Widget HTML #1

Asuhan Keperawatan Aneurisma Otak - Intervensi

Aneurisma otak adalah pelebaran pada salah satu  bagian arteri serebral. Di Amerika Serikat aneurisma otak terjadi pada 3 hingga 5% orang. Aneurisma otak dapat terjadi pada semua usia, tetapi paling umum terjadi pada orang berusia 30 hingga 60 tahun. Aneurisma lebih sering terjadi pada wanita daripada pada pria.

Aneurisma otak paling sering berdiameter  <2,5 cm dan sakular (noncircumferential), kadang-kadang  memiliki satu atau lebih kantong-kantong kecil dan berdinding tipis (berry aneurysm).

Sebagian besar aneurisma otak terjadi di sepanjang arteri serebral tengah atau anterior atau cabang lingkaran Willis, terutama pada percabangan arteri. Aneurisma mikotik biasanya berkembang di distal ke percabangan pertama arteri lingkaran Willis.

Asuhan Keperawatan Aneurisma Otak
Picture by Nicholas Zaorsky, M.D on wikimedia.org

Penyebab 

Faktor penyebab umum aneurisma antara lain:

  • Gangguan jaringan ikat herediter seperti sindrom Ehlers-Danlos, pseudoxanthoma elasticum, sindrom ginjal polikistik dominan autosom.
  • Riwayat keluarga aneurisma (orang tua, saudara kandung, atau anak)
  • Merokok
  • Kadang kadang,emboli septik menyebabkan aneurisma mikotik.

Tanda dan gejala 

Banyak aneurisma asimtomatik, tetapi beberapa, biasanya aneurisma besar atau tumbuh, menyebabkan gejala dengan menekan struktur yang berdekatan. Kelumpuhan okuler, diplopia, mata juling, atau nyeri orbital dapat mengindikasikan tekanan pada saraf kranial ke-3, ke-4, ke-5, atau ke-6. Kehilangan penglihatan dan cacat bidang temporal dapat mengindikasikan tekanan pada kiasme optik.

Aneurisma otak bisa berdarah ke ruang subarachnoid, menyebabkan perdarahan subarachnoid. Sebelum pecah, aneurisma kadang-kadang menyebabkan sakit kepala sentinel (peringatan) karena pembesaran aneurisma yang menyakitkan atau darah yang bocor ke ruang subarachnoid. 

Pecah yang sebenarnya menyebabkan sakit kepala parah mendadak. Aneurisma yang pecah juga dapat menyebabkan mual muntah, leher kaku, fotosensitifitas, kehilangan kesadaran  atau kejang.

Uji diagnostik 

Jika CT scan dilakukan dalam 72 jam setelah timbulnya sakit kepala bisa mendeteksi 93% sampai 100% aneurisma. Dalam beberapa kasus dapat dipertimbangkan untuk melakukan pungsi lumbal (spinal tap) untuk mengidentifikasi darah dalam cairan serebrospinal yang mengalir di ruang subarachnoid. Beberapa rumah sakit akan mempertimbangkan CT angiografi otak.

Jika CT atau LP menunjukkan adanya darah, angiografi dilakukan untuk mengidentifikasi lokasi aneurisma dan merencanakan pengobatan.  

Penanganan 

  • Oksigenasi dan ventilasi merupakan penanganan darurat away.
  • Perbaikan melalui pembedahan (melumpuhkan, mengikat, atau membungkus leher aneurisme dengan otot) biasanya dilakukan segera setelah kondisi pasien mengizinkannya, setelah ia mengalami pendarahan awal. 

Jika koreksi pembedahan sangat berisiko, jika aneurisme berada di lokasi berbahaya, atau jika bedah tertunda akibat vasospasma, penanganannya adalah sebagai berikut: 

  • istirahat di ranjang di lingkungan yang membuat rileks (jika tidak memungkinkan dilakukan pembedahan langsung, istirahat di ranjang bisa berlanjut selama 4 sampai 6 minggu) 
  • Hindari kopi, stimulan lain, dan aspirin 
  • Beri codeine atau analgesik lain seperlunya 
  • Hindari konstipasi, pelunak tinja sangat penting untuk mencegah agar pasien tidak mengejan dan mengalami pendarahan karenanya 
  • Beri hydralazine atau antihipertensif lain, jika pasien mengalami hipertensi 
  • Beri nimodipine untuk mengurangi vasospasma pembuluh serebral 
  • Beri kortikosteroid untuk mengurangi edema 
  • Beri phenytoin atau antikonvulsan lain 
  • Beri asam aminokaproik, sejenis inhibitor fibrinolitik, untuk meminimalkan risiko pendarahan kembali dengan menunda lisis gumpalan darah. 

Intervensi Asuhan Keperawatan 

  • Selama penanganan awal setelah terjadi hemoragi, buka dan jaga kepatenan jalan napas karena pasien bisa memerlukan oksigen suplemental. Posisikan pasien untuk membantu drainase pulmoner dan mencegah obstruksi jalan napas atas. Jika ia menggunakan intubasi, preoksigenasi dengan 100% oksigen sebelum melakukan pengisapan untuk membuang sekresi akan mencegah hipoksia dan vasodilasi akibat akumulasi karbon dioksida. 
  • Lakukan tindakan pencegahan untuk meminimalkan risiko pendarahan kembali dan menghindari kenaikan ICP. Tindakan pencegahan antara lain istirahat di ranjang dalam ruangan yang sepi dan gelap (jaga agar kepala ranjang datar atau di bawah 30 derajat), membatasi kunjungan, menghindari kafein, stimulan lain, dan aktivitas fisik yang boat, dan membatasi asupan cairan. Pastikan untuk menjelaskan pada pasien mengapa pernbatasan-pembatasan tersebut perlu. Seringkali balikkan tubuh pasien. Jika terjadi peningkatan ICP Minta ia bernapas yang dalam dan menggerakkan kakinya. 

  • Ingatkan pasien untuk menghindari semua aktivitas fisik yang tidak perlu, Bantu ia melakukan latihan jangkauan-pergerakan (range of motion - ROM) aktif  kecuali jika praktisi melarangnya. jika pasien mengalami paralisis, lakukan latihan ROM pasif secara teratur. 

  • Pantaulah secara intensif kadar gas darah arterial (arterial blood gas  - ABG), LOC, dan ranch vital, dan secara akurat ukurlah asupan dan output pasien. Hindari pengukuran suhu pasien secara rektal karena stimulasi saraf vagus bisa menyebabkan gagal jantung
  • Beri cairan dan pantau infusi I.V. untuk menghindari kenaikan ICP 
  • Lihat adakah tanda disfagia, yaitu suara berdeguk, batuk, sekresi pulmoner, menelan lambat, makanan tertahan, dan disfungsi saraf kranial (V, VII, IX, X, atau XII)
  • Mulailah mengevaluasi bicara pasien dan rekomendasikan keamanan maksimal selama memberi makan, misalnya pengaturan posisi, konsistensi makanan, dan strategi untuk rnenelan. Jika pasien berisiko mengalami aspirasi, masukkan pipa nasogastrik atau gastrik. 
  • Jika pasien bisa makan, beri makanan high-bulk padi, selada, dan buah-buahan untuk mencegah luka saat defekasi, yang bisa menaikan 1CP. 
  • Beri pelunak tinja atau laksatif ringan sesuai resep seperlunya. Langan memaksakan dengan memberi cairan. Lakukan program pembersihan usus berdasarkan kebiasaan sebelumnya. Jika pasien diberi steroid, periksa adakah darah di tinjanya.
  • Jika pasien mengalami pelemahan saraf kranial seperti gangguan penutupan pelupuk mata, V (gangguan sensasi), atau V11 (gangguan proses pengeluaran air mata), beri air mata artifisial atau salep oftalmik untuk meminimalkan kerusakan kornea. Pelindung mata oklusif yang terbuat dari logam juga bisa diperlukan. 
  • Beri sedatif pada pasien untuk membantu meminimalkan stres. Waspadai tanda oversedasi. Pasang palang samping ranjang untuk membantu melindunginya dari cedera. Jika memungkinkan, hindari menggunakan sabuk penahan karena bisa menyebabkan agitasi dan menaikkan ICP 
  • Beri antihipertensi jika perlu sesuai resep dokter. Secara seksama, pantau tekanan darah, dan waspadai perubahan signifikan apa pun, terutama kenaikan tekanan sistolik. Berhati-hatilah untuk tidak melakukan aktivitas yang bisa tiba-tiba menaikkan tekanan darah. 
  • Gunakan stoking antiembolisme atau rangkaian alat kompresi untuk mengurangi risiko DVT. 
  • Jika pasien tidak mampu berbicara, buatlah cara berkomunikasi yang sederhana, atau gunakan kartu atau papan tulis. Cobalah bercakap-cakap mengenai topik yang tidak akan membuatnya frustasi. Dorong keluarganya berbicara dengannya dengan nada yang normal, walaupun ia nampaknya tidak bisa merespons. 
  • Beri dukungan emosional pada pasien, dan libatkan keluarganya dalam perawatannya sesering mungkin. Dorong anggota keluarganya mengadopsi sikap yang realistis, namun tidak mengecilkan harapan.
  • Sebelum pasien diizinkan keluar dari fasilitas medis, jika perlu sarankan pasien mengunjugi perawat atau pusat rehabilitasi, dan ajari pasien dan keluarganya cara mengenali tanda pendarahan kembali. 


Referensi:

  1. Ji Y. Chong. 2020. Brain Aneurysms (Cerebral Aneurysms; Intracranial Aneurysms). Weill Cornell Medical College. MSD Manual
  2. Nursing. Seri Untuk Keunggulan Klinis (2011). Menafsirkan Tanda dan Gejala Penyakit. Jakarta: PT Indeks

Zul Hendry
Zul Hendry Dosen Program Studi Keperawatan di Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Yarsi Mataram