bR7izkJOiKy1QUHnlV5rpCDjiDlVyiP6q1XpDxAH
Bookmark

Anatomi Fisiologi Sistem Endokrin

Komunikasi adalah suatu proses di mana seorang pengirim mengirimkan sinyal kepada satu atau lebih penerima untuk mengendalikan dan mengkoordinasikan tindakan. Dalam tubuh manusia, dua sistem organ utama berpartisipasi dalam komunikasi yang relatif "jauh": sistem saraf dan sistem endokrin. Bersama-sama, kedua sistem ini bertanggung jawab utama dalam menjaga homeostasis dalam tubuh.

Sistem Endokrin

Sinyal Saraf dan Endokrin

Sistem saraf menggunakan dua jenis komunikasi antar sel yaitu sinyal listrik dan sinyal kimia. Sinyal listrik dihasilkan oleh potensial listrik secara langsung dan juga melalui aksi zat kimia yang disebut neurotransmitter seperti serotonin atau norepinefrin. 

Neurotransmitter berfungsi secara lokal dan dengan cepat. Ketika sinyal listrik dalam bentuk potensial aksi mencapai ujung sinapsis, mereka menyebar melintasi celah sinaptik (celah antara sel saraf pengirim dan sel saraf penerima atau sel otot). 

Perbedaan Saraf dan Endokrin

Setelah neurotransmitter berikatan dengan reseptor pada sel penerima (postsinaptik), rangsangan reseptor ini diubah menjadi respons seperti sinyal listrik yang berlanjut atau modifikasi respons seluler. Sel target merespons dalam hitungan milidetik setelah menerima pesan ini kemudian berhenti sangat cepat begitu komunikasi saraf berakhir. Dengan cara ini, komunikasi saraf memungkinkan fungsi tubuh yang melibatkan tindakan cepat dan singkat, seperti gerakan, sensasi, dan kognisi.

Sebaliknya, sistem endokrin hanya menggunakan satu metode komunikasi yaitu sinyal kimia. Sinyal-sinyal ini dikirim oleh organ-organ endokrin yang mengeluarkan bahan kimia hormon ke dalam cairan ekstraseluler. Hormon ditransportasikan terutama melalui aliran darah ke seluruh tubuh, di mana mereka berikatan dengan reseptor pada sel target dan memicu respons. 

Oleh sebab itu komunikasi endokrin memerlukan waktu lebih lama daripada komunikasi saraf untuk memicu respons pada sel target. Sebagai contoh, hormon-hormon yang dilepaskan ketika menghadapi situasi berbahaya atau menakutkan yang disebut respons "fight-or-flight", terjadi melalui pelepasan hormon adrenal (epinefrin dan norepinefrin). 

Selain itu sinyal endokrin umumnya kurang spesifik dibandingkan dengan sinyal saraf. Hormon yang sama dapat berperan dalam berbagai proses fisiologis yang berbeda tergantung pada sel target yang terlibat. Sebagai contoh hormon oksitosin merangsang kontraksi rahim pada wanita yang sedang melahirkan. Hormon ini juga penting dalam menyusui dan terlibat dalam respons seksual dan dalam perasaan ikatan emosional baik pada pria maupun wanita.

Secara umum, sistem saraf terlibat dalam respons cepat terhadap perubahan dalam lingkungan eksternal, sedangkan sistem endokrin biasanya bertindak lebih lambat mmenjaga lingkungan internal tubuh, homeostasis, dan mengendalikan reproduksi

Lalu bagaimana respons "fight-or-flight" dapat terjadi begitu cepat jika hormon biasanya bertindak lebih lambat?,  hal ini karena kedua sistem ini saling terhubung. Respons cepat dari sistem saraf terhadap bahaya dalam lingkungan yang memicu kelenjar adrenal untuk mengeluarkan hormon-hormonnya. Akibatnya, sistem saraf dapat menyebabkan respons endokrin yang cepat untuk mengikuti perubahan tiba-tiba baik dalam lingkungan eksternal maupun internal ketika diperlukan.

Struktur Sistem Endokrin

Sistem endokrin terdiri dari sel, jaringan, dan organ yang mengeluarkan hormon sebagai fungsi primer atau sekunder. Kelenjar endokrin merupakan komponen utama dalam sistem ini. Fungsi utama dari kelenjar-kelenjar tanpa saluran ini adalah mengeluarkan hormon-hormon mereka secara langsung ke cairan di sekitarnya. Cairan interstisial dan pembuluh darah kemudian mengangkut hormon-hormon ini ke seluruh tubuh. 

Sistem endokrin mencakup kelenjar pituitari, tiroid, paratiroid, adrenal, dan pineal. Beberapa dari kelenjar-kelenjar ini memiliki fungsi endokrin dan non-endokrin. Sebagai contoh, pankreas mengandung sel-sel yang berperan dalam pencernaan serta sel-sel yang mengeluarkan hormon insulin dan glukagon yang mengatur kadar glukosa darah. 

Hipotalamus, timus, jantung, ginjal, lambung, usus kecil, hati, kulit, ovarium wanita, dan testis pria adalah organ lain yang mengandung sel-sel dengan fungsi endokrin. Selain itu, jaringan adiposa telah lama diketahui menghasilkan hormon-hormon, dan penelitian terbaru telah mengungkapkan bahwa bahkan jaringan tulang memiliki fungsi endokrin.

Kelenjar endokrin yang tidak memiliki saluran tidak boleh disalahartikan dengan sistem eksokrin yang kelenjarnya melepaskan sekresinya melalui saluran. Contoh kelenjar eksokrin termasuk kelenjar sebasea dan kelenjar keringat pada kulit. Seperti yang telah disebutkan, pankreas juga memiliki fungsi eksokrin dimana sebagian besar selnya mengeluarkan cairan pankreas melalui saluran pankreas dan aksesori ke dalam lumen usus kecil.

Jenis-Jenis Sinyal Kimia Lainnya

Dalam sinyal endokrin, hormon-hormon yang dikeluarkan ke dalam cairan ekstraseluler menyebar ke dalam darah atau getah bening dan kemudian dapat melakukan perjalanan jarak jauh ke seluruh tubuh. 

Sebaliknya, sinyal autokrin terjadi dalam sel yang sama. Autokrin adalah zat kimia yang menimbulkan respons dalam sel yang sama yang mengeluarkannya. Interleukin-1, atau IL-1 adalah molekul sinyal yang memainkan peran penting dalam respons peradangan. Sel-sel yang mengeluarkan IL-1 memiliki reseptor di permukaan sel mereka yang mengikat molekul-molekul ini, menghasilkan sinyal autokrin.

Komunikasi antar sel lokal adalah wilayah parakrin, juga disebut faktor parakrin, yang merupakan zat kimia yang memicu respons dalam sel-sel tetangga. Meskipun parakrin dapat memasuki aliran darah, konsentrasinya umumnya terlalu rendah untuk menimbulkan respons dari jaringan yang letaknya jauh. 

Contoh yang dikenal oleh mereka yang memiliki asma adalah histamin, sebuah parakrin yang dilepaskan oleh sel-sel kekebalan dalam saluran napas. Histamin menyebabkan sel otot polos bronkus menyempitkan saluran udara. Contoh lain adalah neurotransmitter dari sistem saraf, yang hanya beroperasi secara lokal di celah sinaptik.

Tipe Hormon

Meskipun hormon tertentu dapat beredar ke seluruh tubuh melalui aliran darah, hormon tersebut hanya akan memengaruhi aktivitas sel-sel targetnya yaitu sel-sel yang memiliki reseptor untuk hormon tertentu tersebut. 

Jenis Hormon Pada Manusia

Setelah hormon berikatan dengan reseptor maka serangkaian peristiwa diawali yang mengarah pada respons sel target. Hormon-hormon memainkan peran kritis dalam pengaturan proses fisiologis karena respons sel target yang mereka atur. 

Respons ini berkontribusi pada reproduksi manusia, pertumbuhan dan perkembangan jaringan tubuh, metabolisme, keseimbangan cairan dan elektrolit, tidur, dan banyak fungsi tubuh lainnya. 

Hormon yang berasal dari modifikasi asam amino disebut hormon amina. Biasanya, struktur asam amino asli dimodifikasi sedemikian rupa sehingga gugus COOH atau karboksil dihilangkan, sementara gugus NH3 tetap ada atau amine.

Hormon Amina

Hormon amina disintesis dari asam amino triptofan atau tirosin. Contoh hormon yang berasal dari triptofan adalah melatonin yang disekresikan oleh kelenjar pineal dan membantu mengatur ritme sirkadian. 

Turunan tirosin termasuk hormon tiroid yang mengatur metabolisme katekolamin seperti epinefrin, norepinefrin, dan dopamin. Epinefrin dan norepinefrin disekresikan oleh adrenal dan berperan dalam respons perlawanan atau melarikan diri (fight or flight), sedangkan dopamin disekresikan oleh hipotalamus dan menghambat pelepasan beberapa hormon anterior kelenjar pituitari.

Hormon Peptida dan Protein

Sementara hormon amina berasal dari satu asam amino, hormon peptida dan protein terdiri dari beberapa asam amino yang saling terhubung membentuk rantai asam amino. Hormon peptida terdiri dari rantai asam amino yang pendek, sementara hormon protein merupakan polipeptida yang lebih panjang. 

Kedua jenis ini disintesis seperti protein tubuh lainnya yaitu DNA ditranskripsi menjadi mRNA yang diterjemahkan menjadi rantai asam amino.

Contoh hormon peptida antara lain hormon antidiuretik (ADH), hormon hipofisis yang penting dalam keseimbangan cairan, dan hormon atrial-natriuretik yang diproduksi oleh jantung dan membantu menurunkan tekanan darah. 

Beberapa contoh hormon protein meliputi hormon pertumbuhan yang dihasilkan oleh kelenjar hipofisis dan folikel stimulating hormon (FSH) yang memiliki gugus karbohidrat terlampir dan oleh karena itu diklasifikasikan sebagai glikoprotein. FSH membantu merangsang pematangan telur di ovarium dan sperma di testis.

Hormon Steroid

Hormon utama yang berasal dari lipid adalah golongan hormon steroid. Hormon steroid berasal dari lipid kolesterol. Sebagai contoh hormon reproduksi seperti testosteron dan estrogen yang diproduksi oleh gonad (testis dan ovarium). Kelenjar adrenal menghasilkan hormon steroid aldosteron yang terlibat dalam osmoregulasi dan kortisol yang berperan dalam metabolisme.

Hormon steroid berasal dari lipid sehingga tidak larut dalam air (hidrofobik). Karena darah bersifat berbasis air, maka hormon yang berasal dari lipid mereka terikat pada protein pengangkut untuk mencapai sel target. Struktur yang lebih kompleks ini memperpanjang masa paruh hormon steroid jauh lebih lama daripada hormon yang berasal dari asam amino. 

Masa paruh hormon adalah waktu yang diperlukan untuk setengah konsentrasi hormon terdegradasi. Sebagai contoh, hormon yang berasal dari lipid seperti kortisol memiliki masa paruh sekitar 60-90 menit. Sebaliknya, hormon yang berasal dari asam amino seperti epinefrin memiliki masa paruh sekitar satu menit.

Jalur Aksi Hormon

Pesan yang dikirimkan oleh hormon diterima oleh reseptor hormon yaitu suatu protein yang terletak di dalam sel atau dalam membran sel. Reseptor akan memproses pesan tersebut dengan memulai peristiwa sinyal atau mekanisme seluler lainnya yang menghasilkan respons sel target. 

Reseptor hormon mengenali molekul dengan bentuk dan gugus tertentu dan merespons hanya terhadap hormon-hormon yang dikenali. Jenis reseptor yang sama dapat terletak pada sel-sel di berbagai jaringan tubuh, dan memicu respons yang agak berbeda. 

Oleh karena itu respons yang dipicu oleh suatu hormon tidak hanya tergantung pada hormon itu sendiri tetapi juga pada sel target.

Setelah sel target menerima sinyal hormon ia dapat merespons dengan berbagai cara. Respons tersebut mungkin mencakup stimulasi sintesis protein, aktivasi atau deaktivasi enzim, perubahan permeabilitas membran sel, laju mitosis, pertumbuhan sel, dan stimulasi sekresi produk. Lebih dari itu, satu hormon dapat menginduksi respons yang berbeda dalam satu sel yang diberikan.

Jalur yang Melibatkan Reseptor Hormon Intraseluler

Reseptor hormon intraseluler terletak di dalam sel. Hormon-hormon yang berikatan dengan jenis reseptor ini harus mampu melintasi membran sel. Hormon steroid berasal dari kolesterol dan oleh karena itu dapat dengan mudah menembus lapisan lipid membran sel untuk mencapai reseptor intraseluler. Hormon tiroid yang mengandung cincin bensen juga larut dalam lemak dan dapat masuk ke dalam sel.

Lokasi pengikatan hormon steroid dan tiroid sedikit berbeda, dimana hormon steroid dapat berikatan dengan reseptornya di dalam sitosol atau di dalam inti sel. Dalam kedua kasus tersebut pengikatan ini menghasilkan kompleks hormon-reseptor yang bergerak menuju kromatin di inti sel dan berikatan dengan segmen tertentu pada DNA sel. 

Sebaliknya, hormon tiroid berikatan dengan reseptor yang telah terikat dengan DNA. Baik pada hormon steroid maupun hormon tiroid, pengikatan kompleks hormon-reseptor dengan DNA memicu transkripsi gen target menjadi mRNA yang kemudian berpindah ke sitosol dan mengarahkan sintesis protein oleh ribosom.

Jalur yang Melibatkan Reseptor Hormon pada Membran Sel

Hormon yang bersifat hidrofilik atau larut dalam air tidak dapat menembus lapisan lipid membran sel dan oleh karena itu harus berikatan dengan reseptor yang terletak di permukaan sel. Kecuali untuk hormon tiroid yang larut dalam lemak, semua hormon yang berasal dari asam amino mengikat reseptor membran sel yang terletak pada permukaan ekstraselular membran sel. 

Oleh karena itu mereka tidak langsung memengaruhi transkripsi gen target tetapi sebaliknya memulai kaskade sinyal yang dilakukan oleh molekul yang disebut sebagai second messenger. Dalam hal ini, hormon tersebut disebut sebagai first messenger.

Second messenger yang digunakan oleh sebagian besar hormon adalah siklik adenosin monofosfat (cAMP). Dalam sistem second messenger cAMP, hormon larut dalam air mengikat reseptornya di membran sel. Reseptor ini terkait dengan komponen intraseluler yang disebut protein G dan pengikatan hormon mengaktifkan komponen protein G. 

Protein G yang diaktifkan pada gilirannya mengaktifkan enzim yang disebut adenylyl cyclase yang mengonversi adenosin trifosfat (ATP) menjadi cAMP. Sebagai second messenger, cAMP mengaktifkan jenis enzim yang disebut protein kinase yang hadir pada sitosol. Protein yang diaktifkan memulai kaskade fosforilasi di mana sejumlah kinase protein mengfosforilasi (menambahkan gugus fosfat pada) berbagai protein seluler termasuk enzim lain.

Fosforilasi protein seluler dapat memicu berbagai efek, mulai dari metabolisme nutrisi hingga sintesis hormon dan produk lainnya. Efek-efek ini bervariasi tergantung pada jenis sel target, protein G dan kinase yang terlibat serta fosforilasi protein. 

Contoh hormon yang menggunakan cAMP sebagai second messenger meliputi kalsitonin yang penting untuk pembentukan tulang dan pengaturan kadar kalsium dalam darah, Glukagon yang berperan dalam kadar glukosa dalam darah, dan tiroid stimulating hormon yang menyebabkan pelepasan T3 dan T4 dari kelenjar tiroid.

Secara keseluruhan, kaskade fosforilasi secara signifikan meningkatkan efisiensi, kecepatan, dan spesifisitas respons hormonal karena ribuan peristiwa sinyal dapat dimulai secara bersamaan sebagai respons terhadap konsentrasi hormon yang sangat rendah dalam aliran darah. Namun, durasi sinyal hormon singkat karena cAMP segera dinonaktifkan oleh enzim fosfodiesterase (PDE) yang terletak di sitosol. Aksi PDE membantu memastikan bahwa respons sel target berhenti dengan cepat kecuali hormon baru tiba di membran sel.

Pentingnya, ada juga protein G yang mengurangi tingkat cAMP dalam sel sebagai respons terhadap pengikatan hormon. Misalnya, ketika hormon penghambat pertumbuhan (GHIH) yang juga dikenal sebagai somatostatin mengikat reseptornya di kelenjar hipofisis, tingkat cAMP berkurang, sehingga menghambat sekresi hormon pertumbuhan manusia.

Tidak semua hormon larut dalam air menginisiasi sistem second messenger cAMP. Sistem alternatif yang umum digunakan menggunakan ion kalsium sebagai second messenger. Dalam sistem ini, protein G mengaktifkan enzim fosfolipase C (PLC) yang berfungsi serupa dengan adenylyl cyclase. 

Setelah diaktifkan PLC memotong fosfolipid terikat membran menjadi dua molekul yaitu diacilgliserol (DAG) dan inositol trifosfat (IP3). Seperti cAMP, DAG mengaktifkan kinase protein yang memulai kaskade fosforilasi. 

Pada saat yang sama, IP3 menyebabkan ion kalsium dilepaskan dari tempat penyimpanan dalam sitosol, seperti dari dalam retikulum endoplasma halus. Ion kalsium kemudian bertindak sebagai second messenger dengan dua cara: mempengaruhi aktivitas enzim dan seluler lainnya secara langsung, atau mengikat protein pengikat kalsium seperti kalmodulin. 

Setelah mengikat kalsium, kalmodulin dapat mengatur kinase protein dalam sel. Contoh hormon yang menggunakan ion kalsium sebagai sistem second messenger meliputi angiotensin II yang membantu mengatur tekanan darah melalui vasokonstriksi dan GHRH yang menyebabkan kelenjar hipofisis melepaskan hormon pertumbuhan.

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Respon Sel Target

Sel target harus memiliki reseptor yang spesifik untuk hormon tertentu jika hormon tersebut akan memicu respons. Namun, beberapa faktor lain memengaruhi respon sel target seperti keberadaan tingkat hormon yang signifikan dalam aliran darah dapat menyebabkan sel targetnya mengurangi jumlah reseptor untuk hormon tersebut. Proses ini disebut downregulasi dan memungkinkan sel untuk menjadi kurang reaktif terhadap tingkat hormon yang berlebih. 

Ketika tingkat hormon secara kronis berkurang maka sel target melakukan upregulasi untuk meningkatkan jumlah reseptornya. Proses ini memungkinkan sel menjadi lebih sensitif terhadap hormon yang hadir. Sel juga dapat mengubah sensitivitas reseptornya sendiri terhadap berbagai hormon.

Dua atau lebih hormon dapat berinteraksi untuk memengaruhi respon sel dalam berbagai cara. Tiga jenis interaksi yang paling umum adalah sebagai berikut:

  • Efek permissif di mana keberadaan satu hormon memungkinkan hormon lain untuk bertindak. Sebagai contoh hormon tiroid memiliki hubungan permissif yang kompleks dengan beberapa hormon reproduksi tertentu. Kekurangan yodium dalam diet yang merupakan komponen hormon tiroid dapat memengaruhi perkembangan dan fungsi sistem reproduksi.
  • Efek sinergis di mana dua hormon dengan efek serupa menghasilkan respons yang diperkuat. Dalam beberapa kasus dua hormon diperlukan untuk respons yang memadai. Sebagai contoh dua hormon reproduksi yang berbeda seperti FSH dari kelenjar hipofisis dan estrogen dari ovarium diperlukan untuk kematangan ovum pada wanita.
  • Efek antagonis, di mana dua hormon memiliki efek yang berlawanan. Contoh yang dikenal adalah efek dua hormon pankreas, insulin dan glukagon. Insulin meningkatkan penyimpanan glukosa dalam hati sebagai glikogen, mengurangi glukosa darah, sedangkan glukagon merangsang pemecahan cadangan glikogen, meningkatkan glukosa darah.

Regulasi Sekresi Hormon

Untuk mencegah tingkat hormon yang abnormal dan potensi terjadinya penyakit, tingkat hormon harus diatur dengan ketat. Tubuh menjaga kontrol ini dengan seimbang antara produksi dan degradasi hormon. Loop umpan balik mengatur awal dan pemeliharaan sebagian besar sekresi hormon sebagai respons terhadap berbagai rangsangan.

Umpan Balik

Kontribusi loop feedback terhadap homeostasis akan dibahas secara singkat di sini. Loop umpan balik positif ditandai oleh pelepasan hormon tambahan sebagai respons terhadap pelepasan hormon awal. Pelepasan oksitosin selama persalinan adalah loop umpan balik positif. 

Pelepasan awal oksitosin mulai memberi sinyal kepada otot rahim untuk berkontraksi yang mendorong janin ke arah serviks dan menyebabkan serviks meregang. Hal ini pada gilirannya memberi sinyal kepada kelenjar hipofisis untuk melepaskan lebih banyak oksitosin sehingga kontraksi persalinan menjadi lebih intens. Pelepasan oksitosin akan berkurang setelah kelahiran anak.

Metode yang lebih umum dalam regulasi hormon adalah loop umpan balik negatif. Umpan balik negatif ditandai oleh penghambatan pelepasan lebih lanjut hormon sebagai respons terhadap tingkat hormon yang cukup. Hal ini memungkinkan tingkat hormon dalam darah diatur dalam rentang yang sempit. 

Contoh dari loop umpan balik negatif adalah pelepasan hormon glukokortikoid dari kelenjar adrenal yang diarahkan oleh hipotalamus dan kelenjar hipofisis. Ketika konsentrasi glukokortikoid dalam darah naik hipotalamus dan kelenjar hipofisis mengurangi sinyal mereka kepada kelenjar adrenal untuk mencegah pelepasan glukokortikoid tambahan.

Peran Kelenjar Endokrin

Refleks yang dipicu oleh stimulus baik kimia maupun saraf mengendalikan aktivitas endokrin. Refleks ini bisa sederhana yang hanya melibatkan satu hormon dalam responsnya, atau bisa lebih kompleks dan melibatkan banyak hormon seperti pada pengendalian hipotalamus terhadap berbagai hormon yang dikendalikan oleh kelenjar pituitari anterior.

Stimulus humoral adalah perubahan dalam tingkat zat kimia non hormon dalam darah, seperti nutrisi atau ion yang menyebabkan pelepasan atau inhibisi hormon untuk menjaga homeostasis. Sebagai contoh, osmoreseptor di hipotalamus mendeteksi perubahan osmolaritas darah. Jika osmolaritas darah terlalu tinggi artinya darah tidak cukup encer, osmoreseptor memberi sinyal kepada hipotalamus untuk melepaskan ADH. Hormon ini menyebabkan ginjal menyerap lebih banyak air dan mengurangi volume urine yang dihasilkan. 

Pemerolehan kembali ini menyebabkan pengurangan osmolaritas darah dan mengencerkan darah ke tingkat yang sesuai. Regulasi glukosa darah adalah contoh lainnya. Tingkat glukosa darah yang tinggi menyebabkan pelepasan insulin dari pankreas yang meningkatkan penyerapan glukosa oleh sel dan penyimpanan glukosa oleh hati sebagai glikogen.

Kelenjar endokrin juga dapat melepaskan hormon sebagai respons terhadap keberadaan hormon lain yang diproduksi oleh kelenjar endokrin yang berbeda. Stimulus hormonal seperti ini sering melibatkan hipotalamus, yang menghasilkan hormon pelepasan dan hormon penghambat yang mengendalikan sekresi berbagai hormon hipofisis.

Selain sinyal kimia ini hormon juga dapat dilepaskan sebagai respons terhadap stimulus saraf. Contoh umum dari stimulus saraf adalah aktivasi respons "fight or flight" oleh sistem saraf simpatis. Ketika seseorang merasa ada bahaya maka neuron simpatis memberi sinyal kepada kelenjar adrenal untuk melepaskan norepinefrin dan epinefrin. 

Kedua hormon ini melebarkan pembuluh darah, meningkatkan detak jantung dan laju pernapasan, serta menekan sistem pencernaan dan sistem kekebalan. Respon ini meningkatkan pengangkutan oksigen ke otak dan otot dengan demikian meningkatkan kemampuan tubuh untuk melawan atau melarikan diri.

Kesimpulan

Sistem endokrin terdiri dari sel, jaringan, dan organ yang menghasilkan hormon yang sangat penting untuk homeostasis. Tubuh mengoordinasikan fungsi-fungsinya melalui dua jenis komunikasi utama yaitu saraf dan endokrin. 

Komunikasi saraf mencakup baik sinyal listrik maupun kimia antara neuron dan sel target. Komunikasi endokrin melibatkan sinyal kimia melalui pelepasan hormon ke dalam cairan ekstraseluler. 

Dari sana, hormon menyebar ke dalam aliran darah dan dapat melakukan perjalanan ke wilayah tubuh yang jauh, di mana mereka menimbulkan respons pada sel target. Kelenjar endokrin adalah kelenjar tanpa saluran yang mengeluarkan hormon. Banyak organ dalam tubuh dengan fungsi utama lainnya—seperti jantung, lambung, dan ginjal—juga memiliki sel-sel yang menghasilkan hormon.

Hormon berasal dari asam amino atau lipid. Hormon amin berasal dari asam amino triptofan atau tirosin. Hormon asam amino yang lebih besar meliputi peptida dan hormon protein. Hormon steroid berasal dari kolesterol.

Hormon steroid dan hormon tiroid larut dalam lemak. Semua hormon yang berasal dari asam amino lainnya larut dalam air. Hormon-hormon hidrofobik dapat menembus membran dan berinteraksi dengan reseptor intraseluler. 

Sebaliknya, hormon-hormon hidrofilik harus berinteraksi dengan reseptor membran sel. Biasanya, reseptor-reseptor ini terkait dengan protein yang aktif ketika hormon mengikat reseptornya. Ini memulai kaskade sinyal yang melibatkan second messenger seperti siklik adenosin monofosfat (cAMP). Sistem second messenger sangat memperkuat sinyal hormon menciptakan respons yang lebih luas, lebih efisien dan lebih cepat.

Hormon dilepaskan sebagai respons terhadap stimulus yang bersifat kimia atau saraf. Regulasi pelepasan hormon utamanya dicapai melalui umpan balik negatif. Berbagai stimulus dapat menyebabkan pelepasan hormon. Terdapat tiga jenis stimulus utama yaitu Stimulus humoral yaitu perubahan dalam tingkat ion atau nutrien dalam darah, Stimulus hormonal yaitu perubahan dalam tingkat hormon yang memulai atau menghentikan pelepasan hormon lain, dan stimulus saraf  yang terjadi ketika impuls saraf memicu pelepasan atau penghambatan hormon.

Referensi: 

Joan M. Robinson, RN., MSN. 2009. Anatomy & Physiology – Made Incredibly Easy. 3rd Ed. Wolters Kluwer. Lippincott Williams & Wilkins.

J. Gordon Betts, et. al. 2017. Anatomy & Physiology. Houston, Texas: Rice University. OpenStax.

Sherwood L. 2007. Human Physiology: From Cells to Systems. 6th ed. Jakarta: EGC.

Peate I & Nair M. Anatomy and Physiology For Nursing and Healthcare Students. Oxford: Wiley Blackwell