Widget HTML #1

Askep Insufisiensi Adrenal, Intervensi

Kelenjar adrenal menghasilkan hormon yang diperlukan untuk fungsi tubuh yang normal. Kondisi kekurangan hormon ini disebut insufisiensi adrenal, dimana kondisi ini dapat muncul dalam spektrum mulai dari gejala ringan hingga syok yang mengancam jiwa. Pada artikel singkat ini, Repro Note akan mengulas mengenai  konsep medik dan Asuhan Keperawatan (Askep) Insufisiensi adrenal.

Ulasan ini akan mencakup mulai dari definisi, Identifikasi penyebab atau etiologi, tanda dan gejala, Garis besar evaluasi diagnostik, penatalaksanaan medik, dan intervensi asuhan keperawatan atau askep insufisiensi adrenal.

Askep Insufisiensi Adrenal, Intervensi
Gambar: wikimedia.org

Konsep Medik dan Askep Insufisiensi Adrenal

Definisi

Insufisiensi adrenal adalah gangguan yang terjadi ketika kelenjar adrenal tidak menghasilkan mineralokortikoid dalam jumlah yang cukup. Kelenjar adrenal ini terletak diatas ginjal. Hipofungsi atau insufisiensi bisa bersifat primer, sekunder, atau tersier. 

Ketidak cukupan sekresi mineralokortikoid dan glukokortikoid oleh kelenjar adrenal dapat mempengaruhi kemampuan tubuh untuk merespon stres dan mempertahankan fungsi penting kehidupan lainnya.

Dengan pengobatan dan askep insufisiensi adrenal yang baik, sebagian besar pasien dapat menjalani kehidupan yang normal dan baik.

Kelenjar adrenal terdiri dari dua bagian, yaitu korteks dan medula. Korteks bertanggung jawab untuk memproduksi glukokortikoid, mineralokortikoid, dan androgen. Kerusakan atau disfungsi korteks adrenal terutama menyebabkan defisiensi glukokortikoid dan mineralokortikoid. Insufisiensi adrenal primer juga dikenal sebagai adrenalitis autoimun atau penyakit Addison.

Penyakit ini dapat diklasifikasikan sesuai penyebab menjadi penyebab primer, sekunder, dan tersier. Insufisiensi adrenal primer terjadi ketika ada mekanisme  patologi yang mempengaruhi kelenjar adrenal itu sendiri. Insufisiensi sekunder terjadi akibat penurunan kadar hormon adrenokortikotropin (ACTH) yang dilepaskan dari kelenjar hipofisis, dan insufisiensi  tersier disebabkan oleh penurunan kadar hormon CRH yang dilepaskan dari hipotalamus.

Perbedaan penting pada pasien adalah adanya defisiensi mineralokortikoid. Pasien dengan insufisiensi sekunder atau tersier biasanya akan mempertahankan fungsi mineralokortikoid karena sistem umpan balik yang terpisah. Kadar mineralokortikoid diatur oleh sistem renin-angiotensin yang tidak bergantung pada sinyal hipotalamus atau hipofisis.

Penyebab

Penyebab insufusiensi adrenal primer, sekunder, dan tersier berbeda-beda.

Insufisiensi Primer atau Penyakit addison

Kerusakan kelenjar adrenal pada penyakit addison biasanya disebabkan oleh penyakit auto imun. Di negara maju, penyakit autoimun menyebakan 8-9 dari 10 kasus penyakit addison.

Beberapa penyebab lain seperti TBC, kanker pada kelenjar adrenal, perdarahan kelenjar adrenal, kelainan genetik, dan  obat-obatan tertentu seperti obat anti jamur.

Insufisiensi Sekunder

  • Penyakit auto imun
  • Tumor Hipofisis
  • Perdarahan di hipofisis
  • Operasi pengangkatan hipofisis untuk memperbaiki kondisi lain
  • Penyakit lain yang mempengaruhi kelenjar hipofisis
  • Cedera otak traumatis

Insufisiensi tersier

Penyebab paling umum dari insufisiensi tersier adalah tiba-tiba menghentikan kortikosteroid setelah meminumnya dalam jangka waktu lama. Dosis resep kortikosteroid dapat menyebabkan kadar kortisol dalam darah lebih tinggi dari normal.

Kadar kortisol yang tinggi akan menyebabkan hipotalamus memproduksi CRH lebih sedikit. Berkurangnya CRH akan menyebakan berkurangnya ACTH, yang pada akhirnya menyebabkan kelenjar adrenal berhenti memproduksi kortisol.

Insufisiensi tersier juga dapat terjadi setelah sindrom Cushing sembuh. Sindrom chusing adalah kelainan hormonal yang disebabkan oleh tingginya kadar kortisol dalam darah dalam jangka waktu yang lama.

Terkadang, sindroma chussing disebabkan oleh tumor non kanker di kelenjar pituitari. Setelah tumor diangkat melalui pembedahan, sumber kelebihan ACTH atau kortisol tiba-tiba hilang dan kelenjar adrenal mungkin mulai bekerja kembali secara lambat.

Tanda dan Gejala

Gejala insufisiensi adrenal yang paling umum adalah:

  • Kelelahan kronis yang berlangsung dalam jangka panjang
  • Kelemahan otot
  • Kehilangan selera makan
  • Penurunan berat badan
  • Sakit perut

Gejala lain yang bisa muncul antara lain:

  • Mual, muntah dan atau diare
  • Tekanan dara rendah yang bisa menyebabkan pusing sampai pingsan
  • Cepat marah dan depresi
  • Sangat menyukai dan mendambakan makanan asin
  • Hipoglikemia atau kadar gula darah yang rendah
  • Periode menstruasi tidak teratur bahkan tidak mengalami menstruasi

Pada orang dengan penyakit addison mungkin juga mengalami penggelapan pada kulit mereka. Penggelapan paling terlihat pada bekas luka, lipatan kulit, titik tekan seperti siku, lutut, dan buku jari.

Patofisiologi

Patofisiologi insufisiensi adrenal tergantung pada etiologi atau penyebab. Pada sebagian besar bentuk insufisiensi autoimun (primer), pasien memiliki antibodi yang menyerang berbagai enzim di korteks adrenal. Berbagai faktor genetik telah diidentifikasi yang berperan dalam mengembangkan insufisiensi primer atau adrenalitis autoimun, seperti Major Histocompatibility Complex (MHC)  DR3-DQ2 dan DR4-DQ8.

Insufisiensi adrenal sekunder mengacu pada penurunan stimulasi hormon adrenokortikotropik (ACTH) dari korteks adrenal dan  tidak mempengaruhi kadar aldosteron. Cedera otak traumatis (TBI) dan panhypopituitarism.

Insufisiensi tersier mengacu pada penurunan stimulasi hipotalamus hipofisis untuk mensekresi ACTH. Pemberian steroid eksogen adalah penyebab paling umum dari insufisiensi adrenal tersier. Pembedahan untuk memperbaiki penyakit Cushing juga dapat menyebabkan insufisiensi tersier.

Bentuk lain dari insufisiensi adrenal biasanya berhubungan dengan destruksi oleh agen infeksi atau infiltrasi oleh sel-sel ganas yang bermetastasis. Infark hemoragik terjadi karena sepsis akibat  organisme tertentu seperti spesies Neisseria, tuberkulosis, infeksi jamur, spesies Streptococcus, spesies Staphylococcus  atau trombosis vena adrenal. Kematian terkait dengan insufisiensi adrenal biasanya syok septik, hipotensi, atau aritmia jantung.

Pemeriksaan diagnostik

Tes Stimulasi ACTH

Tes stimulasi ACTH merupakan tes yang paling sering digunakan untuk mendiagnosis insufisiensi adrenal. Dalam tes ini, akan disuntikan ACTH intra vena kemudian diambil sampel darah 30-60 menit setelah penyuntikan. Kemudian akan dilakukan pengukuran kadar kortisol.

Respon normal dari penyuntikan ACTH adalah peningkatan kadar kortisol darah. Namun Pada orang dengan penyakit addison atau orang yang mengalami insufisiensi adrenal peningkatan kadar kortisol darah pasca penyuntikan sangat rendah.

Kelemahan tes Tes stimulasi ACTH adalah hasilnya mungkin tidak akurat pada orang yang mengalami insufisiensi adrenal sekunder dalam waktu singkat atau baru terjadi, karena kelenjar adrenalnya belum menyusut dan masih dapat merespon ACTH.

Tes Toleransi Insulin

Jika tes ACTH tidak jelas, maka yang perlu dicurigai adalah adanya masalah pada kelenjar hipofisis. Maka tahap selanjutnya yang bisa dilakukan adalah tes toleransi Insulin (ITT). Suntikan insulin akan menurunkan kadar glukosa darah dan menjadi hipoglikemi.

Hipoglikemi akan menyebabkan stress fisik, yang bisasanya akan memicu hipofisis untuk membuat lebih banyak ACTH dan pada akhirnya memicu peningkatan kortisol. Setelah 2 jam, akan dilakukan pengambilan darah sampel. 

Jika kadar kortisol tetap rendah, hipofisis tidak akan menghasilkan ACTH yang cukup, sehingga produksi kortisol juga tidak meningkat. Tes toleransi insulin merupakan tes yang paling handal untuk mendiagnosis insufisiensi adrenal sekunder.

Tes Stimulasi CRH

Tes stimulasi CRH adalah pilihan lain untuk membantu mengidentifikasi insufisiensi sekunder jika hasil tes stimulasi ACTH tidak jelas. Tes ini juga bisa membantu mengidentifikasi insufisiensi sekunder dengan insufusiensi tersier.

Prinsip kerja tes simulasi CRH adalah memberikan suntikan CRH IV dan mengambil sampel darah setelah waktu 30, 60,90 dan 120 menit setelah suntikan, kemudian dilakukan pengukuran ACTH. Jika hipofisis rusak, ACTH tidak akan terbentuk sebagai respon daro CRH. Hasil ini menunjukan adanya insufisiensi sekunder. Sedangkan kenaikan kadar ACTH yang lambat menunjukan insufisiensi adrenal tersier. 

Setelah jenis insufisiensi adrenal dapat teridentifikasi, maka dapat digunakan tes darah dan pencitraan untuk mengidentifikasi penyebab pasti timbulnya insufisiensi. Hal ini dilakukan dengan pemeriksaan:

  • Tes Darah Antibodi
  • CT Scan
  • Tes TBC
  • MRI

Pengobatan

  • Pemberian kortison atau hidrokortison oral untuk mengganti kortisol, biasanya pemberian dilakukan seumur hidup.
  • Perawatan untuk krisis adrenal adalah pemberian segera suntikan kortikosteroid dan larutan garam dengan tambahan dextrose. ertama-tama, bolus hidrokortison 100 mg diberikan secara Intra Vena.
  • Diikuti dengan dosis 50 sampai 100 mg yang diberikan secara Intra Muscular atau dicairkan dengan dekstrosa dalam larutan garam normal dan diberikan secara Intra Vena sampai kondisi pasien stabil
  • Hidrokortison sampai 300 mg/hari dan larutan garam normal 3 sampai 5 L yang diberikan secara Intra Vena dibutuhkan selama pasien menderita krisis adrenal stadium akut.
  • Pertahankan dosis hidrokortison setelah pasien menderita krisis adrenal.

Intervensi Asuhan Keperawatan (Askep) Insufisiensi Adrenal

Intervensi Askep Insufisiensi Adrenal yang bisa dilaksanakan antara lain:

  • Jika pasien mengalami krisis adrenal, pantau tanda vital secara saksama, terutama hipotensi, penipisan volume, dan tanda syok lainnya seperti tingkat kesadaran dan kadar output urin turun. Lihat apakah pasien mengalami hiperkalemia sebelum penanganan dan hipo-kalemia setelah penanganan.
  • Secara periodik, periksa kadar glukosa darah pada pasien yang menderita diabetes karena penggantian steroid bisa membutuhkan penyesuaian dosis insulin.
  • Secara saksama, catat berat badan serta asupan dan output pasien. Saat menunggu efek mineralokortikoid bekerja, pastikan pasien mendapatkan banyak cairan untuk menggantikan hilangnya banyak cairan.
  • Jika pasien juga menderita penyakit medis akut atau menjalani prosedur bedah, ia akan membutuhkan steroid tambahan untuk menempuh periode yang membuat stres ini.
  • Sarankan pasien melihat apakah ia menunjukkan gejala krisis adrenal dan ajari ia cara melakukan perawatan diri sendiri yang diperlukan saat ia sudah pulang.
  • Susun program diet yang menjaga keseimbangan antara natrium dan kalium.
  • Jika pasien diberi steroid, pantau adakah tanda cushingoid, misalnya retensi cairan di sekitar mata dan wajah. Lihat adakah ketidakseimbangan cairan dan elektrolit, terutama jika pasien diberi mineralokortikoid. Pantau berat badan dan tekanan darahnya untuk menilai status cairan tubuh.
  • Jika pasien hanya diberi glukokortikoid, lakukan observasi apakah ia mengalami hipotensi ortostatik atau keabnormalan elektrolit, yang bisa mengindikasikan kebutuhan terapi mineralokortikoid.


Referensi 

  1. Martin R.H et.al. 2021. Adrenal Insufficiency. StatPearl. https://www.ncbi.nlm.nih.gov/ books/ NBK441832/
  2. Charmandari E, Nicolaides NC, Chrousos GP. Adrenal insufficiency.  Lancet. 2014;383 (9935):2152–2167.
  3. https://www.niddk.nih.gov/health-information/endocrine-diseases/adrenal-insufficiency-addisons-disease/symptoms-causes
  4. Nursing. Seri Untuk Keunggulan Klinis (2011). Menafsirkan Tanda dan Gejala Penyakit. Jakarta: PT Indeks

Ns.Radliyatul Fahmi, S.Kep
Ns.Radliyatul Fahmi, S.Kep Perawat Rumah Sakit Umum Daerah Provinsi Nusa Tenggara Barat