Widget HTML #1

Proses Spermatogenesis Pada Manusia

Proses Spermatogenesis Pada Manusia
Proses Spermatogenesis adalah perkembangan spermatogonium menjadi spermatozoa. Perkembangan ini diawali dari Primordial Germ Cell (PGC) membentuk sel tunas spermatogonia. Dari populasi sel tunas ini muncul sel – sel dalam interval yang teratur untuk membentuk spermatogonia tipe A. 

Sel tipe A mengalami pembelahan mitotik dan menghasilkan spermatogonia tipe B, kemudian membelah membentuk spermatosit primer (meiosis I), dan menjadi spermatosit sekunder kemudian menjadi spermatid dan akhirnya menjadi spermatozoa. 

Pada manusia spermatogenesis berlangsung dalam waktu rata-rata 70 hari, bisa lebih atau kurang empat hari.

Spermatogenesis terjadi secara berkala pada tubulus seminiferus, sehingga peristiwa tersebut disebut juga daur epitel seminifer. Daur ini diawali dengan spermatositogenesis, meiosis kemudian spermiogenesis dan berakhir dengan spermiasi, yaitu lepasnya spermatozoa ke lumen tubulus. 

Pada epitel seminiferous terdapat sel-sel Sertoli yang merupakan sel berbentuk segitiga menyelimuti sel-sel germinal dengan cabang-cabang sitoplasmanya.

Sel Sertoli memegang peranan dalam koordinasi spermatogenesis, yaitu memberikan nutrisi untuk metabolisme sel-sel germinal sebelum dilepas ke lumen tubulus, juga berperan pada sistem endokrin dengan menghasilkan Androgen Binding Protein (ABP). 

ABP berfungsi sebagai pengikat testosteron, membentuk inhibin yang berperan sebagai umpan balik negatif terhadap sekresi Folicle Stimulating Hormone (FSH), memfagositosis sel-sel germinal yang mengalami degenerasi dan residual body serta membentuk blood testis barrier.

Tahap Spermatogenesis

Pada potongan melintang tubulus seminiferus sistem reproduksi pria terlihat sejumlah besar sel epitel germinal, yang disebut spermatogonia. 

Spermatogonia terus menerus mengalami mitosis untuk memperbanyak diri dan sebagian dari spermatogonia berdiferensiasi melalui tahap-tahap perkembangan tertentu untuk membentuk spermatozoa. 

Tahap spermatogenesis dibagi menjadi tiga fase yaitu spermatositogenesis, meiosis, dan spermiogenesis.

Spermatogonium terletak di dasar epitel tubulus seminiferous dan diklasifikasikan sebagai spermatogonium tipe A dan tipe B. Dua jenis spermatogonium tipe A dibedakan berdasarkan sitologi dan sudut pandang fisiologis yaitu spermatogonium Ad (gelap) dan spermatogonium Ap (pucat). 

Dalam keadaan nomal, spermatogoium Ad tidak menunjukan aktivitas proliferasi. Sebaliknya, spermatogonium tipe Ap, berdiferensiasi menjadi dua spermatogonium tipe B. 

Selanjutnya spermatogonium tipe B memasuki periode intermotosis. Pada sat ini, terjadi pertumbuhan dan perubahan inti yang menghasilkan spermatosit primer. 

Perkembangan sel germinal diatur secara ketat dalam asosiasi seluler di epitel tubulus seminiferous sebagai suatu tahapan. Jumlah tahap spermatogenesis berbeda, tergantung spesies. 

Tahapan ini didasarkan pada jumlah asosiasi morfologis sel germinal yang dikenali dalam testis.  Pada mencit ditemukan 12 tahapan, tikus 14 tahapan, dan manusia 6 tahapan. Masing masing spesies memiliki siklus spermatogenik yang spesifik. 

Berdasarkan percobaan transplantasi sel germinal antar spesies, waktu siklus ini tampaknya didorong oleh sel germinal dewasa, meskipun penelitian lain menunjukan bahwa sel-sel somatic testis embrio dan janin menunjukan pola siklik ekspresi gen yang mirip dengan perubahan sesuai tahapan yang terlihat pada orang dewasa. 

Hal ini menunjukan bahwa sel sertoli embrio membentuk siklus epitel tubulus seminiferous. Waktu untuk menghasilkan spermatozoa dari spermatogonium juga berbeda antar spesies. Mencit dan tikus membutuhkan waktu sekitar 35 hari, sedangkan pada manusia dibutuhkan kira-kira 64 hari. 

Sel-sel germinal yang tidak berkembang atau rusak akan mengalami apoptosis. Apoptosis sel-sel germinal merupakan proses fisiologis autodestruksi yang penting bagi perkembangan dan homeostasis sel germinal. 

Apoptosis juga dapat terjadi untuk menghapus spermatogonium yang rusak dan spermatid haploid yang rusak. Proses ini diantaranya diinduksi oleh senyawa oksogen reaktif (SOR) dan hormon. 

Berikut urutan proses spermatogenesis pada manusia:

1. Spermatositogenesis

Pada tahap ini, spermatogonia A-dark (Ad) yaitu spermatogonium dengan kromatin warna gelap dan tebal dengan bagian tengah yang terang, sitoplasmayang menempel dekat basal lamina tubulus seminiferus. 

Spermatogonia Ad kemudian mengalami pembelahan mitosis untuk mengisi kembali spermatogonia yang terpakai dan juga memproduksi spermatogonia A-pale (Ap) yang memiliki kromatin pucat serta satu sampai dua nukleoli yang menempel pada membran nukleus.

Spermatogonia A-pale (Ap) mengalami mitosis lebih lanjut dan berdiferensiasi menjadi spermatogonia B yang memiliki gumpalan kromatin berwarna gelap. Kromosom diploid yang berpasangan (46 kromosom pada manusia) tetap dipertahankan selama mitosis dan pembaharuan sel induk pada tahap proliferasi spermatogenesis.

Spermatogonia B mengalami mitosis lagi untuk memproduksi spermatosit preleptoten atau resting primer spermatocyte. Sel ini memasuki fase meiosis yang paling panjang dari spermatogenesis (± 24 hari pada manusia). 

Spermatogonium tidak terpisah secara lengkap selama mitosis, karena kelompok sel induk ini tetap berhubungan satu sama lain melalui jembatan sitoplasma yang tipis dan mengalami perkembangan lanjutan di dalam sinstitiumnya dengan cara yang sinkron sepanjang proses spermatogenesis.

2. Miosis

Pada fase meiosis terjadi pembelahan dari spermatosit primer menjadi spermatosit sekunder dan diikuti dengan terjadinya reduksi jumlah kromosomnya. Dalam fase meiosis ini ada dua tahap yaitu meiosis I dan meiosis II. 

Pada meiosis I, setelah sintesis DNA dan pembentukan kromatid sejenis lengkap, spermatosit preleptoten memasuki profase (profase I). Selama profase, ukuran sel induk dan nukleusnya meningkat secara progresif, bentuk nukleus yang menunjukkan perubahan penting dari kromosom adalah dasar untuk mengklarifikasikan spermatosit primer.

Tahap-tahap urutan profase adalah leptoten I, zygoten I, pakhiten I, diploten I, dan diakinesis I. Pada spermatosit leptoten, kromosom menjadi padat, tetapi tidak berpasangan dan nampak seperti filamen halus dan benang kromatin berbintik-bintik dalam nukleus. 

Spermatosit zygoten, sedikit lebih besar ditunjukkan oleh benang kromatin yang panjang dan lebih tebal, mulai tampak seperti karangan bunga, karena kromosom mengumpul pada satu sisi nukleus. 

Pada spermatosit pakhiten, kromosom sudah lengkap berpasangan dan bertahan sampai sekitar dua minggu. Setiap kromosom terdiri dari kromatid sejenis yang bergabung pada sentromernya.

Pada spermatosit diploten, pasangan kromosom telah berpisah hampir disepanjang lengannya, kecuali pada tempat dimana kiasma berlokasi. Bila dibandingkan spermatosit pakhiten, spermatosit diploten merupakan tipe sel induk yang terbesar. Dengan nukleus yang lebih besar dan daerah yang lebih terang diantara tonjolan pita kromatin. 

Selama diakinesis I kromosom terus memendek untuk mencapai pemadatan maksimal dan terlepas seluruhnya dari membrane nukleus. Setelah masa profase I yang panjang, tahap selanjutnya adalah meiosis I berjalan secara cepat. 

Diakinesis I akan segera diikuti oleh metafase I. Pada tahap ini membran nukleus mulai memisah, timbul benang-benang spindel dan pasangan kromosom mensejajarkan diri pada poros ekuatorial sel dengan berorientasi pada sentromer di kutub yang berbeda.

Pasangan kromosom homolog tersebut selanjutnya berpisah, sedangkan sentromer dengan kromatid sejenis bergerak menuju kutub sel yang berlawanan selama anafase I. Pada telofase I, kromosom haploid akan berkelompok pada sel yang berlawanan. 

Setelah tahap ini, sel akan membelah membentuk dua spermatosit sekunder yang masing masing berisi pasangan haploid, dengan kromatid sejenis yang masih bergabung pada sentromernya. 

Spermatosit sekunder berbentuk spheris dan lebih kecil dari spermatosit primer. Nukleusnya bulat dan berwarna lebih gelap, berisi pola kromatid yang relatif lebih homogen dengan beberapa gumpalan kromatid yang besar. 

Spermatosit sekunder, waktu hidup pendek lebih kurang delapan jam, gambaran kurang spesifik sehingga secara histologik sulit diidentifikasikan. 

Pada meiosis II, menempuh fase-fase sama seperti meiosis I, tetapi profase disini tidak lagi terbagi-bagi dalam sub fase. Selesai meiosis I terbentuk spermatosit II, dan selesai meiosis II terbentuk spermatid. Meiosis berlangsung cepat, sehingga sulit menemukannya dalam sediaan mikroteknik testis.

3. Spermiogenesis

Spermiogenesis merupakan tahap transformasi, yaitu tahap perubahan bentukdan komposisi spermatid yang bundar menjadi bentuk cebong yang memiliki kepala, leher, dan ekor serta berkemampuan untuk bergerak. Spermiogenesis  dibagi dalam 4 fase yaitu fase golgi, fase cap (tutup), fase akrosom, dan fase pematangan atau maturasi.

Fase golgi, terbentuk butiran proakrosom dalam alat golgi spermatid. Butiran ini akan bersatu membentuk satu bentukan dengan akrosom disebut granula akrosom. Granula ini melekat ke salah satu sisi inti yang bakal jadi bagian depan spermatozoa.

Pada fase cap (fase tutup), granula akrosom bertambah besar, pipih dan menuju bagian inti, sehingga akhirnya terbentuk semacam tutup (cap spermatozoa).

Pada fase akrosom, terjadi redistribusi bahan akrosom. Nukleoplasma berkondensasi, inti spermatid memanjang dengan batas kaudal menyempit dan membentuk sudut, sehingga inti kelihatan lebih pipih dan tutup (cap) mengitari bagian dalam inti. 

Bahan-bahan akrosom menyebar dan berada pada bagian ventral inti, pemanjangan dan pemipihan inti berlangsung terus sehingga bagian anterior spermatid menjadi sempit. Selanjutnya terjadi perubahan ujung kaudal spermatid dari bentuk bundar menjadi agak pipih.

Pada fase maturasi (pematangan), bentuk spermatid sudah hampir sama dengan spermatozoa dewasa, terjadi penyempurnaan akrosom, bentuk inti serta maturasi dinding spermatozoa. Selanjutnya melepaskan diri dari epitel seminiferus menuju ke lumen menjadi spermatozoa bebas.

Zul Hendry
Zul Hendry Dosen Program Studi Keperawatan di Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Yarsi Mataram