bR7izkJOiKy1QUHnlV5rpCDjiDlVyiP6q1XpDxAH
Bookmark

Askep ileus Obstruktif Sdki Slki Siki

Ileus obstruktif merupakan gangguan pada usus dimana terjadi penyumbatan atau obstruksi yang disebabkan oleh berbagai hal seperti adanya tumor, hernia atau perlekatan yang menyebabkan usus tidak dapat berfungsi secara normal. Pada tulisan ini, Repro Note akan merangkum mengenai konsep penyakit dan askep ileus obstruktif menggunakan pendekatan Sdki Slki dan Siki.

Askep ileus Obstruktif Sdki Slki Siki
Image by James Heilman, MD on wikimedia.org

Konsep Penyakit dan Askep Ileus Obstruktif

Pendahuluan

Ileus Obstruktif dapat berupa obstruksi mekanis atau fungsional baik dari usus kecil atau besar. Obstruksi terjadi ketika lumen usus tersumbat sebagian atau seluruhnya. 

Ileus obstruktif sering menyebabkan nyeri perut, mual, muntah, obstipasi, dan distensi. Hal ini terjadi karena terganggunya pergerakan normal produk yang dicerna sehingga terjadi penumpukan. 

Obstruksi usus biasanya lebih sering terjadi pada usus halus dibandingkan dengan usus besar dan merupakan indikasi paling sering dilakukannya pembedahan pada usus.

Obstruksi usus diklasifikasikan menjadi loop parsial, lengkap, atau tertutup. Obstruksi loop tertutup mengacu pada jenis obstruksi di usus kecil atau besar di mana terdapat obstruksi total di bagian distal dan proksimal di segmen usus tersebut.

Epidemiologi

Ileus obstruktif memiliki insiden yang sama pada pria dan wanita. Faktor utama yang mempengaruhi kejadian dan distribusi tergantung pada faktor risiko pasien, seperti operasi perut sebelumnya, kanker usus besar atau kanker metastatik, penyakit radang usus kronis, hernia inguinalis, radiasi, dan masuknya benda asing.

Prevalensi obstruksi usus halus diperkirakan sekitar 100-500 per 100.ribu populasi dan  5% terjadi pada pasien yang belum pernah menjalani operasi perut sebelumnya. Tidak ada kecenderungan ras untuk obstruksi usus.

Tingkat kematian pada pasien dengan obstruksi usus halus adalah sekitar 4 per 100.000 dan dapat mencapai 600 per 100.000 jika mengalami iskemia usus atau jika operasi ditunda.

Terkait usia, Insiden obstruksi usus meningkat seiring bertambahnya usia dengan usia rata-rata saat diagnosis adalah 64 tahun. Insiden obstruksi usus pada bayi baru lahir adalah 1 dari 2000 kelahiran hidup. Sedangkan insiden obstruksi usus pada anak setelah 2 tahun pertama kehidupan adalah 1 dari 5000.

Mayoritas kasus obstruksi usus dilaporkan di Afrika dengan kejadian 12 per 100.000 per tahun. Insidensi di AS dan Inggris lebih jarang dengan insiden masing-masing 1,47 per 100.000 per tahun dan 1,7 per 100.000 per tahun.

Etiologi

Terdapat berbagai faktor penyebab potensial dari obstruksi usus kecil dan usus besar yang diklasifikasikan menjadi penyebab ekstrinsik, intrinsik, atau intraluminal. Penyebab paling umum dari ileus obstruktif pada usus kecil (SBO) di negara industri adalah dari sumber ekstrinsik, dimana penyebab paling umum adalah perlengketan pasca operasi. 

Secara signifikan adhesi atau perlengketan dapat menyebabkan kerutan pada usus yang menyebabkan obstruksi. Diperkirakan setidaknya dua pertiga pasien dengan riwayat operasi perut mengalami perlengketan. 

Penyebab ekstrinsik yang paling umum dari ileus obstruktif lainnya adalah kanker, yang menyebabkan kompresi usus kecil dan menyebabkan obstruksi. 

Penyebab ekstrinsik yang agak jarang tetapi umum terjadi adalah hernia inguinalis dan umbilikalis. Hernia yang tidak diobati atau bergejala pada akhirnya dapat menjadi tertekuk saat usus kecil menonjol melalui dinding perut dan terperangkap di dalam kantong hernia.

Hernia yang tidak teridentifikasi atau tidak dapat direduksi dapat berkembang menjadi obstruksi usus dan dianggap sebagai keadaan darurat bedah dengan usus yang tercekik atau inkarserata dan menjadi iskemik. 

Penyebab lain dari ileus obstruktif usus kecil (SBO) adalah penyakit intrinsik, yang dapat menyebabkan timbulnya penebalan dinding usus. Dinding usus perlahan menjadi terganggu dan membentuk striktur. Penyakit Crohn adalah penyebab paling umum dari striktur usus pada orang dewasa. 

Penyebab intraluminal pada ileus obstruktif usus kecil sangat jarang. Dimana kondisi ini terjadi ketika ada benda asing yang tertelan yang menyebabkan impaksi di dalam lumen usus atau mengarah ke katup ileocecal lalu menyumbat dan membentuk penghalang ke usus besar. 

Sedangkan penyebab ileus obstruktif pada usus besar (LBO) adalah karsinoma kolon dan volvulus. Sekitar 60% Ileus obstruktif pada usus besar mekanik disebabkan oleh keganasan, 20% disebabkan oleh penyakit divertikular, dan 5% akibat volvulus kolon. 

Penyebab paling umum dari obstruksi usus besar orang dewasa adalah sebagai berikut:

  • Neoplasma, baik jinak atau ganas.
  • Striktur (divertikular atau iskemik)
  • Volvulus (kolon, sigmoid, cecal)
  • Intususepsi, biasanya dengan kelainan anatomi yang dapat diidentifikasi pada orang dewasa tetapi tidak pada anak-anak
  • Impaksi atau obstipasi

Patofisiologi

Secara fisiologis fungsi usus kecil adalah melakukan proses pencernaan makanan dan penyerapan nutrisi. Sedangkan usus besar memproses makanan pada tahap selanjutnya dan bertanggung jawab untuk sintesis vitamin, penyerapan air, dan pemecahan bilirubin.

Setiap mekanisme obstruktif akan menghalangi komponen fisiologis ini. Adanya Obstruksi akan menyebabkan dilatasi proksimal usus ke titik transisi dan kolaps distal. Hasil dari penyumbatan sebagian atau seluruh produk yang dicerna selama ileus obstruktif adalah terjadinya emesis. 

Emesis yang berkelanjutan dapat menyebabkan defisit cairan dan kelainan elektrolit. Saat kondisi tidak ditangani dan memburuk, akan menyebabkan terbentuk edema dinding usus. 

Komplikasi obstruksi usus yang serius dan mengancam jiwa adalah strangulasi. Strangulasi lebih sering terlihat pada ileus obstruktif loop tertutup. Jika usus yang tercekik tidak segera ditangani menimbulkan iskemik dan terjadi infark jaringan. Infark jaringan berkembang menjadi nekrosis usus, perforasi, dan sepsis atau syok septik.

Tanda dan Gejala

Tanda dan gejala ileus obstruktif meliputi nyeri perut kolik, mual, muntah, perut kembung, berhentinya flatus dan obstipasi. Kemunculan dan keparahan gejala bervariasi berdasarkan derajat obstruksi dan lokasi anatominya. 

Ileus Obstruktif usus halus

Gejala klasik berupa mual, muntah, nyeri perut, dan konstipasi. Nyeri perut yang terjadi pada pasien dengan ileus obstruktif usus halus sering digambarkan sebagai kram dengan periode intermiten. 

Tanpa pengobatan, nyeri perut dapat meningkat akibat perforasi usus dan iskemia. Oleh karena itu, jika memiliki kecurigaan klinis terhadap kondisi tersebut sangat penting untuk segera diidentifikasi dan intervensi dini. 

Selain itu, gambaran klinis pasien bervariasi dan tidak ada satu gejala klinis yang menjadi penanda khas. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa tidak adanya flatus atau feses dan muntah adalah gejala yang paling sering muncul, dengan ketidaknyamanan atau distensi perut sebagai temuan pemeriksaan fisik yang paling sering. 

Penelitian lain menunjukkan bahwa nyeri perut merupakan gejala yang paling sering muncul pada sebagian besar pasien yang mengalami ileus obstruktif usus halus.

Beberapa tanda dan gejala yang terkait dengan ileus obstruktif pada usus halus antara lain:

  • Mual / muntah (60-80%)
  • Konstipasi atau tidak adanya flatus (80-90%)
  • Distensi perut (60%)
  • Demam dan takikardi,  mungkin berhubungan dengan terjadinya strangulasi
  • Riwayat operasi perut atau panggul sebelumnya, terapi radiasi, atau keduanya

Ileus Obstruktif Usus Besar

Riwayat buang air besar, flatus, obstipasi, dan gejala terkait harus harus dikaji. Keluhan yang sering muncul pada pasien dengan ileus obstruktif usus besar antara lain:

  • Distensi Abdomen
  • Mual dan muntah
  • Nyeri dan Kram perut 

Gejala lain yang mungkin signifikan secara diagnostik adalah sebagai berikut:

  • Gejala yang tiba-tiba muncul menunjukkan kejadian obstruktif akut
  • Konstipasi kronis dan mengejan saat buang air besar menunjukkan divertikulitis atau karsinoma.
  • Perubahan diameter tinja
  • Nyeri perut kuadran kiri bawah berulang selama beberapa tahun 

Penilaian gejala harus berusaha membedakan hal-hal berikut:

  • Obstruksi total vs obstruksi parsial vs ileus obstruktif usus halus
  • Riwayat perkembangan lesi kolon
  • Obstruksi sekunder akibat intususepsi
  • Obstruksi sekunder akibat pseudo-obstruksi kolon akut (ACPO), atau sindrom Ogilvie

Selain pemeriksaan fisik lengkap, beberapa pemeriksaan fisik fokus yang penting dilakukan antara lain:

  • Abdomen (inspeksi, auskultasi, perkusi, dan palpasi): Evaluasi bising usus, nyeri tekan, kekakuan, dan adanya massa atau distensi.
  • Daerah inguinal dan femoralis : Mencari kemungkinan hernia inkarserata
  • Rektum : Kaji patensi anus (pada neonatus), isi rongga anus, dan konsistensi feses.

Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan Laboratorium

Pemeriksaan laboratorium pada pasien dengan dugaan ileus obstruktif mencakup hitung darah lengkap, metabolik, dan kadar laktat serum. Alkalosis metabolik hipokalemik, hipokloremik dapat ditemukan pada pasien dengan emesis. 

Peningkatan kadar nitrogen urea darah (BUN), dan hematokrit menunjukkan dehidrasi. Jumlah leukosit dapat meningkat jika bakteri usus masuk ke aliran darah atau jika terjadi perforasi usus. 

Adanya asidosis metabolik, terutama pada pasien dengan peningkatan kadar laktat serum dapat menandakan iskemia usus.

Radiografi

Pada sebagian besar pasien dengan ileus obstruktif usus halus, radiografi perut dapat menunjukkan pelebaran beberapa lengkung usus dan dapat menunjukkan tingkat udara-cairan dalam distribusi stepladder. 

Radiografi dapat mendiagnosis obstruksi usus pada sekitar 60% kasus secara akurat dan dapat dengan cepat menentukan apakah perforasi usus telah terjadi 

CT Scan

American College of Radiology merekomendasikan computed tomography (CT) sebagai modalitas pencitraan awal untuk evaluasi obstruksi usus pada pasien dengan kecurigaan klinis yang tinggi. 

CT kontras intravena perut dan panggul direkomendasikan untuk pasien dengan dugaan obstruksi berdasarkan gejala klinis atau foto polos. Temuan klasik pada pasien dengan obstruksi usus akut yaitu dilatasi saluran pencernaan proksimal ke lokasi obstruksi dengan dekompresi distal.

CT Scan dapat mengungkapkan titik transisi dan mengidentifikasi penyebab ileus obstruktif usus yang terjadi, yang membantu dalam perencanaan pembedahan. Penebalan dinding usus dan aliran media kontras yang buruk ke bagian usus menunjukkan iskemia, sedangkan pneumatosis intestinalis, pneumoperitoneum, dan penumpukan lemak mesenterika menunjukkan nekrosis dan perforasi.

Fluoroskopi 

Pemeriksaan fluoroskopi dapat membantu dalam diagnosis ileus obstruktif pada usus halus parsial pada pasien yang stabil secara klinis, terutama pada mereka dengan obstruksi intermiten atau ringan.

USG

Pada pasien dengan obstruksi usus parah, evaluasi ultrasound pada perut secara historis memiliki sensitivitas diagnostik mendekati 85%. Namun, pada orang dewasa, gas intraluminal dan habitus tubuh khas pasien secara signifikan mengaburkan gambar.

USG dapat digunakan dalam evaluasi awal pasien dengan hemodinamik tidak stabil dengan presentasi klinis yang ambigu, atau pada pasien yang harus menghindari paparan radiasi seperti pada wanita hamil.

MRI

MRI lebih unggul daripada CT dalam evaluasi obstruksi usus. Namun, karena biayanya yang tinggi dan keahlian teknis serta waktu yang diperlukan untuk melakukan pemeriksaan, MRI menjadi modalitas pencitraan investigasi atau tambahan pada sebagian besar pasien dengan obstruksi usus akut.

Penatalaksanaan

Manajemen awal harus selalu mencakup penilaian jalan napas, pernapasan, dan sirkulasi pasien. Jika resusitasi diperlukan, itu harus dilakukan dengan saline isotonik dan penggantian elektrolit. 

Foley Kateter dipasang untuk memantau haluaran urin pasien jika pasien tidak stabil atau septik. Pemasangan nasogastric tube (NGT) akan memungkinkan dekompresi usus untuk mengurangi distensi proksimal obstruksi. Pemasangan selang nasogastrik juga akan membantu mengontrol emesis, memungkinkan penilaian asupan dan haluaran yang akurat, dan menurunkan risiko aspirasi.

Penatalaksanaan juga bergantung pada etiologi dan tingkat keparahan obstruksi. Pasien yang stabil dengan obstruksi parsial atau tingkat rendah biasanya bisa sembuh dengan dekompresi selang nasogastrik dan tindakan suportif. 

Pasien yang datang dengan hernia yang dapat direduksi memerlukan intervensi bedah untuk mencegah kekambuhan di masa depan. Hernia yang tidak dapat direduksi atau strangulasi memerlukan intervensi bedah darurat. 

Obstruksi total atau tingkat tinggi sering memerlukan intervensi bedah darurat atau darurat karena risiko iskemia meningkat. Keadaan penyakit kronis seperti penyakit Crohn dan keganasan membutuhkan tindakan suportif awal dan manajemen yang lebih lama. 

Asuhan Keperawatan

Diagnosa, Luaran, dan Intervensi Keperawatan Sdki Slki Siki

1. Konstipasi (Sdki D.0049)

Luaran: Eliminasi Fekal Membaik (Slki L.03033)

Kriteria Hasil:

  • Kontrol pengeluaran feses meningkat
  • Keluhan defekasi lama dan sulit menurun
  • Mengejan saat defekasi menurun
  • Konsistensi feses membaik
  • Frekuensi BAB membaik
  • Peristaltik usus membaik

Intervensi Keperawatan: 

a. Manajemen Eliminasi Fekal (Siki I.04151)

   Observasi

  • Identifikasi masalah usus dan penggunaan obat pencahar
  • Identifikasi pengobatan yang berefek pada kondisi gastrointestinal
  • Monitor buang air besar (mis: warna, frekuensi, konsistensi, volume)
  • Monitor tanda dan gejala diare, konstipasi, atau impaksi

   Terapeutik

  • Berikan air hangat setelah makan
  • Jadwalkan waktu defekasi Bersama pasien
  • Sediakan makanan tinggi serat

   Edukasi

  • Jelaskan jenis makanan yang membantu meningkatkan keteraturan peristaltik usus
  • Anjurkan mencatat warna, frekuensi, konsistensi, volume feses
  • Anjurkan meningkatkan aktivitas fisik, sesuai toleransi
  • Anjurkan pengurangan asupan makanan yang meningkatkan pembentukan gas
  • Anjurkan mengkonsumsi makanan yang mengandung tinggi serat
  • Anjurkan meningkatkan asupan cairan, jika tidak ada kontraindikasi

   Kolaborasi

  • Kolaborasi pemberian obat supositoria anal, jika perlu

b. Manajemen Konstipasi (Siki I.04155)

   Observasi

  • Periksa tanda dan gejala konstipasi
  • Periksa pergerakan usus, karakteristik feses (konsistensi, bentuk, volume,  dan warna)
  • Identifikasi faktor risiko konstipasi (mis: obat-obatan, tirah baring, dan diet rendah serat
  • Monitor tanda dan gejala rupture usus dan/atau peritonitis

   Terapeutik

  • Anjurkan diet tinggi serat
  • Lakukan masase abdomen, jika perlu
  • Lakukan evaluasi feses secara manual, jika perlu
  • Berikan enema atau irigasi, jika perlu

   Edukasi

  • Jelaskan etiologi masalah dan alasan Tindakan
  • Anjurkan peningkatan asupan cairan, jika tidak ada kontraindikasi
  • Latih buang air besar secara teratur
  • Ajarkan cara mengatasi konstipasi/impaksi

   Kolaborasi

  • Konsultasi dengan tim medis tentang penurunan/peningkatan frekuensi suara usus
  • Kolaborasi penggunaan obat pencahar, jika perlu

2. Nyeri Akut (Sdki D.0077)

Luaran: Tingkat Nyeri Menurun (Slki L.08066)

Kriteria Hasil : 

  • Keluhan nyeri menurun
  • Meringis menurun
  • Sikap protektif menurun
  • Gelisah menurun
  • Kesulitan tidur menurun
  • Frekuensi nadi membaik

Intervensi Keperawatan:

a. Manajemen Nyeri (Siki I.08238)

   Observasi

  • Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas, intensitas nyeri
  • Identifikasi skala nyeri
  • Idenfitikasi respon nyeri non verbal
  • Identifikasi faktor yang memperberat dan memperingan nyeri
  • Identifikasi pengetahuan dan keyakinan tentang nyeri
  • Identifikasi pengaruh budaya terhadap respon nyeri
  • Identifikasi pengaruh nyeri pada kualitas hidup
  • Monitor keberhasilan terapi komplementer yang sudah diberikan
  • Monitor efek samping penggunaan analgetik

   Terapeutik

  • Berikan Teknik non farmakologis untuk mengurangi nyeri (mis: TENS, hypnosis, akupresur, terapi music, biofeedback, terapi pijat, aromaterapi, Teknik imajinasi terbimbing, kompres hangat/dingin, terapi bermain)
  • Kontrol lingkungan yang memperberat rasa nyeri (mis: suhu ruangan, pencahayaan, kebisingan)
  • Fasilitasi istirahat dan tidur
  • Pertimbangkan jenis dan sumber nyeri dalam pemilihan strategi meredakan nyeri

   Edukasi

  • Jelaskan penyebab, periode, dan pemicu nyeri
  • Jelaskan strategi meredakan nyeri
  • Anjurkan memonitor nyeri secara mandiri
  • Anjurkan menggunakan analgesik secara tepat
  • Ajarkan Teknik farmakologis untuk mengurangi nyeri

   Kolaborasi

  • Kolaborasi pemberian analgetik, jika perlu

b. Pemberian Analgesik (I.08243)

   Observasi

  • Identifikasi karakteristik nyeri (mis: pencetus, pereda, kualitas, lokasi, intensitas, frekuensi, durasi)
  • Identifikasi Riwayat alergi obat
  • Identifikasi kesesuaian jenis analgesik (mis: narkotika, non-narkotik, atau NSAID) dengan tingkat keparahan nyeri
  • Monitor tanda-tanda vital sebelum dan sesudah pemberian analgesik
  • Monitor efektivitas analgesik

   Terapeutik

  • Diskusikan jenis analgesik yang disukai untuk mencapai analgesia optimal, jika perlu
  • Pertimbangkan penggunaan infus kontinu, atau bolus opioid untuk mempertahankan kadar dalam serum
  • Tetapkan target efektivitas analgesik untuk mengoptimalkan respons pasien
  • Dokumentasikan respons terhadap efek analgesik dan efek yang tidak diinginkan

   Edukasi

  • Jelaskan efek terapi dan efek samping obat

   Kolaborasi

  • Kolaborasi pemberian dosis dan jenis analgesik, sesuai indikasi

3. Nausea (Sdki D.0076)

Luaran: Tingkat Nausea menurun (Slki L.08065)

Kriteria Hasil : 

  • Keluhan mual menurun
  • Perasaan ingin muntah menurun
  • Sensasi panas menurun
  • Diaforesis dan jumlah saliva menurun
  • Pucat dan Takikardi menurun

Intervensi Keperawatan:

a. Manajemen mual (Siki I.03117)

   Observasi

  • Identifikasi pengalaman mual
  • Identifikasi isyarat nonverbal ketidaknyamanan (mis: bayi, anak-anak, dan mereka yang tidak dapat berkomunikasi secara efektif)
  • Identifikasi dampak mual terhadap kualitas hidup (mis: nafsu makan, aktivitas, kinerja, tanggung jawab peran, dan tidur)
  • Identifikasi faktor penyebab mual (mis: pengobatan dan prosedur)
  • Identifikasi antiemetik untuk mencegah mual (kecuali mual pada kehamilan)
  • Monitor mual (mis: frekuensi, durasi, dan tingkat keparahan)

   Terapeutik

  • Kendalikan faktor lingkungan penyebab mual (mis: bau tidak sedap, suara, dan rangsangan visual yang tidak menyenangkan)
  • Kurangi atau hilangkan keadaan penyebab mual (mis: kecemasan, ketakutan, kelelahan)
  • Berikan makanan dalam jumlah kecil dan menarik
  • Berikan makanan dingin, cairan bening, tidak berbau, dan tidak berwarna, jika perlu

   Edukasi

  • Anjurkan istirahat dan tidur yang cukup
  • Anjurkan sering membersihkan mulut, kecuali jika merangsang mual
  • Anjurkan makanan tinggi karbohidrat, dan rendah lemak
  • Ajarkan penggunaan teknik non farmakologis untuk mengatasi mual (mis: biofeedback, hipnosis, relaksasi, terapi musik, akupresur)

   Kolaborasi

  • Kolaborasi pemberian obat antiemetik, jika perlu

b. Manajemen Muntah (Siki I.03118)

   Observasi

  • Identifikasi pengalaman muntah
  • Identifikasi isyarat nonverbal ketidaknyamanan (mis: bayi, anak-anak, dan mereka yang tidak dapat berkomunikasi secara efektif)
  • Identifikasi dampak muntah terhadap kualitas hidup (mis: nafsu makan, aktivitas, kinerja, tanggung jawab peran, dan tidur)
  • Identifikasi faktor penyebab muntah (mis: pengobatan dan prosedur)
  • Identifikasi antiemetik untuk mencegah muntah (kecuali muntah pada kehamilan)
  • Monitor muntah (mis: frekuensi, durasi, dan tingkat keparahan)

   Terapeutik

  • Kontrol lingkungan penyebab muntah (mis: bau tidak sedap, suara, dan stimulasi visual yang tidak menyenangkan)
  • Kurangi atau hilangkan keadaan penyebab muntah (mis: kecemasan, ketakutan)
  • Atur posisi untuk mencegah aspirasi
  • Pertahankan kepatenan jalan napas
  • Bersihkan mulut dan hidung
  • Berikan dukungan fisik saat muntah (mis: membantu membungkuk atau menundukkan kepala)
  • Berikan kenyamanan selama muntah (mis: kompres dingin di dahi, atau sediakan pakaian kering dan bersih)
  • Berikan cairan yang tidak mengandung karbonasi minimal 30 menit setelah muntah

   Edukasi

  • Anjurkan membawa kantong plastik untuk menampung muntah
  • Anjurkan memperbanyak istirahat
  • Ajarkan penggunaan Teknik non farmakologis untuk mengelola muntah (mis: biofeedback, hipnosis, relaksasi, terapi musik, akupresur)

   Kolaborasi

  • Kolaborasi pemberian obat antiemetik, jika perlu

4. Resiko defisit nutrisi (Sdki D.0032)

Luaran : Status Nutrisi Membaik (Slki L.03030)

Kriteria Hasil:

  • Porsi makan yang dihabiskan meningkat
  • Berat badan membaik
  • Indeks massa tubuh (IMT) membaik

Intervensi Keperawatan:

a. Manajemen Gangguan Makan (I.03111)

   Observasi

  • Monitor asupan dan keluarnya makanan dan cairan serta kebutuhan kalori

   Terapeutik

  • Timbang berat badan secara rutin
  • Diskusikan perilaku makan dan jumlah aktivitas fisik (termasuk olahraga) yang sesuai
  • Lakukan kontrak perilaku (mis: target berat badan, tanggungjawab perilaku)
  • Damping ke kamar mandi untuk pengamatan perilaku memuntahkan Kembali makanan
  • Berikan penguatan positif terhadap keberhasilan target dan perubahan perilaku
  • Berikan konsekuensi jika tidak mencapai target sesuai kontrak
  • Rencanakan program pengobatan untuk perawatan di rumah (mis: medis, konseling)

   Edukasi

  • Anjurkan membuat catatan harian tentang perasaan dan situasi pemicu pengeluaran makanan (mis: pengeluaran yang disengaja, muntah, aktivitas berlebihan)
  • Ajarkan pengaturan diet yang tepat
  • Ajarkan keterampilan koping untuk penyelesaian masalah perilaku makan

   Kolaborasi

  • Kolaborasi dengan ahli gizi tentang target berat badan, kebutuhan kalori dan pilihan makanan

b. Manajemen Nutrisi (I.03119)

   Observasi

  • Identifikasi status nutrisi
  • Identifikasi alergi dan intoleransi makanan
  • Identifikasi makanan yang disukai
  • Identifikasi kebutuhan kalori dan jenis nutrien
  • Identifikasi perlunya penggunaan selang nasogastrik
  • Monitor asupan makanan
  • Monitor berat badan
  • Monitor hasil pemeriksaan laboratorium

   Terapeutik

  • Lakukan oral hygiene sebelum makan, jika perlu
  • Fasilitasi menentukan pedoman diet (mis: piramida makanan)
  • Sajikan makanan secara menarik dan suhu yang sesuai
  • Berikan makanan tinggi serat untuk mencegah konstipasi
  • Berikan makanan tinggi kalori dan tinggi protein
  • Berikan suplemen makanan, jika perlu
  • Hentikan pemberian makan melalui selang nasogastik jika asupan oral dapat ditoleransi

   Edukasi

  • Ajarkan posisi duduk, jika mampu
  • Ajarkan diet yang diprogramkan

   Kolaborasi

  • Kolaborasi pemberian medikasi sebelum makan (mis: Pereda nyeri, antiemetik), jika perlu
  • Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah kalori dan jenis nutrien yang dibutuhkan, jika perlu 

Referensi:

  1. Catena F, et.al. 2019. Bowel Obstruction: A narrative Review For All Physicians. World J Emerg Surg. Apr 29;14:20. 
  2. Christy Hopkins MD. 2017. Large Bowel Obstruction. Med Scape Emedicine. 
  3. Patrick Jackson MD & Mariana V.C. MD. Intestinal Obstruction:Evaluation and Management. American Family Physician. 98(6):362-367.
  4. Smith DA, et.al. 2022. Bowel Obstruction. Treasure Island (FL): Stat Pearls Publishing
  5. PPNI, 2017.  Standart Diagnosis Keperawatan Indonesia (SDKI) edisi 1 cetakan II. DPP PPNI. Jakarta
  6. PPNI, 2018.  Standart Intervensi Keperawatan Indonesia edisi (SIKI) 1 cetakan II. DPP PPNI. Jakarta
  7. PPNI, 2019.  Standart  Luaran Keperawatan Indonesia (SLKI) edisi 1 cetakan II. DPP PPNI. Jakarta