angiografi menunjukkan tumor medular adrenal (tetapi bisa mendahului krisis hipertensif).

Penanganan 

  • Pembedahan untuk mengambil tumor merupakan pilihan penanganan. 
  • Untuk menurunkan tekanan darah, perintang alfa-adrenergik, misalnya fentolamin (Regitine) atau fenoksibenzamin (Demser), diberikan 1 sampai 2 minggu sebelum pembedahan. 
  • Perintang beta-adrenergik (propranolol [Inderal] atau atenolol [Tenormin]) juga bisa digunakan setelah mencapai perintangan alfa. 
  • Untuk menangani hipotensi, sebelum operasi pasien bisa membutuhkan cairan I.V., penambah volume plasma, vasopresor, dan transfusi. Hipertensi persisten juga bisa muncul dalam periode postoperatif langsung
  • Jika pembedahan tidak mungkin dilakukan, perintang alfa- dan beta-adrenergik—misalnya (secara berturut-turut) fenoksibenzamin dan propranolol—bisa dimanfaatkan untuk mengontrol kadar efek katekolamin dan mencegah serangan. 
  • Manajemen serangan akut atau krisis hipertensif membutuhkan fentolamin I.V. (dorongan atau tetesan atau nitroprusside (Nitropress) untuk menormalkan tekanan darah.

Intervensi Asuhan Keperawatan 

  • Untuk memastikan keandalan pengukuran katekolamin urin, pastikan pasien menghindari makanan kaya vanili (misalnya kopi, kacang, cokelat, dan pisang) selama 2 hari sebelum kadar VMA urinnya diperiksa. 
  • SARAN OBAT 
  • Waspadai juga bahwa terapi dengan obat tertentu (misalnya guaifenesin dan salisilat) bisa mengganggu penentuan kadar VMA secara akurat. Kumpulkan urin dalam wadah khusus, dengan asam hidroklorik, yang telah disiapkan oleh laboratorium.
  • Seringkali lakukan pembacaan tekanan darah karena pasien bisa mengalami serangan hipertensif selintas. Minta pasien melaporkan sakit kepala, palpitasi, diaforesis, rasa gugup, atau gejala Iain dari serangan akut. 
  • Jika pasien mengalami krisis hipertensif, pantau tekanan darah dan detak jantung pasien tiap 2 sampai 5 menit sampai tekanan darahnya stabil pada kadar yang bisa diterima. 
  • Periksa glukosa darah pasien, dan lihat apakah berat badan pasien turun akibat hipermetabolisme. 
  • Setelah pembedahan, tekanan darah pasien bisa naik atau turun dengan tajam. Tenangkan ia, dan jika memungkinkan tempatkan ia di kamar pribadi karena rasa bersemangat bisa memicu rangkaian hipertensif. 
  • Hipertensi postoperatif umum terjadi karena tekanan pembedahan dan manipulasi kelenjar adrenal menstimulasi sekresi katekolamin. Karena ekskresi berlebihan ini menyebabkan keringat keluar sangat banyak, jaga agar kamar tetap dingin, dan seringkali gantilah pakaian dan perlengkapan tidur pasien.
  • Jika pasien diberi fentolamin, pantau tekanan darahnya secara saksama. Catat juga reaksi merugikan terhadap obat, misalnya pusing, hipotensi, dan takikardia. Setelah pembedahan, 24 sampai 48 jam pertama adalah saat yang paling kritis karena, tekanan darah bisa turun drastis.
  • Jika pasien diberi vasopresor I.V, periksa tekanan darahnya tiap 3 sampai 5 menit, dan atur tetesan untuk mempertahankan tekanan yang aman. Saluran tekanan arterial mempermudah pemantauan konstan.

  • Periksa pembalut dan tanda vital pasien untuk melihat adakah hemoragi (denyut nadi naik, tekanan darah turun, kulit dingin dan lembab, pucat, dan tidak responsit). 
  • Beri pasien analgesik seperlunya untuk nyeri, tetapi pantau tekanan darahnya dengan saksama karena banyak analgesik, terutama meperidine (Demerol), bisa menyebabkan hipotensi. Opioid juga bisa mempercepat terjadinya krisis hipertensif.
  • Jika diduga ada transmisi sifat dominan autosomal, keluarga pasien sebaiknya juga dievaluasi untuk melihat apakah mereka juga menderita kondisi ini. 


Refernsi:

Cook Linda Kay. 2009. Pheochromocytoma. Lipincot Nursing Center

Zul Hendry
Zul Hendry Dosen Program Studi Keperawatan di Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Yarsi Mataram