Widget HTML #1

Askep Dislokasi Sendi Sdki Slki Siki

Dislokasi adalah kondisi tulang yang terdorong atau tertarik keluar dari lokasi persendian yang semestinya atau posisi anatomi yang seharusnya. Dislokasi merupakan kondisi yang sering terjadi saat  cedera olahraga atau trauma. Pada tulisan ini Repro Note akan merangkum mengenai askep dislokasi menggunakan pendekatan Sdki Slki dan Siki.

Askep Dislokasi Sendi
Image by Kael Duprey, MD, JD and Michelle Lin, MD on Wikimedia

Pendahuluan

Cedera muskuloskeletal menimbulkan beban kecacatan yang sangat besar pada individu, masyarakat, dan sistem perawatan kesehatan  Meskipun sebagian besar cedera muskuloskeletal tersebut tidak fatal, namun menyebabkan morbiditas dan penurunan kualitas hidup yang substansial. 

Dalam beberapa dekade terakhir, meningkatnya beban cedera global menuntut perhatian para pembuat kebijakan di arena kesehatan masyarakat di seluruh dunia. Saat ini, diterima bahwa cedera dapat dicegah dan bebannya harus dikurangi dengan strategi yang tepat, terutama di negara berpenghasilan rendah dan menengah

Dislokasi sendi adalah kondisi ketika dua atau lebih permukaan sendi yang normalnya berada dalam posisi yang saling berhubungan terpisah satu sama lain, keluar atau terlepas dari sambungan sendi yang menahannya di tempatnya.. 

Dislokasi sendi sering kali disebabkan oleh trauma atau cedera serius pada sendi. Hal ini dapat terjadi pada berbagai sendi di tubuh, termasuk bahu, siku, jari, pinggul, lutut, dan pergelangan kaki.

Dislokasi sendi ditandai dengan pergeseran yang nyata dari posisi normal sendi. Biasanya, pasien akan mengalami nyeri yang hebat, pembengkakan, dan gangguan dalam gerakan sendi yang terkena. Kadang-kadang, dislokasi sendi juga dapat merusak struktur di sekitar sendi, seperti ligamen, tendon, dan jaringan lunak lainnya.

Jika dislokasi dirawat dengan benar, sendi dan tulang akan kembali ke fungsi normal dalam beberapa minggu setelah istirahat dan rehabilitasi. Namun, begitu sendi mengalami dislokasi, sendi tersebut lebih rentan terhadap dislokasi di masa mendatang.

Dislokasi yang parah dapat menyebabkan kerusakan pada otot, ligamen, dan pembuluh darah di sekitar sendi. Jenis dislokasi inilah yang memerlukan pembedahan untuk diperbaiki.

Tipe Dislokasi

Mekanisme dasar di balik dislokasi sendi melibatkan gaya eksternal yang berlebihan yang melampaui batas struktural sendi, seperti tarikan, tekanan, atau torsi yang kuat. Cedera ini dapat merusak ligamen, tendon, dan struktur penyangga sendi lainnya, yang mengarah pada dislokasi.

Dislokasi Sendi Bahu

Dislokasi sendi bahu adalah jenis dislokasi yang paling sering terjadi. Mekanisme umumnya melibatkan dorongan atau tarikan yang kuat pada lengan yang ditekuk atau diangkat secara berlebihan. Cedera ini dapat menyebabkan kepala humerus terlepas dari cekungan glenoid. 

Dislokasi Sendi Siku

Dislokasi sendi siku terjadi ketika tulang radius atau ulna keluar dari posisi normalnya yang  terkait dengan humerus. Mekanisme umumnya melibatkan trauma langsung pada lengan yang ditekuk atau jatuh pada lengan yang terulur. 

Dislokasi Sendi Jari

Dislokasi sendi jari terjadi ketika permukaan sendi pada jari terpisah secara abnormal. Dislokasi sendi jari  biasanya disebabkan oleh trauma langsung pada jari, seperti pukulan atau jatuh. 

Dislokasi Sendi Pinggul

Dislokasi sendi panggul adalah kondisi yang serius di mana kepala tulang paha atau femur terlepas dari cekungan panggul. Mekanisme umumnya melibatkan trauma yang signifikan pada daerah pinggul, seperti kecelakaan atau jatuh. 

Dislokasi Sendi Lutut

Dislokasi sendi lutut terjadi ketika tulang femur terlepas dari tibia. Cedera ini biasanya disebabkan oleh trauma berat pada lutut, seperti benturan kuat atau gerakan yang ekstrem. 

Dislokasi Sendi Pergelangan Kaki

Dislokasi sendi pergelangan kaki terjadi ketika tulang pergelangan kaki terpisah dari tulang kering atau tulang kering terpisah dari tulang kaki. Mekanisme umumnya melibatkan trauma, seperti jatuh atau cedera olahraga. 

Penyebab Dislokasi

Trauma

Trauma fisik merupakan penyebab utama dislokasi sendi. Gaya eksternal yang mmengenai sendi melampaui batas kekuatan struktural sendi, menyebabkan perpindahan permukaan sendi. 

Trauma seperti kecelakaan, jatuh, benturan, atau cedera olahraga dapat menyebabkan dislokasi sendi. Faktor seperti kekuatan dan arah trauma akan mempengaruhi jenis dan lokasi dislokasi yang terjadi.

Hipermobilitas 

Beberapa individu memiliki kondisi yang disebut hipermobilitas sendi, di mana ligamen yang mendukung sendi lebih longgar atau elastis. Keadaan ini membuat sendi lebih rentan terhadap dislokasi. 

Kondisi tertentu  seperti sindrom hiper laksitas ligamen, Ehlers-Danlos syndrome, atau Marfan syndrome dapat menyebabkan hipermobilitas sendi dan meningkatkan risiko dislokasi.

Kelainan Bawaan atau Anomali Struktural

Kelainan bawaan atau anomali struktural pada sendi juga dapat menyebabkan dislokasi. Misalnya displasia panggul pada sendi pinggul atau displasia patella pada sendi lutut dapat mempengaruhi stabilitas sendi dan meningkatkan risiko dislokasi. 

Anomali struktural lainnya termasuk bentuk tulang yang tidak normal, kekurangan otot penyangga, atau kelainan pada ligamen.

Aktivitas Fisik yang Berlebihan

Aktivitas fisik yang intens atau berlebihan terutama dengan gerakan yang ekstrem atau tiba-tiba, dapat menyebabkan dislokasi sendi. Olahraga kontak seperti sepak bola, gulat, atau bola basket memiliki risiko yang lebih tinggi untuk dislokasi sendi. 

Gerakan yang berulang seperti lemparan berulang pada bola bisbol atau tenis, juga dapat menyebabkan dislokasi sendi akibat stres berulang pada sendi.

Penurunan Kualitas Jaringan Penyangga 

Faktor-faktor yang dapat menyebabkan penurunan kualitas jaringan penyangga sendi, seperti penuaan, degenerasi, atau kondisi inflamasi seperti arthritis, dapat meningkatkan risiko dislokasi sendi. 

Kerusakan pada ligamen, tendon, atau struktur penyangga lainnya akan mengurangi stabilitas sendi dan membuatnya lebih rentan terhadap dislokasi.

Tanda dan Gejala

Tanda dan gejala dislokasi sendi dapat bervariasi tergantung pada sendi yang terkena dan tingkat keparahan cedera. Tanda dan gejala dislokasi sendi antara lain:

  • Nyeri yang hebat: Nyeri tiba-tiba dan intens adalah salah satu gejala utama dislokasi sendi. Nyeri ini biasanya terlokalisasi di sekitar sendi yang terkena dan dapat memburuk dengan gerakan atau pembebanan pada sendi tersebut.
  • Deformitas atau perubahan bentuk sendi: Dislokasi sendi dapat menyebabkan pergeseran tulang atau struktur yang tidak normal. Hal ini dapat mengakibatkan deformitas atau perubahan bentuk pada sendi yang terlihat atau dirasakan. Misalnya, pada dislokasi bahu, bahu dapat terlihat bergeser keluar dari posisi normalnya.
  • Ketidakstabilan sendi: Setelah dislokasi terjadi, sendi yang terkena biasanya menjadi tidak stabil. Pasien mungkin mengalami kesulitan dalam mempertahankan posisi normal atau sendi tersebut dapat mudah tergeser kembali ke posisi yang tidak normal. 
  • Pembengkakan dan memar: Dislokasi sendi seringkali menyebabkan pembengkakan di sekitar sendi terkena. Proses peradangan yang terjadi setelah cedera dapat menghasilkan penumpukan cairan di dalam sendi, menyebabkan pembengkakan. Selain itu, memar atau perubahan warna kulit juga dapat terjadi sebagai hasil dari peradangan dan perdarahan di daerah tersebut.
  • Kekakuan dan gangguan fungsi: Setelah dislokasi sendi, pasien sering mengalami kekakuan sendi terkena. Pasien mungkin mengalami kesulitan dalam menggerakkan sendi atau menggunakan sendi tersebut untuk melakukan aktivitas sehari-hari. 
  • Sensasi terjepit atau terkunci: Pada beberapa kasus dislokasi sendi, pasien mungkin mengalami sensasi terjepit atau terkunci pada sendi yang terkena. Sensasi ini dapat disertai dengan rasa tidak nyaman atau nyeri yang intens. Sensasi terjepit atau terkunci dapat terjadi ketika struktur yang bergeser menekan jaringan-jaringan di sekitarnya.
  • Gangguan peredaran darah atau saraf: Dalam kasus yang jarang terjadi, dislokasi sendi yang parah dapat mengakibatkan gangguan peredaran darah atau kerusakan saraf. Gejala yang mungkin muncul termasuk mati rasa, kelemahan, atau warna kulit yang pucat pada ekstremitas yang terkena.

Pemeriksaan Diagnostik

Riwayat Cedera 

Beberapa hal yang perlu diperhatikan antara lain riwayat cedera, mekanisme cedera, gejala yang dirasakan pasien, dan riwayat cedera sendi sebelumnya. 

Pengumpulan riwayat medis yang komprehensif dapat memberikan petunjuk awal tentang kemungkinan dislokasi sendi dan membantu dalam diagnosa yang tepat.

Pemeriksaan Fisik:

Inspeksi: Perhatikan adanya deformitas atau perubahan bentuk pada sendi yang terkena. Perhatikan juga adanya pembengkakan, memar, atau luka di sekitar sendi.

Palpasi: Raba secara hati-hati sekitar sendi untuk mencari tanda-tanda perlunakan atau peradangan. Periksa adanya nyeri tekan pada struktur tulang atau ligamen yang terkait dengan sendi.

Rentang gerakan: Evaluasi rentang gerakan sendi yang terkena. Periksa apakah ada batasan gerakan atau kesulitan dalam mempertahankan posisi normal sendi.

Kestabilan sendi: Lakukan uji kestabilan sendi untuk menilai integritas ligamen dan kapsul sendi. Tes laksitas anterior-posterior dan tes laksitas lateral dapat digunakan untuk menilai kestabilan sendi.

Neurovaskular: Periksa sensasi, kekuatan otot, dan peredaran darah di sekitar sendi yang terkena. Evaluasi adanya kerusakan pada saraf atau pembuluh darah yang terkait dengan dislokasi sendi.

Pemeriksaan Radiologi: Pemeriksaan radiologi, seperti sinar-X, penting untuk mengkonfirmasi diagnosis dislokasi sendi dan mengevaluasi pergeseran tulang atau struktur yang tidak normal. Sinar-X dapat membantu dalam perencanaan pengelolaan lebih lanjut. Pada kasus yang kompleks, pemeriksaan pencitraan lanjutan seperti CT scan atau MRI mungkin diperlukan untuk memperoleh gambaran yang lebih terperinci tentang kerusakan yang terjadi.

Evaluasi Cedera Tambahan: Dalam beberapa kasus, dislokasi sendi dapat terjadi bersamaan dengan cedera lain, seperti fraktur tulang atau cedera ligamen. Oleh karena itu, penting untuk melakukan evaluasi lebih lanjut untuk mengidentifikasi cedera tambahan yang mungkin terjadi..

Pemeriksaan fungsional: Melakukan pemeriksaan yang melibatkan gerakan sendi yang spesifik, tes stabilitas ligamen, atau tes fungsional lainnya untuk mengevaluasi integritas ligamen dan tendon yang terkait dengan sendi yang mengalami dislokasi.

Penatalaksanaan

Reduksi Sendi

Reduksi tertutup: Jika memungkinkan, lakukan prosedur reduksi tertutup menggunakan teknik yang sesuai dengan jenis dislokasi dan sendi yang terkena. Perhatikan penerapan anestesi lokal atau sedasi untuk meminimalkan ketidaknyamanan pasien selama prosedur.

Reduksi terbuka: Jika reduksi tertutup tidak berhasil atau terdapat komplikasi, pertimbangkan reduksi terbuka dengan melibatkan intervensi bedah. Koordinasikan dengan ahli ortopedi yang.

Manajemen Nyeri

Analgesia: Berikan analgesik yang sesuai untuk mengontrol nyeri pasien. Gunakan analgesik oral atau lainnya yang efektif dan sesuai dengan kondisi pasien.

Blok saraf: Pertimbangkan teknik blok saraf seperti blok saraf regional atau blok facial jika ada kebutuhan yang spesifik untuk mengendalikan nyeri dan memfasilitasi perawatan.

Imobilisasi dan Rehabilitasi

Imobilisasi: Setelah reduksi, berikan imobilisasi yang adekuat untuk mempertahankan stabilitas sendi yang terkena. Pilih metode imobilisasi yang sesuai berdasarkan sendi yang terlibat, tingkat keparahan dislokasi, dan preferensi pasien.

Fisioterapi dan rehabilitasi: Rujuk pasien ke ahli fisioterapi untuk program rehabilitasi yang sesuai. Fisioterapi akan membantu memulihkan kekuatan, rentang gerak, dan fungsi sendi yang terkena. Dalam kasus yang rumit atau dislokasi berulang, pertimbangkan konsultasi dengan ahli.

Tindak Lanjut:

Pemantauan pemulihan: Jadwalkan kunjungan tindak lanjut untuk memantau pemulihan pasien. Evaluasi secara berkala rentang gerakan sendi, stabilitas, dan pengurangan nyeri. Periksa adanya tanda-tanda komplikasi seperti kehilangan sensasi, perubahan warna kulit, atau peningkatan nyeri yang tidak normal.

Evaluasi radiologi lanjutan: Jika diperlukan, lakukan pemeriksaan radiologi lanjutan seperti sinar-X atau pencitraan lanjutan seperti CT scan atau MRI untuk memastikan penyembuhan yang adekuat dan mengidentifikasi adanya cedera tambahan yang mungkin tidak terlihat sebelumnya.

Reevaluasi kestabilan sendi: Evaluasi kestabilan sendi setelah pemulihan penuh dan pertimbangkan tindakan lanjutan jika ada kekhawatiran terkait kestabilan yang persisten atau rekurensi dislokasi.

Asuhan Keperawatan

Diagnosa, Luaran Dan Intervensi Keperawatan sdki

1. Gangguan Mobilitas Fisik (Sdki D.0054)

Luaran: Mobilitas Fisik Meningkat (Slki L.05042) dengan Kriteria hasil:

  • Pergerakan ekstremitas meningkat
  • Kekuatan otot meningkat
  • Rentang gerak (ROM) meningkat

Intervensi Keperawatan:

a. Dukungan Ambulasi (Siki I.06171)

Observasi

  • Identifikasi adanya nyeri atau keluhan fisik lainnya
  • Identifikasi toleransi fisik melakukan ambulasi
  • Monitor frekuensi jantung dan tekanan darah sebelum memulai ambulasi
  • Monitor kondisi umum selama melakukan ambulasi

Terapeutik

  • Fasilitasi aktivitas ambulasi dengan alat bantu (mis: tongkat, kruk)
  • Fasilitasi melakukan mobilisasi fisik, jika perlu
  • Libatkan keluarga untuk membantu pasien dalam meningkatkan ambulasi

Edukasi

  • Jelaskan tujuan dan prosedur ambulasi
  • Anjurkan melakukan ambulasi dini
  • Ajarkan ambulasi sederhana yang harus dilakukan (mis: berjalan dari tempat tidur ke kursi roda, berjalan dari tempat tidur ke kamar mandi, berjalan sesuai toleransi)

b. Dukungan Mobilisasi (Siki I.05173)

Observasi

  • Identifikasi adanya nyeri atau keluhan fisik lainnya
  • Identifikasi toleransi fisik melakukan pergerakan
  • Monitor frekuensi jantung dan tekanan darah sebelum memulai mobilisasi
  • Monitor kondisi umum selama melakukan mobilisasi

Terapeutik

  • Fasilitasi aktivitas mobilisasi dengan alat bantu (mis: pagar tempat tidur)
  • Fasilitasi melakukan pergerakan, jika perlu
  • Libatkan keluarga untuk membantu pasien dalam meningkatkan pergerakan

Edukasi

  • Jelaskan tujuan dan prosedur mobilisasi
  • Anjurkan melakukan mobilisasi dini
  • Ajarkan mobilisasi sederhana yang harus dilakukan (mis: duduk di tempat tidur, duduk disisi tempat tidur, pindah dari tempat tidur ke kursi)

2. Nyeri Akut (Sdki D.0077)

Luaran: Tingkat nyeri menurun (Slki L.08066) dengan kriteria hasil:

  • Keluhan nyeri menurun
  • Meringis menurun
  • Sikap protektif menurun
  • Gelisah menurun
  • Kesulitan tidur menurun
  • Frekuensi nadi membaik

Intervensi Keperawatan:

a. Manajemen Nyeri (Siki I.08238)

Observasi

  • Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas, intensitas nyeri
  • Identifikasi skala nyeri
  • Idenfitikasi respon nyeri non verbal
  • Identifikasi faktor yang memperberat dan memperingan nyeri
  • Identifikasi pengetahuan dan keyakinan tentang nyeri
  • Identifikasi pengaruh budaya terhadap respon nyeri
  • Identifikasi pengaruh nyeri pada kualitas hidup
  • Monitor keberhasilan terapi komplementer yang sudah diberikan
  • Monitor efek samping penggunaan analgetik

Terapeutik

  • Berikan Teknik non farmakologis untuk mengurangi nyeri (mis: TENS, hypnosis, akupresur, terapi music, biofeedback, terapi pijat, aromaterapi, Teknik imajinasi terbimbing, kompres hangat/dingin, terapi bermain)
  • Kontrol lingkungan yang memperberat rasa nyeri (mis: suhu ruangan, pencahayaan, kebisingan)
  • Fasilitasi istirahat dan tidur
  • Pertimbangkan jenis dan sumber nyeri dalam pemilihan strategi meredakan nyeri

Edukasi

  • Jelaskan penyebab, periode, dan pemicu nyeri
  • Jelaskan strategi meredakan nyeri
  • Anjurkan memonitor nyeri secara mandiri
  • Anjurkan menggunakan analgesik secara tepat
  • Ajarkan Teknik farmakologis untuk mengurangi nyeri

Kolaborasi

  • Kolaborasi pemberian analgetik, jika perlu

b. Pemberian Analgesik (Siki I.08243)

Observasi

  • Identifikasi karakteristik nyeri (mis: pencetus, pereda, kualitas, lokasi, intensitas, frekuensi, durasi)
  • Identifikasi Riwayat alergi obat
  • Identifikasi kesesuaian jenis analgesik (mis: narkotika, non-narkotik, atau NSAID) dengan tingkat keparahan nyeri
  • Monitor tanda-tanda vital sebelum dan sesudah pemberian analgesik
  • Monitor efektivitas analgesik

Terapeutik

  • Diskusikan jenis analgesik yang disukai untuk mencapai analgesia optimal, jika perlu
  • Pertimbangkan penggunaan infus kontinu, atau bolus opioid untuk mempertahankan kadar dalam serum
  • Tetapkan target efektivitas analgesik untuk mengoptimalkan respons pasien
  • Dokumentasikan respons terhadap efek analgesik dan efek yang tidak diinginkan

Edukasi

  • Jelaskan efek terapi dan efek samping obat

Kolaborasi

  • Kolaborasi pemberian dosis dan jenis analgesik, sesuai indikasi


Referensi

  1. O'Halloran, K., Coor, P., & Schram, G. 2019. Acute management of joint dislocations. Emergency Medicine Clinics, 37(2), 347-363.
  2. Waterman, B. R., Laughlin, M. D., & Kilcoyne, K. G. 2012. Risk factors for short-term complications of anterior shoulder dislocation in the young patient. Journal of Shoulder and Elbow Surgery, 21(7), 947-952.
  3. Makhni, E. C., & Makhni, M. C. 2020. Elbow dislocations: Evaluation, management, and complications. Current Reviews in Musculoskeletal Medicine, 13(3), 345-356.
  4. Tintle, S. M., & Keeling, J. J. 2020. Acute management of knee dislocations. Current Reviews in Musculoskeletal Medicine, 13(4), 484-493.
  5. Kang, S., & Thordarson, D. B. 2019. Management of ankle fractures and dislocations. Current Reviews in Musculoskeletal Medicine, 12(2), 229-239.
  6. PPNI, 2017.  Standart Diagnosis Keperawatan Indonesia (SDKI) edisi 1 cetakan II. DPP PPNI. Jakarta
  7. PPNI, 2018.  Standart Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI) edisi 1 cetakan II. DPP PPNI. Jakarta
  8. PPNI, 2019.  Standart  Luaran Keperawatan Indonesia (SLKI) edisi 1 cetakan II. DPP PPNI. Jakarta

Ns.Radliyatul Fahmi, S.Kep
Ns.Radliyatul Fahmi, S.Kep Perawat Rumah Sakit Umum Daerah Provinsi Nusa Tenggara Barat