bR7izkJOiKy1QUHnlV5rpCDjiDlVyiP6q1XpDxAH
Bookmark

Askep Pasien Anemia Pernisiosa

Anemia pernisiosa atau disebut juga anemia Addison merupakan anemia megaloblastik dan ditandai dengan turunnya produksi asam hidroklorik oleh lambung dan defisiensi faktor intrinsik (IF), yaitu substansi yang normalnya disekresi oleh sel parietal mukosa gastrik dan sangat penting untuk absorpsi vitamin B12. Pada tulisan ini, Repro Note akan merangkum mengenai konsep medik dan Askep Anemia pernisiosa mulai definisi sampai intevensi keperawatan yang bisa dilaksanakan.

Tujuan:

  • Memahami definisi, etiologi atau penyebab, patofisiologi, serta tanda dan gejala pada pasien dengan anemia pernisiosa
  • Memahami pemeriksaan, komplikasi, dan penatalaksanaan pasien dengan anemia pernisiosa
  • Memahami masalah keperawatan yang sering muncul pada askep anemia pernisiosa
  • Memahami evaluasi keperawatan pada askep anemia pernisiosa
  • Melaksanakan intervensi keperawatan pada askep anemia pernisiosa
  • Melakukan edukasi pasien pada askep anemia pernisiosa

Askep Pasien Anemia Pernisiosa
Gambar oleh Gerd Altmann dari Pixabay

Konsep Medik dan Askep Anemia Pernisiosa

Pendahuluan

Anemia pernisiosa adalah anemia megaloblastik yang disebabkan oleh ketidakmampuan untuk menyerap vitamin B-12  yang juga dikenal sebagai cobalamin atau Cbl dari saluran pencernaan  karena defisit faktor intrinsik. Faktor intrinsik tersebut adalah glikoprotein yang mengikat cobalamin dan memengaruhi penyerapannya di ileum terminal.

Anemia pernisiosa sering digambarkan sebagai gangguan autoimun karena temuan autoantibodi lambung terhadap sel faktor intrinsik. Anemia pernisiosa juga berkorelasi dengan penyakit autoimun lainnya termasuk juga penyakit genetik.

Manusia mendapatkan vitamin B-12 dari produk hewani  baik daging dan produk susu yang merupakan sumber makanan vitamin B-12. Tubuh mampu menyimpan vitamin B-12 untuk waktu yang lama, sehingga asupan makanan yang tidak memadai harus bertahan selama bertahun-tahun sebelum kekurangan vitamin B-12 yang sebenarnya terjadi.

Oleh karena itu, gejala anemia pernisiosa biasanya tidak muncul selama bertahun-tahun, dimana anemia pernisiosa biasanya paling sering terdiagnosis pada orang dewasa dengan usia rata-rata 60 tahun.

Seperti anemia lainnya, gejala yang muncul berhubungan dengan penurunan kapasitas pembawa oksigen darah seperti kelelahan dan sesak napas. Kekurangan vitamin B-12 juga mengganggu fungsi sistem saraf, dan gejala akibat kerusakan sistem saraf mungkin bisa terlihat bahkan sebelum anemia teridentifikasi.

Epidemiologi

Beberapa penelitian menyatakan bahwa prevalensi anemia pernisiosa adalah 0,1% pada populasi umum, yang meningkat menjadi 1,9% pada pasien berusia lebih dari 60 tahun.

Walaupun bisa terjadi pada semua kelompok umur,  anemia pernisiosa paling sering dikaitkan sebagai penyakit untuk usia  lebih dari 60 tahun dengan usia rata-rata 70 sampai 80 tahun.

Perkiraan prevalensi di Amerika serikat sendiri adalah 151 per 100.000. Prevalensi pada orang-orang keturunan Eropa dan Afrika lebih sering terjadi pada orang dewasa tua masing-masing 4,0% dan 4,3% dibandingkan orang-orang keturunan Asia.

Dari segi jenis kelamin, dominasi perempuan telah dilaporkan di Inggris, Skandinavia, dan di antara orang-orang keturunan Afrika  dengan perbandingan 1.5:1. Namun, data di Amerika Serikat menunjukkan distribusi anemia pernisiosa berdasarkan jenis kelamin relatif setara.

Sedangkan anggapan awal bahwa kejadian anemia pernisiosa hanya terbatas pada ras kulit putih asal Skandinavia dan Celtic, sekarang terbantahkan dengan bukti terbaru yang menunjukkan bahwa penyakit ini  terjadi pada semua ras.

Penyebab

Defisiensi kobalamin dapat disebabkan oleh hal-hal berikut, yaitu:

  • Asupan makanan yang tidak memadai seperti diet vegetarian
  • Atrofi atau hilangnya mukosa lambung seperti pada  gastrektomi, hipoklorhidria, dan histamin 2 (H2) Blocker.
  • Abnormalitas fungsi Faktor intrinsik (IF)
  • Proteolisis yang tidak memadai dari diet cobalamin
  • Pertumbuhan bakteri yang berlebihan di usus
  • Diphyllobothrium latum (cacing pita)
  • Gangguan mukosa ileum,  misalnya pada reseksi, ileitis, limfoma, amiloidosis, tidak adanya reseptor IF-cobalamin, sindrom Imerslünd-Grasbeck, ZES, defisiensi TCII, penggunaan obat-obatan tertentu.
  • Gangguan transpor plasma kobalamin misalnya pada, defisiensi TCII dan  defisiensi pengikat R
  • Disfungsional Penyerapan d dan penggunaan cobalamin oleh sel (misalnya, cacat pada sintesis deoxyadenosylcobalamin [AdoCbl] dan methylcobalamin [MeCbl] seluler)

Peningkatan insiden anemia pernisiosa dalam keluarga menunjukkan komponen herediter penyakit ini. Pasien dengan anemia pernisiosa memiliki peningkatan insiden gangguan autoimun dan penyakit tiroid, menunjukkan bahwa penyakit tersebut memiliki komponen imunologi.

Misalnya, anemia pernisiosa dapat terjadi bersamaan dengan penyakit tiroid autoimun, diabetes mellitus tipe 1A, alopecia, vitiligo, dan gastritis atrofi kronis pada sindrom autoimun poliglandular (PGA) tipe III atau sindrom poliendokrin autoimun ( APS) dan sindrom kegagalan poliglandular.

Anak-anak yang mengalami defisiensi cobalamin biasanya memiliki kelainan herediter, dan etiologi defisiensi cobalamin mereka berbeda dari etiologi yang diamati pada anemia pernisiosa klasik. Dimana anemia pernisiosa kongenital adalah kelainan herediter dengan tidak adanya IF tanpa atrofi lambung.

Kondisi lambung lain yang menyebabkan defisiensi cobalamin adalah gastrektomi, stapel lambung, dan prosedur bypass untuk obesitas dan penyakit infiltratif luas pada mukosa lambung. Biasanya, kondisi ini terkait dengan penurunan kemampuan untuk memobilisasi cobalamin dari makanan.

Insufisiensi pankreas dapat menyebabkan defisiensi cobalamin. Pada kondisi normal, protease pankreas mendegradasi pengikat R dan melepaskan cobalamin sehingga dapat mengikat IF. Kompleks cobalamin-IF dibentuk sehingga dapat mengikat reseptor ileum yang memungkinkan penyerapan oleh sel-sel absorptif. Dengan demikian, pasien yang mengalami pankreatitis kronis mungkin mengalami gangguan penyerapan cobalamin.

Defisiensi kobalamin juga dilaporkan pada sindrom Zollinger-Ellison (ZES). Mekanisme ini diyakini karena pH asam dari usus kecil distal yang menghalangi kompleks cobalamin-IF untuk secara efektif mengikat reseptor ileum.

Gangguan pada ileum menyebabkan defisiensi cobalamin sebagai akibat hilangnya reseptor ileum untuk kompleks cobalamin-IF. Dengan demikian, operasi bypass ileum dan penyakit seperti enteritis regional, kolitis ulserativa, dan limfoma ileum mengganggu penyerapan cobalamin.

Defek genetik reseptor ileum untuk IF yaitu, sindrom Imerslünd-Grasbeck dan defisiensi transcobalamin I (TCI) herediter menghasilkan defisiensi cobalamin sejak lahir dan biasanya ditemukan pada awal kehidupan.

Beberapa obat yang mengganggu penyerapan cobalamin di ileum tetapi jarang menjadi penyebab defisiensi vitamin B12 yang simptomatis, karena obat tersebut tidak dikonsumsi cukup lama untuk menguras simpanan cobalamin dalam tubuh. Jenis obat obatan tersebut antara lain nitrous oxide, cholestyramine, asam para-aminosalisilat, neomisin, metformin, fenformin, dan colchicine.

Tiga kelainan herediter mempengaruhi penyerapan dan transportasi cobalamin, dan tujuh lainnya mengubah penggunaan seluler dan produksi koenzim. Tiga gangguan absorpsi dan transpor adalah defisiensi TCII, defisiensi IF, dan defisiensi reseptor IF. Kelainan ini menghasilkan keterlambatan perkembangan dan anemia megaloblastik.

Kelainan pada lumen usus dapat menyebabkan defisiensi cobalamin. Individu dengan loop usus yang buta, striktur, dan divertikula besar dapat mengembangkan pertumbuhan bakteri yang berlebihan, yang menyerap kobalamin makanan untuk kebutuhan metabolisme mereka.

Masuknya cacing pita seperti  Diphyllobothrium latum terjadi karena memakan ikan yang tidak dimasak dengan baik yang terinfeksi dan menyebabkan defisiensi cobalamin karena parasit membutuhkan kobalamin yang tinggi.

Patofisiologi

Anemia pernisiosa klasik disebabkan oleh kegagalan sel parietal lambung untuk menghasilkan Faktor interal (IF) protein lambung yang disekresikan oleh sel parietal untuk penyerapan vitamin B12 dalam jumlah yang cukup. Demikian juga pada gangguan lain yang mengganggu penyerapan dan metabolisme vitamin B12 dapat menyebabkan defisiensi cobalamin, dengan perkembangan anemia makrositik dan komplikasi neurologis.

Cobalamin adalah zat organologam yang mengandung cincin corrin, atom kobalt yang terletak di atom dan berbagai ligan aksial.

Struktur dasar yang dikenal sebagai vitamin B12 hanya disintesis oleh mikroorganisme, tetapi sebagian besar hewan mampu mengubah vitamin B12 menjadi dua bentuk koenzim yaitu adenosilkobalamin dan metilkobalamin. Adenosilkobalamin diperlukan untuk konversi asam L-metilmalonat menjadi suksinil koenzim A (CoA), dan metilkobalamin bertindak sebagai metiltransferase untuk konversi homosistein menjadi metionin.

Ketika terjadi kekurangan salah satu zat baik cobalamin atau folatmaka  fungsi timidin sintase terganggu. Hal ini menyebabkan perubahan megaloblastik di semua sel yang membelah dengan cepat karena sintesis DNA berkurang. Pada prekursor eritroid, terjadi makrositosis dan eritropoiesis yang tidak efektif.

Gangguan neurologis yang parah, biasanya degenerasi sistem gabungan subakut bisa terjadi pada defisiensi cobalamin. Namun, defisiensi vitamin B12 juga dapat muncul sebagai neuropati perifer, psikosis, atau leukoensefalopati.

Gangguan neurologis kobalamin dapat terjadi secara independen dari manifestasi hematologi anemia pernisiosa. Kerusakan biokimia pada degenerasi neurologis mungkin berbeda dari perubahan hematologis.

Asupan Cobalamin diperoleh sebagian besar dari daging dan susu dan diserap dalam serangkaian tahap yang membutuhkan pelepasan proteolitik dari bahan makanan dan mengikat IF. Selanjutnya, pengenalan kompleks IF-cobalamin oleh reseptor ileum(reseptor kubilin) akan terjadi untuk transportasi ke dalam sirkulasi portal untuk diikat oleh transcobalamin II (TCII), yang berfungsi sebagai transporter plasma.

Kompleks cobalamin-TCII berikatan dengan permukaan sel dan diendositosis. Transcobalamin terdegradasi dalam lisozim, lalu cobalamin dilepaskan ke dalam sitoplasma. Pengurangan kobalt yang dimediasi oleh enzim terjadi dengan metilasi sitoplasma untuk membentuk metilkobalamin atau adenosilasi mitokondria untuk membentuk adenosilkobalamin.

Anemia pernisiosa mungkin merupakan kelainan autoimun dengan kecenderungan genetik. Penyakit ini lebih sering terjadi pada pasien yang memiliki keluarga dengan riwayat anemia pernisiosa, dan berhubungan dengan antigen leukosit (HLA) tipe A2, A3, dan B7 dan golongan darah A.

Antibodi sel antiparietal terjadi pada 90% pasien dengan anemia pernisiosa tetapi hanya 5% orang dewasa yang sehat. Demikian pula, antibodi pengikat dan penghambat IF ditemukan pada kebanyakan pasien dengan anemia pernisiosa.

Hubungan yang lebih besar diidentifikasi antara anemia pernisiosa dengan penyakit autoimun lainnya, seperti gangguan tiroid, diabetes mellitus tipe 1, kolitis ulserativa, penyakit Addison, infertilitas, dan agammaglobulinemia. Hubungan antara anemia pernisiosa dan infeksi Helicobacter pylori telah hipotesakan tetapi tidak terbukti secara jelas.

Defisiensi kobalamin dapat terjadi akibat insufisiensi diet vitamin B12  gangguan lambung, usus halus, dan pankreasi infeksi tertentu dan kelainan transportasi, metabolisme, dan pemanfaatan. Kekurangan dapat diamati pada vegetarian ketat. Bayi yang disusui dari ibu vegetarian juga terpengaruh. Bayi yang terkena dampak parah dari ibu vegetarian yang tidak mengalami defisiensi kobalamin telah dilaporkan.

Daging dan susu adalah sumber utama diet cobalamin. Karena simpanan kobalamin dalam tubuh biasanya melebihi 1000 g dan kebutuhan harian sekitar 1 g, kepatuhan ketat terhadap diet vegetarian selama lebih dari 5 tahun biasanya diperlukan untuk menghasilkan temuan defisiensi kobalamin.

Anemia pernisiosa klasik menghasilkan defisiensi cobalamin karena kegagalan lambung untuk mensekresi IF.

Pada orang dewasa, anemia pernisiosa dikaitkan dengan atrofi lambung yang parah dan aklorhidria, yang bersifat ireversibel. Defisiensi besi yang terjadi bersamaan sering terjadi karena aklorhidria mencegah pelarutan besi besi dari bahan makanan. Fenomena autoimun dan penyakit tiroid sering diamati. Pasien dengan anemia pernisiosa memiliki 2 sampai 3 kali lipat peningkatan insiden karsinoma lambung.

Tanda dan gejala

Tanda dan gejala anemia pernisiosa biasanya tidak jelas dan kadang berbahaya. Gejala trias klasik kelemahan, nyeri lidah, dan parestesia dapat ditimbulkan tetapi biasanya bukan merupakan kompleks gejala utama.

Biasanya, perhatian medis dicari karena gejala yang mengarah pada gangguan jantung, ginjal, genitourinari, gastrointestinal, infeksi, mental, atau neurologis, dan pasien ditemukan anemia dengan indeks seluler makrositik.

Gejala umum

Penurunan berat badan terjadi pada sekitar 50% pasien dan kemungkinan disebabkan oleh anoreksia, yang diamati pada sebagian besar pasien. Demam ringan terjadi pada sepertiga pasien yang baru didiagnosis dan segera menghilang jika diberikan  pengobatan.

Gejala jantung

Curah jantung dan denyut jantung biasanya meningkat jika hematokrit kurang dari 20%. Gagal jantung kongestif dan insufisiensi koroner dapat terjadi, terutama pada pasien dengan penyakit jantung yang sudah ada sebelumnya.

Gejala gastrointestinal

Sekitar 50% pasien kehilangan papila sehingga lidah  menjadi halus, biasanya paling tampak di sepanjang tepi lidah. Lidah mungkin terasa sakit dan berwarna merah, kadang-kadang, bercak merah dapat diamati di tepi dorsum lidah. Pasien mungkin melaporkan rasa terbakar atau nyeri, terutama pada sepertiga anterior lidah. Gejala-gejala ini mungkin terkait dengan perubahan rasa dan hilangnya nafsu makan.

Pasien dapat melaporkan sembelit atau gejala peristaltik usus lainnya. Gejala-gejala ini dikaitkan dengan perubahan megaloblastik sel-sel mukosa usus. Gejala gastrointestinal (GI) nonspesifik seperti anoreksia, mual, muntah, mulas, pirosis, perut kembung, dan rasa kenyang.

Gejala neurologis

Gejala neurologis biasanya terjadi pada orang tua dan relatif jarang terjadi pada usia muda. Gejala neurologis dapat muncul pada pasien dengan anemia pernisiosaseperti parestesia, kelemahan, kecanggungan, dan gaya berjalan yang tidak stabil. Dua gejala terakhir menjadi lebih buruk dalam kegelapan karena mencerminkan hilangnya propriosepsi pada pasien yang tidak dapat mengandalkan penglihatan untuk kompensasi. Gejala neurologis ini disebabkan oleh degenerasi mielin dan hilangnya serabut saraf di kolumna dorsalis, lateral medula spinalis dan korteks serebri.

Gejala dan temuan neurologis mungkin ada tanpa adanya anemia, lebih sering terjadi pada pasien yang mengonsumsi asam folat atau diet tinggi folat.

Pasien lansia mungkin datang dengan gejala yang menunjukkan pikun atau penyakit Alzheimer, kehilangan ingatan, lekas marah, dan perubahan kepribadian.

Gejala Genitourinaria

Retensi urin dan gangguan berkemih dapat terjadi karena kerusakan medula spinalis. Hal ini dapat mempengaruhi kejadian  infeksi saluran kemih pada pasien.

Gejala komplikasi trombotik

Sebuah penelitian mengungkapkan bahwa anemia pernisiosa dapat menyebabkan hyperhomocysteinemia yang cukup signifikan untuk menyebabkan trombosis vena, bahkan tanpa adanya faktor risiko lain untuk tromboemboli.

Pemeriksaan Fisik

Biasanya, pasien dengan anemia pernisiosa digambarkan memiliki penampilan stereotipik seperti  pucat, pemutihan rambut prematur, dan tampak lemah. Tanda-tanda anemia pernisiosa lain yang sering ditemukan pada pemeriksaan fisik yaitu:

  • Demam ringan dan ikterus ringan biasa terjadi
  • Lidah yang gemuk, merah, dan halus
  • Pada pasien dengan kulit gelap terdapat pigmentasi kulit bernoda
  • Muncul Takikardia dan mungkin disertai dengan aliran murmur
  • Mentalitas abnormal
  • Penurunan penglihatan dan pendengaran
  • Pada anemia berat terjadi dispnea, takipnea, dan bukti gagal jantung kongestif (CHF) mungkin ada
  • Perdarahan retina dan eksudat dapat menyertai anemia berat
  • Hati dapat membesar terkait dengan gagal jantung kongestif
  • Ujung limpa teraba pada sekitar 20% pasien

Pemeriksaan Diagnostik

Aspirasi sumsum tulang memperlihatkan hiperplasia eritroid (sumsum tulang merah yang penuh), disertai bertambah banyaknya megaloblas namun sedikit sel darah merah (red blood cell-RBC) yang berkembang normal.

Analisis gastrik menunjukkan tidak adanya asam hidroklorik bebas akibat injeksi histamin atau pentagastrin.

Uji Schilling menunjukkan ekskresi radioaktif B12 kurang dari 3% (normalnya adalah 7% dalam 24 jam melalui urin). Pada anemia pernisiosa, vitamin tetap tidak diabsorpsi dan dikeluarkan bersama tinja. Jika uji Schilling diulang dengan ditambahkan IF, uji menunjukkan ekskresi normal vitamin B12.

Antibodi IF dan antibodi sel antiparietal.

Hasil pemeriksaan darah yang menunjukkan anemia pernisiosa meliputi :

  • Kadar hemoglobin (hb) turun ( 4 sampai 5 g/dl) dan jumlah RBC berkurang
  • Rata-rata volume korpuskular naik dari 120/jul) karena tiap RBC yang lebih besar dari normal mengandung kenaikan jumlah Hb; rata-rata konsentrasi Hb korpuskular juga naik
  • Jumlah sel darah putih dan keping darah sedikit; keping darah berukuran besar dan mengalami malformasi
  • Kadar vitamin B12-assay kurang dari 0,1 mcg/ml
  • Kadar dehidrogenase laktat serum naik.

Penatalaksanaan

  • Penggantian vitamin B12I.M. sejak dini bisa menyembuhkan anemia pernisiosa dan bisa mencegah kerusakan neurologis permanen. Vitamin B12, parenteral yang awalnya diberikan dalam dosis tinggi akan menyebabkan regenerasi RBC dengan cepat. Penggantian zat besi konkomitan diperlukan karena regenesari sel yang cepat akan meningkatkan kebutuhan zat besi pasien.
  • Setelah kondisi pasien membaik, dosis vitamin B12 bisa dikurangi sampai kadar pemeliharaan dan diberikan setiap bulan. Karena injeksi semacam ini harus dilanjutkan seumur hidup, pasien sebaiknya mempelajari cara melakukan injeksi sendiri.
  • Pasien perlu beristirahat di ranjang sampai kadar Hb-nya naik.
  • Jika kadar Hb rendah dan membahayakan, pasien bisa memerlukan transfusi darah.
  • Gagal jantung ditangani dengan digoxin, diuretik, dan makanan rendah-natrium.
  • Antibiotik membantu melawan infeksi yang menyertai.

Asuhan Keperawatan

Intervensi Keperawatan

  • Beri pengetahuan pada pasien dan keluarganya mengenai terapi penggantian vitamin B12 seumur hidup.
  • Jika pasien menderita anemia parah, susun rencana aktivitas, waktu istirahat, dan uji diagnostik yang diperlukan untuk menyimpan energi. Seringkali pantaulah denyut nadi; takikardia mengindikasikan bahwa aktivitas pasien terlalu berat.
  • ingatkan pasien untuk berjaga-jaga melawan infeksi, dan minta ia segera melaporkan tanda infeksi, terutama infeksi traktus respiratorik dan kencing, karena kondisi pasien yang melemah bisa meningkatkan suseptibilitas.
  • Beri makanan yang seimbang dengan baik, termasuk makanan kaya vitamin B12 (daging, hati, ikan, telur, dan susu). Beri makanan kecil di sela-sela jadwal makan, dan minta keluarga pasien membawakan makanan kesukaan pasien dari rumah.
  • Karena sakit di mulut dan telinga menyebabkan pasien mengalami kesakitan saat makan, mintalah penyedia makanan tidak memberi makanan yang menyebabkan iritasi pada pasien. Jika gejala ini membuat pasien sulit bicara, sediakan alas tulis dan pensil atau alat bantuan lain untuk mempermudahnya berkomunikasi secara nonverbal, dan jelaskan kondisi ini pada keluarganya. Beri pencuci mulut cair atau, jika kondisi pasien parah, seka mulut pasien dengan air keran atau larutan garam yang hangat.
  • Pada penderita defisit sensorik, ingatkan untuk tidak menggunakan alas pemanas karena bisa menyebabkan luka bakar.
  • Jika pasien mengalami inkontinensi, lakukan rutinitas usus dan kandung kemih secara teratur. Setelah pasien pulang, susun jadwal kunjungan perawat dan buatlah penyesuaian seperlunya.
  • Jika kerusakan neurologis menyebabkan masalah tingkah laku, seringkali kajilah status mental dan neurologis; bila perlu, beri obat penenang sesuai perintah, dan bila perlu, gunakan pengekang yang lembut saat malam hari.
  • Tekankan pada pasien bahwa penggantian vitamin B12 bukanlah penyembuhan permanen dan bahwa injeksi ini harus dilanjutkan seumur hidup, walaupun gejala reda.
  • Untuk mencegah anemia pernisiosa, tekankan pentingnya suplemen vitamin B12 untuk pasien yang pernah menjalami reseksi gastrik atau orang yang menjalani diet vegetarian yang ketat.

Koordinasi Perawatan

  • Anemia pernisiosa seringkali merupakan gangguan autoimun yang berbahaya dan kurang terdiagnosis, yang dapat menyebabkan komplikasi fatal.
  • Cara yang paling tepat untuk mengawasi gangguan ini adalah melalui tim interprofessional dan interdisipliner yang mencakup dokter perawatan primer, internis, gastroenterologi, ahli saraf, ahli onkologi, apoteker, dan perawat.
  • Tim kesehatan harus berusaha untuk meningkatkan kesadaran akan penyakit ini. Perawat dapat melakukan intervensi dalam skrining primer selama triase dengan menanyakan tanda dan gejala yang menunjukkan anemia, manifestasi neurologis atau gastroenterik yang mendasarinya.
  • Populasi yang paling berisiko termasuk orang berusia di atas 60 tahun. Lansia harus menerima skrining prospektif untuk kemungkinan kekurangan vitamin B12. Setelah dirawat, pasien harus diawasi secara rutin oleh dokter atau perawat.

Sumber:

  1. Rodriguez NM, Shackelford K, Rudolph S. 2021. Pernicious Anemia (Nursing). Treasure Island (FL): StatPearls Publishing.  https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK568700/
  2. Srikanth Nagalla MD. 2021. Pernicious Anemia. Med Scape Emedicine. https://emedicine.medscape.com/article/204930-overview
  3. Mellisa Conrad Stoppler MD. Pernicious Anemia And Vitamin B-12 Deficiency. https://www.medicinenet.com/pernicious_anemia/article.htm
  4. Nursing. Seri Untuk Keunggulan Klinis (2011). Menafsirkan Tanda dan Gejala Penyakit. Jakarta: PT Indeks
  5. Harry Brown. 2013. Managing Pernicious Anemia. Independent Nurse. https://www.independentnurse.co.uk/clinical-article/managing-pernicious-anaemia/63536/