Widget HTML #1

Penyebab Infertilitas, Faktor Resiko dan Pemeriksaan

Infertilitas atau gangguan kesuburan merupakan kegagalan suatu pasangan untuk mendapatkan kehamilan sekurang-kurangnya dalam 12 bulan berhubungan intim secara teratur tanpa kontrasepsi, atau biasa disebut juga sebagai infertilitas primer. 

Infertilitas sekunder adalah ketidakmampuan seseorang memiliki anak atau mempertahankan kehamilannya. Pada perempuan di atas 35 tahun, evaluasi dan pengobatan dapat dilakukan setelah 6 bulan pernikahan. 

Infertilitas idiopatik mengacu pada pasangan infertil yang telah menjalani pemeriksaan standar meliputi tes ovulasi,  tuba, dan analisis semen dengan hasil normal.


Penyebab Infertilitas, Faktor Resiko dan Pemeriksaan

Penyebab, Faktor Resiko dan Pemeriksaan Infertilitas

Penyebab Infertilitas

1. Perempuan

Penyebab infertilitas pada wanita dapat diklasifikasikan menjadi 3 kelompok, yaitu:

a. Gangguan Ovulasi

WHO membagi kelainan ovulasi ini dalam 4 kelas, yaitu:

Kelas 1

Kegagalan pada hipotalamus hipofisis (hipogonadotropin hipogonadism) Karakteristik dari kelas ini adalah gonadotropin yang rendah, prolaktin normal, dan rendahnya estradiol. Kelainan ini terjadi sekitar 10% dari seluruh kelainan ovulasi.

Kelas 2

Gangguan fungsi ovarium (normogonadotropin-normogonadism) Karakteristik dari kelas ini adalah kelainan pada gonadotropin namun estradiol normal. Anovulasi kelas 2 terjadi sekitar 85% dari seluruh kasus kelainan ovulasi. 

Manifestasi klinik kelainan kelompok ini adalah oligomenorea atau amenorea yang banyak terjadi pada kasus sindrom ovarium polikistik (SOPK). Delapan puluh sampai sembilan puluh persen pasien SOPK akan mengalami oligomenorea dan 30% akan mengalami amenorea.

Kelas 3

Kegagalan ovarium (hipergonadotropin-hipogonadism). Karakteristik kelainan ini adalah kadar gonadotropin yang tinggi dengan kadar estradiol yang rendah. Terjadi sekitar 4-5% dari seluruh gangguan ovulasi.

Kelas 4 

Hiperprolaktinemia

b. Gangguan Tuba dan pelvis

Kerusakan tuba dapat disebabkan oleh infeksi (Chlamidia, Gonorrhoea, TBC) maupun endometriosis. Endometriosis merupakan penyakit kronik yang umum dijumpai. Gejala yang sering ditemukan pada pasien dengan endometriosis adalah nyeri panggul, infertilitas dan ditemukan pembesaran pada adneksa. 

Dari studi yang telah dilakukan, endometriosis terdapat pada 25%-50% perempuan, dan 30% sampai 50% mengalami infertilitas. 

Hipotesis yang menjelaskan endometriosis dapat menyebabkan infertilitas atau penurunan fekunditas masih belum jelas, namun ada beberapa mekanisme pada endometriosis seperti terjadinya perlekatan dan distrorsi anatomi panggul yang dapat mengakibatkan penurunan tingkat kesuburan. 

Perlekatan pelvis pada endometriosis dapat mengganggu pelepasan oosit dari ovarium serta menghambat penangkapan maupun transportasi oosit.

2. Faktor Laki-laki

Infertilitas dapat juga disebabkan oleh faktor laki-laki, dan setidaknya sebesar 30-40% dari infertilitas disebabkan oleh faktor laki-laki, sehingga pemeriksaan pada laki-laki penting dilakukan sebagai bagian dari pemeriksaan infertilitas. 

Fertilitas laki-laki dapat menurun akibat dari: Kelainan urogenital kongenital atau didapat, Infeksi saluran urogenital, Suhu skrotum yang meningkat (contohnya akibat dari varikokel), kelainan endokrin, Kelainan genetik, dan Faktor imunologi.

Di Inggris, jumlah sperma yang rendah atau kualitas sperma yang jelek merupakan penyebab utama infertilitas pada 20% pasangan. Kualitas semen yang terganggu, azoospermia dan cara senggama yang salah, merupakan faktor yang berkontribusi pada 50% pasangan infertilitas. 

Infertilitas laki-laki idiopatik dapat dijelaskan karena beberapa faktor, termasuk disrupsi endokrin yang diakibatkan karena polusi lingkungan, radikal bebas, atau kelainan genetik.

Faktor Resiko Infertilitas

1. Gaya Hidup

a. Konsumsi Alkohol

Alkohol dikatakan dapat berdampak pada fungsi sel Leydig dengan mengurangi sintesis testosteron dan menyebabkan kerusakan pada membran basalis. Konsumsi alkohol yang berlebihan dapat menyebabkan gangguan pada fungsi hipotalamus dan hipofisis.

b. Merokok

Rokok mengandung zat berbahaya bagi oosit (menyebabkan kerusakan oksidatif terhadap mitokondria), sperma (menyebabkan tingginya kerusakan morfologi), dan embrio (menyebabkan keguguran).

Kebiasaan merokok pada laki-laki dapat mempengaruhi kualitas semen, namun dampaknya terhadap fertilitas belum jelas. Berhenti merokok pada laki-laki dapat meningkatkan kesehatan pada umumnya

c. Berat Badan

Perempuan yang memiliki indeks massa tubuh (IMT) lebih dari 29, cenderung memerlukan waktu yang lebih lama untuk mendapatkan kehamilan. Tindakan menurunkan berat badan pada perempuan yang memiliki IMT > 29 dan mengalami anovulasi akan meningkatkan peluang untuk hamil. 

Upaya meningkatkan berat badan pada perempuan yang memiliki IMT < 19 serta mengalami gangguan haid akan meningkatkan kesempatan terjadinya pembuahan. Laki-laki yang memiliki IMT > 29 biasanya akan mengalami gangguan fertilitas. 

d. Olahraga

Olahraga ringan-sedang dapat meningkatkan fertilitas karena akan meningkatkan aliran darah dan status anti oksidan. Tapi olahraga berat dapat menurunkan fertilitas.

e. Stress

Perasaan cemas, rasa bersalah, dan depresi yang berlebihan dapat berhubungan dengan infertilitas, namun belum didapatkan hasil penelitian yang adekuat. 

Berdasarkan studi yang dilakukan, perempuan yang gagal hamil akan mengalami kenaikan tekanan darah dan denyut nadi, karena stress dapat menyebabkan penyempitan aliran darah ke organ-organ panggul.

f. Suplementasi Vitamin

Asam lemak seperti EPA dan DHA (minyak ikan) dianjurkan pada pasien infertilitas karena akan menekan aktifasi nuclear faktor kappa B. 

Beberapa antioksidan yang diketahui dapat meningkatkan kualitas dari sperma, diantaranya: Vit.C dapat digunakan untuk meningkatkan kualitas semen, Ubiquinone Q10 dapat meningkatkan kualitas sperma, Selenium dan glutation dapat meningkatkan motilitas sperma.

Kombinasi asam folat dan zink dapat meningkatkan konsentrasi dan morfologi sperma, dan Kobalamin (Vit B12) penting dalam spermatogenesis.

g. Obat Obatan

  • Spironolakton akan merusak produksi testosteron dan sperma
  • Sulfasalazin mempengaruhi perkembangan sperma normal (dapat digantikan dengan mesalamin)
  • Kolkisin dan allopurinol dapat mengakibatkan penurunan sperma untuk membuahi oosit
  • Antibiotik tetrasiklin, gentamisin, neomisin, eritromisin dan nitrofurantoin pada dosis yang tinggi berdampak negatif pada pergerakan dan jumlah sperma.
  • Simetidin terkadang menyebabkan impotensi dan sperma yang abnormal
  • Siklosporin juga dapat menurunkan fertilitas pria

Penelitian yang dilakukan di California menemukan bahwa konsumsi obat-obatan herbal dalam jumlah minimal seperti ginko biloba, dicurigai menghambat fertilisasi, mengubah materi genetik sperma, dan mengurangi viabilitas sperma.

2. Pekerjaan

Terdapat beberapa pekerjaan yang melibatkan paparan bahan berbahaya bagi kesuburan seorang perempuan maupun laki-laki. 

Setidaknya terdapat 104.000 bahan fisik dan kimia yang berhubungan dengan pekerjaan yang telah teridentifikasi, namun efeknya terhadap kesuburan, 95% belum dapat diidentifikasi. Bahan yang telah teridentifikasi dapat mempengaruhi kesuburan diantaranya panas, radiasi sinar-X, logam dan pestisida.

Pemeriksaan Infertilitas

1. Pemeriksaan Pada Perempuan

Gangguan ovulasi terjadi pada sekitar 15% pasangan infertilitas dan menyumbang sekitar 40% infertilitas pada perempuan. Pemeriksaan infertilitas yang dapat dilakukan diantaranya:

a. Pemeriksaan ovulasi

Frekuensi dan keteraturan menstuasi harus ditanyakan kepada seorang perempuan. Perempuan yang mempunyai siklus dan frekuensi haid yang teratur setiap bulannya, kemungkinan mengalami ovulasi

Perempuan yang memiliki siklus haid teratur dan telah mengalami infertilitas selama 1 tahun, dianjurkan untuk mengkonfirmasi terjadinya ovulasi dengan cara mengukur kadar progesteron serum fase luteal madya (hari ke 21-28)

Pemeriksaan kadar progesteron serum perlu dilakukan pada perempuan yang memiliki siklus haid panjang (oligomenorea). Pemeriksaan dilakukan pada akhir siklus (hari ke 28-35) dan dapat diulang tiap minggu sampai siklus haid berikutnya terjadi.

Pengukuran temperatur basal tubuh tidak direkomendasikan untuk mengkonfirmasi terjadinya ovulasi

Perempuan dengan siklus haid yang tidak teratur disarankan untuk melakukan pemeriksaan darah untuk mengukur kadar hormon gonadotropin (FSH dan LH).

Pemeriksaan kadar hormon prolaktin dapat dilakukan untuk melihat apakah ada gangguan ovulasi, galaktorea, atau tumor hipofisis.

Penilaian cadangan ovarium menggunakan inhibin B tidak direkomendasikan

Pemeriksaan fungsi tiroid pada pasien dengan infertilitas hanya dilakukan jika pasien memiliki gejala

Biopsi endometrium untuk mengevaluasi fase luteal sebagai bagian dari pemeriksaan infertilitas tidak direkomendasikan karena tidak terdapat bukti bahwa pemeriksaan ini akan meningkatkan kehamilan.

b. Pemeriksaan Chlamydia trachomatis

Sebelum dilakukan pemeriksaan uterus, pemeriksaan untuk Chlamydia trachomatis sebaiknya dilakukan dengan teknik yang sensitif.

Jika tes Chlamydia trachomatis positif, perempuan dan pasangan sebaiknya dirujuk untuk mendapatkan pengobatan.

Antibiotika profilaksis sebaiknya dipertimbangkan sebelum melakukan periksa dalam jika pemeriksaan awal Chlamydia trachomatis belum dilakukan

c. Penilaian kelainan uterus

Pemeriksaan histeroskopi tidak dianjurkan apabila tidak terdapat indikasi, karena efektifitas pembedahan sebagai terapi kelainan uterus untuk meningkatkan angka kehamilan belum dapat ditegakkan.

Histeroskopi merupakan standar utama dalam pemeriksaan yang mengevaluasi kavum uteri. Meskipun Fayez melaporkan pemeriksaan HSG sama akuratnya dengan histeroskopi dalam hal diagnosis. 

Peran histeroskopi dalam pemeriksaan infertilitas adalah untuk mendeteksi kelaianan kavum uteri yang dapat mengganggu proses implantasi dan kehamilan serta untuk mengevaluasi manfaat modalitas terapi dalam memperbaiki endometrium.

Oliveira melaporkan kelainan kavum uteri yang ditemukan dengan pemeriksaan histeroskopi pada 25 % pasien yang mengalami kegagalan berulang fertilisasi in vitro (FIV). Semua pasien tersebut memiliki HSG normal pada pemeriksaan sebelumnya. Penanganan yang tepat akan meningkatkan kehamilan secara bermakna pada pasien dengan kelainan uterus yang ditemukan saat histeroskopi.

Histeroskopi memiliki keunggulan dalam mendiagnosis kelainan intra uterin yang sangat kecil dibandingkan pemeriksaan HSG dan USG transvaginal. Banyak studi membuktikan bahwa uterus dan endometrium perlu dinilai sejak awal pada pasien infertilitas atau pasien yang akan menjalani FIV.

d. Penilaian lendir serviks pasca senggama 

Pemeriksaan ini dapat dilakukan pada pasien dengan infertilitas dibawah 3 tahun.

Penilaian lendir serviks pasca senggama untuk menyelidiki masalah fertilitas tidak dianjurkan karena tidak dapat meramalkan terjadinya kehamilan.

e. Penilaian kelainan tuba

Perempuan yang tidak memiliki riwayat penyakit radang panggul (PID), kehamilan ektopik atau endometriosis, disarankan untuk melakukan histerosalpingografi (HSG) untuk melihat adanya oklusi tuba. Pemeriksaan ini tidak invasif dan lebih efisien dibandingkan laparaskopi.

Pemeriksaan oklusi tuba menggunakan sono-histerosalpingografi dapat dipertimbangkan karena merupakan alternatif yang efektif.

2. Pemeriksaan Pada Laki-laki

Pemeriksaan kasus infertilitas pada laki-laki meliputi:

a. Anamnesis

Anamnesis ditujukan untuk mengidentifikasi faktor risiko dan kebiasaan hidup pasien yang dapat secara bermakna mempengaruhi fertilitas pria. Anamnesis meliputi: 

Rriwayat medis: Kelainan fisik, Penyakit sistemik (diabetes mellitus, kanker, infeksi), Kelainan genetik (fibrosis kistik, sindrom klinefelter). Rriwayat penggunaan obat-obatan (dengan atau tanpa resep) dan  alergi 

Riwayat Pembedahan: Undescended testis,  Hernia, Trauma testis, torsio testis, Bedah pelvis, retroperitoneal, kandung kemih

Riwayat Fertilitas: Kehamilan sebelumnya  dengan pasangan saat ini atau sebelumnya, Lama infertilitas, Penanganan infertilitas sebelumnya.

Riwayat Hubungan Intim: Ereksi atau masalah ejakulasi dan Frekuensi hubungan initim

Riwayat Pengobatan: Nitrofurantoin, simetidin, sulfasalazin, spironolakton, -alfa blockers, metotreksat, kolkisin, amiodaron, antidepresan, kemoterapi

Riwayat infeksi sebelumnya, misalnya penyakit menular  dan infeksi saluran nafas.

b. Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan fisik pada laki-laki penting untuk mengidentifikasi adanya penyakit tertentu yang berhubungan dengan infertilitas. Penampilan umum harus diperhatikan, meliputi tanda-tanda kekurangan rambut pada tubuh atau ginekomastia yang menunjukkan adanya defisiensi androgen. Tinggi badan, berat badan,  IMT, dan tekanan darah harus diketahui.

Palpasi skrotum saat pasien berdiri diperlukan untuk menentukan ukuran dan konsistensi testis. Apabila skrotum tidak terpalpasi pada salah satu sisi, pemeriksaan inguinal harus dilakukan. Orkidometer dapat digunakan untuk mengukur volume testis. Ukuran rata-rata testis orang dewasa yang dianggap normal adalah 20 ml.

Konsistensi testis dapat dibagi menjadi kenyal, lunak, dan keras. Konsistensi normal adalah konsistensi yang kenyal. Testis yang lunak dan kecil dapat mengindikasikan spermatogenesis yang terganggu.

Palpasi epididimis diperlukan untuk melihat adanya distensi atau indurasi. Varikokel sering  ditemukan  pada  sisi  sebelah  kiri  dan  berhubungan  dengan  atrofi  testis  kiri. Adanya perbedaan ukuran testis dan sensasi seperti meraba “sekantung ulat” pada tes valsava merupakan tanda-tanda kemungkinan adanya varikokel.

Pemeriksaan kemungkinan kelainan pada penis dan prostat juga harus dilakukan. Kelainan pada penis seperti mikropenis atau hipospadia dapat mengganggu proses transportasi sperma mencapai bagian proksimal vagina. Pemeriksaan colok dubur dapat mengidentifikasi pembesaran prostat dan vesikula seminalis.

c. Analisis Sperma

Analisa semen dapat dilakukan untuk mengevaluasi gangguan fertilitas (kesuburan) yang disertai dengan atau tanpa disfungsi hormon androgen. Dalam hal ini hanya beberapa parameter ejakulat yang diperiksa (dievaluasi) berdasarkan buku petunjuk WHO “ Manual for the examination of the Human Semen and Sperm-Mucus Interaction “

Analisis sperma meliputi pemeriksaan makroskopik dan mikroskopik. Pemeriksaan makroskopik meliputi Volume, PH, warna, likuifaksi, dan kekentalan. Pemeriksaan mikroskopik meliputi penghitungan jumlah, pergerakan, vitalitas dan morfologi.

Zul Hendry
Zul Hendry Dosen Program Studi Keperawatan di Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Yarsi Mataram