Widget HTML #1

Intervensi Asuhan Keperawatan Pada Oklusi Arteri

Pada kesempatan ini, akan di bahas mengenai intervensi asuhan keperawatan penyakit oklusi arteri.  Penyakit oklusi arteri adalah suatu kondisi di mana arteri di seluruh tubuh secara bertahap menyempit. Itu bisa mempengaruhi lengan dan kaki. Seringkali, pasien yang menderita penyakit oklusi arteri ekstremitas bawah juga memiliki kondisi lain, seperti penyakit arteri karotis dan penyakit jantung. 

Penyakit Oklusif Arterial
 Gmbr by Jmarchn, from:wikimedia.org

Penyebab 

Faktor risiko utama penyakit oklusi arteri adalah usia, kadar kolesterol dan trigliserida yang tinggi, hipertensi atau tekanan darah tinggi, diabetes, merokok, dan riwayat penumpukan plak di arteri atau aterosklerosis. Pria lebih mungkin dibandingkan wanita untuk mengembangkan penyakit oklusi arteri.

Tanda dan gejala 

Gejala penyakit oklusi arteri disebabkan oleh gangguan aliran darah ke anggota tubuh pasien. Gejala dapat terjadi secara tiba-tiba atau secara bertahap berkembang selama periode waktu tertentu.

Gejala yang paling umum adalah nyeri dan kram otot intermiten, nyeri terbakar terus menerus di kaki, mati rasa dan nyeri yang disebabkan oleh kerusakan saraf, nyeri dada, tekanan darah tinggi, dan gejala yang berkaitan dengan stroke.

Uji diagnostik 

  • Arteriografi menunjukkan tipe (trombus atau embolus), lokasi, dan derajat obstruksi dan sirkulasi kolateral.Arteriografi berguna terutama pada penderita penyakit kronis atau untuk mengevaluasi kelayakan pasien untuk menjalani bedah rekonstruktif
  • Ultasonografi Doppler dan pletismografi untuk mengidentifikasi menurunnya aliran darah distal terhadap oklusi.
  • Untuk menentukan derajat obstruksi bisa dilakukan pemeriksaan oftalmodinamometri, dengan membandingkan tekanan arteri oftalmik dengan arteri brakhialis pada sisi yang diserang. Lebih dari 20% perbedaan antara tekanan menunjukkan insufisiensi.
  • EEG dan computed tomography scan bisa diperlukan untuk menyingkirkan lesi otak.

Penanganan 

  • Untuk penyakit yang sedikit kronis, penanganan suportifnya adalah dengan mengurangi rkok, mengontrol hipertensi, dan mengikuti program berjalan kaki.
  • Untuk oklusi arteri karotid, terapi antiplatelet bisa dilakukan dengan dipyridamole (Persantine) dan aspirin atatt clopidogrel (Plavix).
  • Untuk klaudikasi intermiten pada penyakit oklusif kronis, pentoxifylline (Trental) bisa menambah aliran darah melalui kapiler, terutama pada pasien yang hampir tidak layak menjalani pembedahan. 
  • Untuk mengembalikan srkulasi pada area yang terkena, biasanya dialkukan pembedahan. Prosedur yang bisa dilakukan antara lain embolektomi, tromboendarterektomi, graf petak, artrektomi graf bypass. 
  • Terapi trombolitik dengan urokinase (Abbokinase), streptokinase (Streptase), atau alteplase (Activase) bisa diberikan.
  • Angioplasti balon akan menekan obstruksi. 
  • Angioplasti laser bisa dilakukan (eksisi dan laser berujung-panas akan menguaplam obstruksi). 
  • Penempatan stent akan mencegah oklusi kembali. 
  • Semua penanganan di atas bisa dilakukan bersamaan.
  • Simpatektomi bisa dipertimbangkan sebagai tambahan pembedahan, tergantung pada kondisi sistem saraf simpatetik. 
  • Amputasi menjadi pilihan bila tindakan operasi gagal atau terjadi gangren.
  • Heparin untuk oklusi embolus. 
  • Reseksi usus bisa dilakukan setelah pengembalian aliran darah (untuk oklusi arteri mesenterik).

Intervensi Asuhan Keperawatan 

  • Beri pengajaran komprehensif pada pasien, misalnya perawatan kaki yang benar.

  • Jelaskan semua tes dan prosedur diagnostik.Sarankan pasien berhenti merokok dan mematuhi aturan medis yang diberikan.

Sebelum pembedahan/ preoperatif (selama episode akut) 

  • Kaji status sirkulatorik pasien dengan memeriksa denyut nadi yang paling distal dan dengan memeriksa warna dan suhu kulitnya.
  • Beri peringan nyeri seperlunya.
  • Beri heparin dengan tetesan I.V. secara kontinu seperlunya. Gunakan pemantau infusi atau pompa untuk memastikan kadar aliran yang tepat. 
  • Seringkali posisikan kaki pasien untuk mencegah tekanan; jangan menaikkan kaki atau mengompreskan panas. 
  • Lihat adakah tanda ketidakseimbangan cairan dan elektrolit, dan pantau asupan dan output pasien untuk melihat adakah tanda gagal ginjal (urin yang keluar kurang dari 30mI/jam). 
  • Jika pasien mengalami oklusi arteri karotid, innominasi, vertebral, atau subklavian, pantau ia adakah tanda dan gejala stroke, misalnya mati rasa di lengan atau kaki dan kebutaan intermiten.

Setelah pembedahan/postoperatif 

  • Pantau tanda vital pasien.Secara kontinu, kaji fungsi sirkulatorinya dengan memeriksa warna dan suhu kulit dan dengan memeriksa denyut nadi distal.Dalam pembuatan bagan, perbandingkan kajian dan observasi awal. Secara teliti lihat adakah tanda hemoragi (antara lain takikardia dan hipotensi), dan periksa pembalut untuk melihat adakah pendarahan berlebihan. 
  • Jika pasien mengalami oklusi arteri karotid, innominasi, vertebral, atau subklavian, seringkali kajilah status neurologis untuk melifiat adakah perubahan pada tingkat kesadaran, kekuatan otot, dan ukuran pupil.
  • Jika pasien mengalami oklusi arteri mesentrik, pasang pipa nasogastrik untuk melakukan pengisapan intermiten bawah. Pantau asupan dan output (output urin yang sedikit bisa mengindikasikan kerusakan di arteri renal saat pembedahan.) Periksa bunyi usus untuk melihat adakah kembalian peristalsis.Distensi abdominal yang semakin parah bisa mengindikasikan adanya perluasan iskemia usus yang menyebabkan gangren, sehingga membutuhkan eksisi lebih lanjut, atau bisa mengindikasikan adanya peritonitis.
  • Jika pasien mengalami bifurkasi aortik (juga dikenal sebagai oklusi saddle-block), periksa denyut nadi distal untuk melihat kecukupan sirkulasi.Lihat adakah indikasi gagal ginjal dan oklusi arteri mesentrik (misalnya nyeri abdominal parah) dan adakah aritmia kardiak, yang bisa mempercepat pembentukan embolus.
  • Jika pasien mengalami oklusi arteri lliak, pantau output urin untuk melihat adakah tanda gagal ginjal akibat berkurangnya perfusi menuju ginjal karena pembedahan.Lakukan perawatan kateter dengan cermat.
  • Jika pasien ntengalami oklusi arteri femoral atau popliteal, sarankan ia tidak duduk terlalu lama
  • Setelah amputasi, secara hati-hati periksa ujung kakinya untuk melihat adakah drainase, dan catat warna, jumlah, dan waktunya. Naikkan ujung kakinya dan beri analgesik. Karena umumnya pasien merasakan nyeri badan fantom, jelaskan fenomena ini padanya. 3 Saat menyiapkan kepulangan pasien, minta ia melihat adakah tanda dan gejala rekurensi (misalnya nyeri, pucat, mati rasa, paralisis, dan tidak ada denyut nadi), yang bisa disebabkan oleh oklusi graf atau oklusi di tempat lain. Ingatkan padanya untuk tidak mengenakan pakaian ketat

Referensi:

  1. CIRSE. Arterial occlusive disease
  2. Pamela.C.A.et.al.2008. Nursing: Understanding Disease. Lippincott William & Wilkins : Norristown Road.
Ns.Radliyatul Fahmi, S.Kep
Ns.Radliyatul Fahmi, S.Kep Perawat Rumah Sakit Umum Daerah Provinsi Nusa Tenggara Barat