Widget HTML #1

Berbagai Pemaknaan Cantik Pada Wanita

Berbagai Pemaknaan Cantik Pada Wanita

Secara umum, wanita merupakan sosok yang sangat memperhatikan penampilan. Sejak kecil  memang diajari untuk memperhatikan fisiknya, di dandani, disisiri, diberi aksesoris seperti bando, anting dan sebagainya. Secara tidak langsung seperti obsesi orang tua yang ingin anaknya selalu cantik dan menarik.

Konsep cantik di jejalkan melalui mainan yang diberikan. Boneka barbie dengan wajah halus, mata lebar, rambut pirang, pinggul lebar, dan kaki panjang. Hal ini menimbulkan gambaran alam bawah sadar bahwa konsep cantik adalah seperti “barbie” dan harus di miliki seorang wanita.

Padahal konsep cantik dan seksi itu berbeda pada setiap masyarakat dan berlaku pada periode tertentu. Di jepang konsep cantik digambarkan dengan profil kulit halus, lembut dan rambut lurus. Di Thailand, anggota suku kayan mengkriteriakan leher panjang dan gelang bersinar sebagai satandar kecantikan. Di india penggunaan kumkum (tanda merah di dahi) dianggap meningkatkan kadar kecantikan.

Di Iran standar kecantikan adalah memiliki hidung mancung yang mungil, padahal sebagaian besar wanita disana berhidung besar. Hal ini menyebabakan iran menjadi negara dengan jumlah operasi hidung terbanyak di dunia. Tidak lain adalah upaya para wanita untuk mengejar standar kecantikan di negara tersebut.

Di Brazil, wanita dianggap cantik jika memiliki tubuh yang langsing, hal ini menyebabkan negara Brazil sebagai negara pengkonsumsi Pil diet dan operasi plastik terbanyak di dunia. 

Berbeda dengan ethopia, di sana cantik itu adalah jika memiliki bekas luka cakar. Bahkan luka cakarnya dibuat dengan menggores diri mereka sendiri. Semakin banyak bekas luka maka wanita tersebut dianggap semakin cantik dan menarik. 

Jika di sebgaian  besar belahan dunia menganggap langsing itu cantik, Wanita di Mauritania yang terletak di sebelah barat laut afrika justru kebalikannya. Disana yang dianggap cantik adalah wanita yang gemuk. Semakin besar dan gendut seorang wanita maka semakin banyak pria yang suka, disinilah berllaku prinsip “Big is Beatiful”.

Di Indonesia sendiri, standar kecantikan adalah memiliki kulit kuning langsat dan bertubuh langsing. Namun ada perbedaan persepsi di bebrapa suku di indonesia. Seperti pada suku pedalaman di kalimantan, yang melubangi telinganya dan memakai anting-anting yang berat. Di bebrapa daerah memiliki kulit putih adalah kriteria ideal seorang wanita.

Demikian juga dengan konsep bentuk tubuh yang ideal selalu berkembang dari zaman ke zaman. Pada abad ke-19, bentuk badan ideal adalah bertubuh subur, buah dada besar, dan perut agak membuncit. Pada masa kekuasaan Ratu victoria di Inggris, standar badam ideal adalah berbentuk seperti jam pasir yaitu besar pada bagian dada, pinggang sempit, dan pinggul lebar.

Pada dekade 1920-an standar bentuk badan ideal merubah menjadi postur amat kurus, lekuk pinggang tidak kentara, dan memiliki rambut pendek. Tahun 1950-an sosok Marlyn Monrow menjadi trend senter bentuk badan ideal yang di paling di sukai saat itu. 

Melihat uraian di atas, sebenarnya dapat kita tarik kesimpulan bahwa standar kecantikan dan badan ideal itu adalah sesuatu yang bersifat lokal pada suatu wilayah tertentu, dan bersifat temporal pada waktu tertentu. Namun, yang tidak berubah dari zaman ke zaman atau di wilayah manapun adalah keinginan dan naluri wanita untuk selalu tampil cantik dan seksi, mungin bisa di kategorikan sebuah “obsesi” universal. 

Tingginya atensi kaum wanita untuk tampil cantik dan seksi ini, ditangkap oleh pebisnis bidang  terutama bidang kosmetika, bisnis jasa perawatan  wajah, perawatan tubuh, sedot lemak, sampai metode bedah plastik. Kita bisa lihat bahwa semakin hari gerai-gerai toko kosmetik mmakin bertambah, salon dan klinik kecantikan makin ramai, atau iklan iklan obat pelangsing makin sering muncul di media. 

Belum lagi trend penggunaan make Up yang kadang berlebihan dan tidak pada tempatnya. Padahal cantik karena make Up atau kesan seksi karena rekayasa bentuk tubuh, sejatinya dilandasi perasaan kurang dalam diri sendiri.  Apalagi jika di lihat dari sudut pandang laki-laki, akan terlihat bahwa frasa “cantik” sangat bersifat subyektif tergantung selera masing-masing.

Selain itu, kekhawatiran wanita akan penampilan kadang bisa berdampak negatif bagi kesehatan. Seperti penggunaan obat pelangsing yang tidak terstandar, penggunaan krim pemutih yang memiliki kandungan zat berbahaya,  jatuh sakit akibat diet dan olahraga berlebihan, atau kerusakan muka akibat operasi plastik yang gagal.

Padahal jika kita kembali pada pemahaman bahwa persepsi “cantik dan seksi” itu bersifat relatif, seharusnya hal itu bukan menjadi tolak ukur yang utama dalam pembentukan kepercayaan diri. Dibutuhkan sikap menghargai tubuh sendiri, percaya, menerima dan menjadi diri sendiri apa adanya.

Jangan lupa bahwa dalam setiap kekurangan dan kelebihannya, setiap wanita memiliki keunikannya tersendiri, tidak ada satupun yang sama persis dengan orang lain. Menghargai dan mencintai diri kita sendiri sebagai bentuk terbaik yang diberikan Tuhan, sejatinya sudah menjadi dasar yang kuat untuk memupuk percaya diri.

Soo...be yourself... 

Zul Hendry
Zul Hendry Dosen Program Studi Keperawatan di Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Yarsi Mataram